Menggapai Surga Dalam Relasi Kuasa
Lifestyle
May 12, 2025
Regata Deblanca

Walid Muhammad, pemimpin sekte “Jihad Ummah”. (credits: Viu)
“Pejamkan mata,
Bayangkan muka Walid.”
WALID Muhammad adalah sosok yang karismatik. Ia adalah pemimpin sekte agama “Jihad Ummah”. Dan memimpin dengan kepatuhan yang mutlak bagi murid-muridnya.
Sementara Baiduri, adalah seorang wanita muda, yang berada dalam kondisi terpaksa. Ia terpaksa harus mengikuti keinginan ibunya.
Ibunya adalah seorang yang taat beragama. Dan, atas keingian ibunya, Baiduri terpaksa harus bergabung dengan sekte yang dipimpin oleh Walid Muhammad.
Namun, di bailk itu semua, dan setelah berada di dalam sekte itu, Baiduri menyadari terdapat banyak praktek yang mengganggu, pada ajaran spiritual sekte ini.
Seperti relasi kuasa, termasuk juga pernikahan paksa, kepatuhan yang berlebihan terhadap Walid Muhammad, dan juga ritual-ritual lain yang dipertanyakan.
Kondisi ini pun diyakini oleh Hambali, putra kedua dari Walid Muhammad.
Setelah menyelesaikan menuntut ilmu agama di Yaman, Hambali pun pulang.
Dan ia melihat dan meyakini bahwa sekte yang diasuh oleh ayahnya telah “salah jalan”.
Kemudian, Hambali pun bertekad untuk melindungi ibunya. Dan, yang terpenting, adalah untuk mengungkap kebenaran.
Lalu, Hambali bekerjasama dengan Baiduri. Keduanya mempertaruhkan segalanya untuk menantang para pemimpin sekte, dan, mengungkap rahasia-rahasia kotor mereka.
Yang terceritakan ini adalah drama yang tayang di platform Viu Malaysia yang diproduksi oleh “Rumah Karya Citra”. Dengan script yang ditulis oleh Ellie Suriaty dalam bahasa Melayu. Drama produksi Malaysia ini berjudul “Bidaah” atau “Broken Heaven”.
Drama ini telah tayang sejak 6 Maret 2025 lalu, dengan total 15 episode. Dengan durasi masing-masing episode, adalah 30 menit.

Cuplikan adegan episode 12. (credits: Viu)
Drama ini, adalah gabungan dari unsur-unsur: ketegangan, dramatik, dan pesan yang kuat tentang iman dan keberanian.
Tiga tokoh sentral pada drama ini, adalah; Faizal Hussein yang berperan sebagai Walid Muhammad, Riena Diana sebagai Baiduri, dan, Fattah Amin berperan sebagai Hambali.
Pada awal penayangan setiap episode, telah tertera peringatan. Bahwa: “Drama ini sepenuhnya fiksi. Tidak berdasarkan peristiwa nyata”.
Namun, mengutip malaymail, Chief Executive Officer National Film Development Corporation Malaysia (FINAS) Datuk Azmir Saifuddin Mutalib mengatakan bahwa produser harus berkonsultasi dengan kantor mufti, departemen agama, atau pengelolaan layanan terkait untuk mendapatkan bimbingan dan saran, termasuk pengembangan naskah.
“Langkah ini juga untuk memastikan bahwa tidak ada adegan atau skrip yang berisi unsur-unsur sensitif atau kontroversial yang bertentangan dengan nilai-nilai agama atau prinsip-prinsip layanan terkait,” katanya.
Sebelumnya, direktur JAKIM Datuk Dr Sirajuddin Suhaimee mengatakan bahwa produser “Bidaah” telah mengikuti saran JAKIM. Yakni, dengan menghapus adegan yang dianggap tidak pantas bagi penonton.

Cuplikan adegan episode 5. (credits: Viu)
Sementara itu, Komite Sensor Media Islam JAKIM telah memanggil dan mengadakan pertemuan dengan produksi “Bidaah”, dan memeriksa isi drama, termasuk klip video episode dan episode kontroversial yang belum ditayangkan, untuk menilai dampak dan implikasi dari kontennya.
Sebagai kritik sosial, drama ini cukup berani. Terutama, dengan penayangannya di wilayah Malaysia dan Indonesia, dengan jumlah penganut Islam yang banyak.
Dan, sebagai industri, jumlah yang banyak itu adalah berbanding sama dengan banyaknya jumlah penonton. Terlebih, Viu, sebagai platform tontonan digital, tentunya, harus berbayar.
Sementara itu, polisi telah menangkap AF, ketua yayasan sekaligus pimpinan pondok pesantren (ponpes) di Gunung Sari, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Senin (21/4). AF diduga mencabuli sekitar 10 hingga 15 orang santriwatinya.
Pencabulan ini, mengutip Detik, dilakukan di banyak tempat, terutama di lingkungan ponpes.
Kini, AF telah diamankan, untuk menghindari situasi dan kondisi yang tidak kondusif di Gunung Sari, Lombok Barat.
AF dilaporkan oleh santri-santrinya ke polisi. Laporan ini, terjadi, setelah para santri menonton tayangan drama “Bidaah”.
Sebelumnya, Kiai Imam Syafi’i alias Supar, pengasuh Pondok Pesantren MH di Trenggalek divonis 14 tahun penjara, denda IDR 200 juta, dan, restitusi atau uang pengganti kerugian kepada korban sebesar IDR 106 juta.
Ia divonis oleh hakim Pengadilan Negeri (PN) Trenggalek, Kamis (27/2), karena melakukan tindak pidana asusila terhadap santriwatinya sebanyak lima kali dalam rentang waktu 2022 hingga 2024, dan menyebabkan santrinya hamil.
Perbuatan-perbuatan asusila itu dilakukan Supar di lingkungan pesantren yang diasuhnya.
Kiai Supar menolak semua tuduhan itu, bahwa yang melakukan perbuatan itu bukan dirinya, melainkan dirinya yang lain, yang adalah “’rewangnya” atau “jinnya”.*

