Memastikan Jalur Sungai Untuk Angkutan Batu Bara
Ekonomi & Bisnis, Lingkungan & Krisis Iklim, Resonansi
April 3, 2023
Jon Afrizal
BATU bara kembali jadi polemik di Provinsi Jambi. Sejak pemerintah men-stop angkutan batu bara untuk tidak menggunakan jalur jalan raya beberapa waktu lalu, kini, bongkahan energi fosil itu kembali (akan) diperbolehkan melintasi jalan raya, baik itu Jalan Nasional, Jalan Provinsi, maupun Jalan Kabupaten/Kota.
Alasan yang tidak nalar, jika berlandaskan pada bahwa beberapa ruas jalan yang rusak kini telah diperbaiki. Tetapi, itu kondisi yang terjadi hari ini.
Meskipun senyatanya, jalur sungai, yakni Sungai Batanghari dapat digunakan untuk keperluan ekspor batu bara itu. Tetapi, hanya beberapa perusahaan yang menggunakannya. Banyak dari perusahaan memilih untuk menggunakan jalur jalan raya. Inilah faktor utama kemacetan di banyak wilayah yang dilintasi oleh truk-truk angkut batu bara.
Persoalan utama adalah biaya yang bakal meningkat lebih dari 50 persen bagi perusahaan, jika menggantikan penggunaan jalur angkut jalan raya, menjadi jalur sungai. Tetapi, toh, angkutan batu bara yang kini beroperasi adalah angkutan sewaan perusahaan.
Provinsi Jambi sendiri memiliki 18 Terminal Khusus (TUKS) batu bara pada tahun 2019, menurut Kementrian ESDM. Umumnya, angkutan dari mulut tambang terfokus di pelabuhan bongkar muat Talang Duku, Kabupaten Muaro Jambi.
Persoalan yang terlalu lama untuk diselesaikan. Jika melihat bahwa ekspor batu bara sedang “meningkat drastis”.
Dengan artian, bahwa dana bagi hasil, dana jaminan reklamasi, dan lain sebagainya telah diperoleh oleh pemerintah daerah.
Namun, tetap saja keengganan untuk menerapkan jalur sungai sebagai jalur sementara tidak dilakukan. Terlebih, jika melihat bahwa, faktanya, jalur khusus angkutan batu bara saat ini belum dapat digunakan.
Jika pun pemerintah tetap memaksakan penggunaan jalan raya, maka, persoalan macet berkepanjangan yang dialami banyak pengguna jalan, entah sampai kapan dapat diurai.
Maka, penggunaan jalur sungai adalah mendesak. Sebab, dari tiga kabupaten penghasil batu bara; Batanghari, Sarolangun, Tebo belumlah mencapai “titik klimaks” penggalian, dan akan terus melanjutkan penggalian hingga beberapa tahun ke depan. Dan, ketiga kabupaten itu dilintasi oleh Sungai Batanghari, dengan panjang sekitar 800 kilometer itu, menuju pelabuhan bongkar muat Talang Duku.
Dan, akan selalu terbuka ruang konflik sosial. Antara supir truk yang hanya bertugas untuk mengangkut batu bara dengan pengguna jalan raya.
Sementara, harus disadari bahwa keuntungan langsung yang didapat banyak orang terkait batu bara, tentu saja adalah aliran tenaga listrik dari PLN, yang hingga hari ini masih sangat bergantung terhadap batu bara.
Sedangkan kerugian yang didapat, adalah, persoalan-persoalan seperti waktu yang lebih lama dalam bepergian, korban nyawa yang berjatuhan, dan emosi yang tidak terkendali.*