Menggali Potensi KTH Lamban Jernang

Lingkungan & Krisis Iklim

April 3, 2024

Jon Afrizal/Bungku, Batanghari

Bi Teguh, isteri Mang Rusman, ketika berada di rumahnya. Rumah ini digunakan sebagai tempat berkumpul anggota KTH Lamban Jernang, dan tempat percontohan pelaksanaan Perhutanan Sosial di kawasan Hutan Harapan. (photo credits : Jon Afrizal/amira.co.id)

HIDUP di kawasan hutan tidak berarti harus sepenuhnya bergantung dari sumber daya hutan. Tetapi, berusaha untuk memanfaatkan lahan yang ada untuk mendapatkan penghasilan tambahan.

Cara berpikir ini, yang coba ditularkan oleh para conservasionist di Hutan Harapan. Perlahan tapi pasti, hasil-hasil kebun yang dikelola telah dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Batin Sembilan di kawasan restorasi ekosistem pertama di Indonesia ini.

“Kami menyadari, bahwa saat ini tidak lagi mungkin untuk bergantung sepenuhnya pada hasil hutan,” kata Mang Rusman, ketua Kelompok Tani Hutan (KTH) Lamban Jernang.

Mang Rusman, secara adat Batin Sembilan, adalah seorang petinggi adat. Ia bergelar temenggung.

Pada suatu sesi wawancara, ia mengatakan bahwa gelar temenggung ini adalah seperti jabatan patih, atau juga penasehat raja, atau juga perdana menteri ataupun kehumasan. Sehingga, jabatan turun temurun ini, membuat temenggung dapat aktif berhubungan dengan warga Batin Sembilan dan juga warga di luar Batin Sembilan sendiri.

Rumah Mang Rusman berjarak sekitar 2 kilometer dari camp PT REKI, pengelola kawasan Hutan Harapan. Rumahnya, kerap dijadikan sebagai tempat berkumpul bagi warga Batin Sembilan. Warga Batin menyebut daerah ini dengan sebutan Sungai Kelumpang.

Juga menjadi tempat berisitirahat sejenak. Sambil menyantap “ikan goreng dan ubi rebus”, kudapan khas Batin Sembilan.

Hasil dari berkumpul dan bertukar pendapat, maka, pada tanggal 3 Desember 2015, ditandatanganilah Naskah Perjanjian Kerjasama (MoU) antara PT REKI dan KTH Lamban Jernang. Dimana areal seluas 353 hektare dapat diusahakan oleh 23 KK dalam skema Perhutanan Sosial.

Beruntung, pada Desember 2018, Presiden Jokowi datang ke Jambi untuk menyerahkan langsung sebanyak 92 Surat Keputusan (SK) Perhutanan Sosial seluas 91.997 hektare untuk 8.165 keluarga di Provinsi Jambi.

Bi Teguh, isteri Mang Rusman, menerima langsung SK itu dari Presiden Jokowi.

Sewaktu itu, Jokowi menyerahkan langsung SK Perhutanan Sosial untuk  15 hutan desa (42.667 hektare untuk 535 KK), 38 hutan kemasyarakatan (18.870 hektare untuk 3.992 KK), 33 hutan tanaman rakyat (28.998,61 hektare untuk 3.441 KK), enam pengakuan dan perlindungan kemitraan kehutanan seluas 1.461,93 hektare untuk 279 KK.

Kelompok Batin Sembilan yang menerima SK pada waktu itu adalah KTH Lamban Jernang -Sungai Kelompang, Kelompok Tanding (17 KK), dan Kelompok Gelinding (10 KK).

Awalnya, masyarakat Batin Sembilan terbiasa dengan ketergantungannya terhadap sumber daya hutan. Mereka mencari ikan di sungai-sungai kecil, mencari madu, getah damar, getah jelutung, dan sejenisnya, atau yang dimaksud dengan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK).

Kini, dengan skema Perhutanan Sosial, banyak hal yang dapat dimanfaatkan oleh warga indigenous people ini.

KTH Lamban Jernang memiliki demplot seluas 1 hektare. Demplot ini, sebagai percontohan, ditanami karet. Selain juga pengembangan agroforestry sejenis kebun campur . Dimana banyak jenis tumbuhan dapat diatanam dan dimanfaatkan hasilnya. Sepeti jengkol, petai, durian, alpukat, pisang, dan nenas.

Bibit-bibit ini disediakan oleh PT REKI. Warga pun dapat mengajukan penyediaan bibit lain, jika menurut mereka bibit itu layak dan dapat menghasilkan.

“Ini adalah cara terbaik, saat ini, yang dapat digunakan oleh pengelola dan warga Batin Sembilan untuk hidup berdampingan dan saling mendukung perbaikan dan pelestarian kawasan hutan,” kata Muchtalutfi dari Community Development Division PT REKI.

Skema Perhutanan Sosial ini, membuat keterikatan antar pengelola dan masyarakat, Pada tahun 2021, misalnya, KTH Jernang Lamban sepakat untuk membentuk Community Wardens dengan tujuan untuk menjaga kawasan hutan dari perambahan, penebangan, perburuan satwa liar dan pembakaran lahan.

Selain itu, masyarakat pun mendapatkan fasilitas kesehatan di Klinik Hutan Harapan, dan fasilitas pendidikan bagi anak-anak mereka di Sekolah Bersamo Hutan Harapan.

“Jika kita dapat bekerjasama, maka hasilnya akan lebih baik,” kata Muchtalutfi.*

avatar

Redaksi