Lagi, Masyarakat Sukoawin Jaya Tuntut Lahan
Lingkungan & Krisis Iklim
July 3, 2024
Junus Nuh/Sekernan, Muarojambi
Kelompok Tani Napal Abadi II, di areal yang mereka tuntut. (credits: Junus Nuh/amira.co.id)
BERLARUT-LARUTNYA penyelesaian konflik lahan di areal PT Rimba Hutani Mas (RHM) di Desa Sukoawin Jaya Kecamatan Sekernan Kabupaten Muarojambi, membuat masyarakat berdemonstrasi mendatangi perusahaan. Mereka menuntut agar perusahaan yang bergerak di sektor hutan tanaman industri (HTI) ini untuk melepaskan areal mereka.
Demonstrasi ini diikuti oleh sekitar 30-an petani. Mereka berorasi di depan “pos merah” sejak dari pukul 09.00 WIB hingga 10.00 WIB.
“Kami menuntut realisasi dari pertemuan-pertemuan sebelumnya, dimana KLHK akan melakukan verifikasi (ulang) terhadap lahan yang berkonflik ini,” kata Saipudin ketua kelompok tani Napal Abadi II, Selasa (2/7).
Selain itu, katanya, 260 anggota kelompok tani ini pun akan menanam di areal yang mereka nyatakan sebagai haknya, pada hari ini.
Setiadi, humas PT RHM mengatakan, persoalan ini sekarang masih dibahas di KLHK. Terutama terkait kemitraan dengan kelompok tani.
“Tapi kami melakukan Nota Kesepahaman Kerjasama (NKK) dengan Kelompok Tani Napal Abadi. Sekarang ada lagi Kelompok Tani Napal Abadi II,” kata Setiadi.
Namun, katanya, dalam waktu dekat tim dari KLHK akan ke lokasi untuk melakukan verifikasi. Kendati, ia tidak menyebutkan dengan jelas kapan waktunya.
Masyarakat melakukan aksi damai di “pos merah” areal PT RHM. (cerdits: Junus Nuh/amira.co.id)
Meskipun, tidak ada pelarangan bagi petani untuk ke areal mereka dana bercocok tanam. Namun, terjadi sedikit insiden, ketika security perusahaan melarang petani untuk melewati portal.
Di areal itu, para petani menanam umbi-umbian agar dapat cepat dipanen.
Di areal para petani ini, juga terdapat kelompok lain yang bertanam sawit, yang masuk ke dalam areal PT RHM. Pada hari itu juga, tumbuhanan sawit berusia sekitar enam bulan hingga 1 satu tahun itu dibersihkan dengan cara dicabut oleh pihak perusahaan.
Catatan Persatuan Petani Jambi (PPJ) menyebutkan konflik di wilayah ini telah terjadi sejak tahun-tahun awal PT RHM beroperasi di sini. Namun konflik tidak kunjung selesai, hingga saat ini.
“Tuntutan petani tetap sama, yakni areal seluas 1.464 hektare,” kata ketua PPJ, Erizal.
Sehingga, katanya, kelompok yang ada saat ini adalah melanjutkan perjuangan kelompok sebelumnya.
Areal seluas 1.464 hektare yang dituntut petani ini berada di dua kabupaten; Muarojambi dan Tanjungjabung Barat.
Kelompok Tani Napal Abadi telah menandatangani Kesepakatan Kerjasama Kemitraan Kehutanan dengan PT RHM pada tanggal 17 November 2022 lalu. Setelah dilakukan verifikasi dari tim KLHK sewaktu itu, maka dari 563 anggota berubah menjadi 211 KK.
Sementara areal tuntuan awal yakni 1.464 hektare, setelah diverifikasi, berubah menjadi 494 hektare. Lalu berkurang terus menjadi 298 hektare dengan bentuk tanaman eucaliptus yg dimitrakan.
Tetapi, panen eucalyptus hanya satu kali dirasakan oleh petani. Yakni pada tahun 2023. Setelah tahun 2024, tidak dilakukan lagi.
Meskipun telah dua tahun berjalan, hingga saat ini, petani belum mengantongi SK kemitraan dalam skema Perhutanan Sosial (PS) ini, dari KLHK.
“Akibatnya, masyarakat kembali bergerak menuntut lahannya,” kata Erizal.
Mengutip Ringkasan Publik PT. RHM 2024, perusahaan ini memiliki izin seluas 35,814.20 hektare. Dengan ijin konsesi melalui SK Menteri Kehutanan nomor 689/Menhut-II/2010 tanggal 13 Desember 2010, PT RHM beroperasi di Kabupaten Tanjungjabung Barat, Batanghari, dan Muarojambi Provinsi Jambi.
Selain itu, perusahaan memiliki kebijakan pembangunan sosial masyarakat yang tertuang dalam program kelola sosial, berupa program pemberdayaan masyarakat desa sekitar hutan.
Arah dari program tersebut adalah terjadinya minimalisasi konflik dengan masyarakat. Baik konflik pemanfaatan hasil hutan maupun konflik kawasan hutan. Serta, mendorong terciptanya kondisi masyarakat yang mandiri dalam membangun wilayah desanya.
Jika kebijakan ini telah terlaksana dengan baik, maka tidaklah mungkin petani berdemonstrasi kembali.*