Inovasi Gambir Di Areal Restorasi Ekosistem
Ekonomi & Bisnis
October 25, 2025
Jon Afrizal/Masai Rusa, Batanghari

Buah tanaman Gambir di lahan PKS Gapoktan Pematang Telang. (credits: Jon Afrizal/amira.co.id)
ANGGOTA Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Pematang Telang selalu berinovasi. Setelah dinyatakan sah melalui pola Naskah Kesepakatan Kerjasama (NKK) dengan PT Restorasi Ekosistem Indonesia (Reki), sekitar dua tahun lalu, kelompok yang terdiri dari 35 orang ini semakin serius untuk mengelola kawasan yang ditetapkan untuk mereka kelola.
Getah gambir (: gambier) adalah produk yang sekarang ingin mereka kembangkan. Dan, telah berproduksi perdana.
Bayu Sasmita, Pengurus Gapoktan Pematang Telang mengatakan kelompok ini mengelola lahan seluas 126 hektare melalui Perjanjian Kerja Sama (PKS). Dimana seluas 10,5 hektare telah dicoba untuk ditanami gambir (genus Uncaria).
Yakni tanaman perdu yang hasilnya telah lama digunakan di Nusantara sebagai bahan untuk nyirih. Sebuah budaya yang tak terlepas dari ritual budaya “Sirih Pinang” ala Orang Melayu.
Tom Pires dalam “Suma Oriental” pun telah menjelaskan budaya ini.
Yang, dapat dikutip dengan arti yang kira-kira adalah, “Nyirih membantu pencernaan, menenangkan otak, memperkuat gigi, sehingga pria yang mengunyahnya biasanya punya gigi yang utuh, tidak ada yang ompong, bahkan sampai usia 80 tahun. Mereka yang nyirih memiliki napas harum, dan jika sehari saja tidak nyirih maka napas mereka menjadi amat bau.”
Budaya itu telah lama ditinggalkan, karena kolonial Belanda mengganggap ini adalah budaya yang, ehm, lumayan “unik”. Seseorang yang menyirih selanjutnya akan meludah, dan tindakan ini dianggap tidak polite bagi budaya Barat.
Tapi kini, gambir lebih banyak digunakan untuk dunia industri manufaktur. Gambir adalah bahan penting untuk penyamak kulit, dan juga sebagai pewarna.
Sedangkan di dunia kesehatan, gambir yang mengandung catechin, dapat digunakan sebagai antioksidan. Sehingga, kutipan dari Tom Pires tadi, adalah mendekati kebenaran.
“Sebanyak enam anggota kami telah mengupayakan tanaman gambir sebagai agroforestry,” katanya Bayu.
Meskipun masih percobaan, tapi telah berproduksi, dengan panen perdana. Anggota kelompok pun telah memprosesnya menjadi seperti balok-balok kecil yang siap jual, yang biasa disebut dengan sebutan “Getah Gambir” atau betel bite (plan masala).
“Ini baru panen perdana, dan belum dapat kami jual, karena masih menunggu hasil yang lebih banyak untuk dijual,” katanya.

Getah Gambir kering padat produksi Gapoktan Pematang Telang. (credits: Jon Afrizal/amira.co.id)
Ia mengatakan, untuk mengolah gambir, kelompok mereka telah membuat alat sederhana, seperti tungku dan cetakan.
Daun dan ranting pohon gambir dipangkas, Untuk panen pertama, mereka telah menghasilkan sebanyak 50 kilogram getah gambir.
Setelah dipangkas, daun-daun dan ranting itu dikukus dengan menggunakan tungku api.
Tungku api, yang mereka buat, pun telah menggunakan limbah berupa oli bekas, dan tidak menggunakan kayu.
Setelah dikukus selama 1 jam. Lalu, daun-daun dan ranting yang masih basah itu akan berkurang beratnya menjadi hanya 5 kilogram saja.
Proses selanjutnya, adalah meniriskan airnya selama 1 hari 1 malam. Selanjutnya, daun-daun dan ranting yang telah mengering, akan berkurang beratnya menjadi hanya 2 kilogram saja.
Lalu, masuklah pada proses pencetakan, dengan menggunakan cetakan kayu, dan dicetak menjadi berbentuk balok-balok kecil, berwarna kuning kecoklatan, dan hampir mirip dengan gula merah.
“Kami baru perdana. Untuk yang panenan kedua, akan kami jual ke pengepul di Sumatera Barat,” katanya.
Namun, para petani sudah seharusnya dapat memangkas biaya transportasi. Dengan kemudahan internet saat ini, kelompok tani pun akan lebih maksimal untuk bertemu langsung dengan calon pembeli, dan memutus rantai pasar yang terlalu panjang.
Penjualan di toko-toko online, dapat saja menjadi solusinya. Tentunya dengan trik penjualan yang sedikit lebih baik, yakni kemasan sederhana, dengan tertera nama KTH dan arealnya, serta izin dari instansi terkait jika diperlukan.
Jika sudah demikian, maka tidak perlu lagi menungu terlalu lama. Kelompok tani, dapat saja dibuatkan akun di toko-toko online, dan langsung bertemu dengan calon pembeli.
Anggaplah sejenis tes pemasaran. Sembari menunggu panenan yang lebih banyak lagi.
Harga gambir kering sangat bervariasi, dan sangat bergantung dengan bentuk dan kualitasnya, juga kemasannnya.
Mengutip Tokopedia, per Oktober 2025, harga tertinggi untuk gambir kering padat adalah IDR 100.000 per kilogram.
Selain itu, terdapat pula produk “teh daun gambir” dengan harga tertinggi IDR 19.000 per 100 gram. Pun juga terdapat gambir bubuk (powder) dengan harga tertinggi IDR 162.500 per kilogram.
Tetapi, jika telah diolah menjadi minyak, maka harga akan meningkat tinggi. Untuk satu botol minhyak gambir ukuran 20 miligram atau 30 miligram, harga minyak gambir tertinggi IDR 40.000 per botol.
Mengutip Hello Sehat, gambir memiliki manfaat untuk kesehatan bagi tubuh manusia. Diantarnaya, adalah, mengkontrol kadar gula darah, mengobati diare, mengurangi risiko kanker, menurunkan risiko penyakit jantung, mencegah asma, mengobati gastritis, menjaga kesehatan mulut dan gigi, dan, menjaga imun tubuh.
Sementara bagi areal restorasi ekosistem, gambir dapat menjadi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Sekaligus, dapat menjadi ekonomi altenatif bagi warga di areal itu.
Dan, dari sekian banyak ide yang terkumpul itu, tentu akan berubah menjadi “Aksi Iklim” yang nyata, dan bermanfaat bagi banyak orang.*
