Konflik Lahan Di Jambi Semakin Kusut
Lingkungan & Krisis Iklim
July 24, 2025
Junus Nuh/Kota Jambi

Serikat petani di Jambi. (credits: KPA)
PERPRES No.5/2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan memberikan persoalan lain. Berdasarkan rilis dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) wilayah Jambi yang diterima Amira, pemerintah saat ini tengah berusaha untuk mengambil alih lahan-lahan perkebunan masyarakat yang telah digarap dan dimiliki oleh masyarakat sejak lama.
Sebab, kebijakan penertiban kawasan hutan yang dilakukan oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) di Provinsi Jambi kontraproduktif dengan upaya penyelesaian konflik agraria.
Ini dapat dilihat dari lokasi-lokasi yang menjadi target Satgas PKH. Dimana lokasi-lokasi ini adalah titik tempat masyarakat berkonflik sejak lama dengan perusahaan-perusahaan yang bergerak skala besar.
“Di bidang Hutan Tanaman Industri (HTI) seperti PT Wira Karya Sakti (WKS), misalnya,” kata Sadli dari Serikat Tani Tebo, Selasa (22/7).
Seharusnya, katanya, apa yang dilakukan pemerintah saat ini, lebih berfokus untuk melakukan penyelesaian konflik agraria yang terjadi, dan bukan malah memperkeruh konflik.
“Pemerintah enggan melihat secara historis penguasaan dan kepemilikan tanah tanah rakyat,” sambung Erizal dari Persatuan Petani Jambi (PPJ).
Di Provinsi Jambi, KPA mencatat Satgas PKH secara sepihak telah melakukan aksi “palangisasi” di beberapa kampung dan desa. Ironisnya, lokasi-lokasi tersebut sudah berstatus Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA). Dimana saat ini proses penyelesaian konfliknya tengah berlangsung, yang melibatkan Kementerian terkait.
“KPA mendesak kepada pemerintah untuk menghetikan segera aktifitas Tim Satgas PKH ini. Sebab, akan menimbulkan bencana bagi banyak orang, yang akan kehilang mata pecaharian, penghidupan dan tempat tinggal,” kata Frans Dodi Tarumanegara, Koordinator KPA wilayah Jambi.*

