Cerita Kulit: Tato
Budaya & Seni
October 10, 2024
Jon Afrizal
Whang-od, mambabatok (ahli tato tradisional Kalinga) terakhir di Filipina, sedang melakukan tato batek tradisional. (credits: wikicommons)
“Tattoo You” adalah album studio keenam belas dari Rolling Stones, band rock Inggris. dirilis pada 24 Agustus 1981, dengan lagu hits berjudul “Start Me Up”. Cover album ini adalah seorang pria dengan bagian wajah dan leher yang penuh dengan tato.
SEJAK kapan tato (rajah di kulit) dimulai dan ada di peradaban manusia, adalah tidak mudah untuk menjawabnya. Diperkirakan, tato telah ada jauh sebelum sejarah tulisan atau peninggalan arkeologi.
Bukti paling awal tentang tato yang diketahui pada saat ini, adalah sebuah tato kuno pada sisa-sisa manusia yang dikenal sebagai Manusia Es. Ditemukan di perbatasan Italia dan Austria, Manusia Es diperkirakan berusia sekitar 5.200 tahun.
Mumi Mesir kuno, megutip medermislaserclinic, menjadi contoh lain dari beberapa tato paling awal yang diketahui. Dua mumi, satu laki-laki, dan satu perempuan, berasal dari suatu tempat antara tahun 3932 dan 3030 SM.
Tato mumi laki-laki tampak seperti gambar banteng atau hewan serupa, sedangkan mumi perempuan berbentuk beberapa huruf S.
Mumi perempuan lain dari sejarah Mesir yang sedikit lebih baru juga ditemukan memiliki tato. Yang menunjukkan bahwa mungkin tato merupakan praktik yang sebagian besar dilakukan oleh perempuan.
Selain itu, banyak patung dan bentuk karya seni lain dari periode yang sama tampaknya menggambarkan perempuan dengan tato. Peralatan perunggu yang diidentifikasi sebagai peralatan tato primitif ditemukan di Mesir utara, yang tampaknya menunjukkan bahwa tato secara aktif dipraktikkan di seluruh Mesir kuno.
Para sejarawan yakin bahwa tato Mesir kuno dibuat dengan menggunakan alat yang memiliki ujung tajam yang terpasang pada gagang kayu. Alat lain yang kemungkinan besar digunakan termasuk seperangkat instrumen perunggu yang agak mirip jarum pipih dan lebar.
Di Samoa dan budaya Polinesia lainnya, tato secara tradisional dibuat dengan mengetukkan jarum ke kulit dengan palu. Prosesnya seringkali melelahkan dan menyakitkan, dan risiko infeksi yang berpotensi mematikan.
Sementara di kepulauan Indonesia, terdapat dua wilayah masyarkat yang terbiasa dengan tradisi tato. Yakni masyarkat Mentawai di Sumatra, dan Dayak di Kalimantan.
Seni tato di Mentawai, mengutip kemenparekraf, telah ada sejak 1.500 Sebelum Masehi (SM). Rajah dilakukan secara turun-temurun oleh suku Mentawai.
Seni rajah di Mentawai sangat jauh dari kesan modern. Sebelum memulai merajah, sipatiti (penato) terlebih dahulu akan melakukan upacara bersama dengan sikerei. Kemudian sipatiti mulai membuat gambar kasar pada bagian tubuh yang akan ditato.
Selanjutnya, proses rajah dilakukan dengan menggunakan jarum yang secara tradisional terbuat dari kayu. Kulit tubuh akan dipukul secara perlahan menggunakan tongkat kayu untuk memasukkan pewarna ke dalam kulit.
Tato pada tubuh seorang laki-laki Dayak. (credits: Tropen Museum)
Tato Mentawai menggunakan pewarna alami. Yakni warna yang berasal dari campuran daun pisang dan arang tempurung kelapa.
Setiap tato Mentawai dibuat dalam bentuk yang berbeda-beda, sesuai dengan peran setiap orang dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, gambar tato bagi laki-laki akan berbeda dengan gambar tato untuk perempuan.
Umunya, gambar tato pada tubuh laki-laki berbentuk garis warna hitam melengkung. Yang dimulai dari bahu kanan hingga bahu kiri yang melambangkan anak panah, atau gambar binatang buruan.
Sedangkan, perempuan Mentawai memiliki tato bergambar subba (tangguk). Ini digambarkan karena sesuai dengan peran mereka yang pergi menangkap ikan di sungai.
Sementara itu, gambar atau motif tato bagi masyarakat lokal yang berperan sebagai pemburu maupun sikerei juga akan berbeda. Seorang pemburu menggunakan tato sesuai dengan binatang hasil tangkapannya. Seperti babi, rusa, monyet, burung, atau buaya.
Sedangkan seorang sikerei umumnya memiliki tato bintang Sibalu-balu pada tubuhnya.
Tradisi tato Dayak, mengutip RRI, dapat ditelusuri hingga ribuan tahun yang lalu. Yakni ketika suku Dayak masih hidup dalam harmoni dengan alam Kalimantan yang subur.
Praktik tato tidak hanya terbatas pada estetika, tetapi juga sebagai penanda penghargaan terhadap alam dan upaya untuk menjaga keseimbangan antara manusia dan lingkungan.
Tradisi tato Dayak melibatkan proses yang kompleks dan penuh makna. Tato dibuat dengan teknik pemahatan kulit menggunakan alat tradisional seperti tusuk bambu atau taring hewan.
Alat tusuk kulit ini diisi dengan campuran alami seperti arang kayu atau zat pewarna dari tumbuhan lokal.
Setiap motif dan pola memiliki arti yang dalam. Tato mewakili status sosial, pencapaian dalam kehidupan, atau peringatan akan sejarah leluhur.
Pada zaman modern, praktik tato Dayak tetap hidup dan dihargai sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas budaya suku Dayak.
Meskipun, pengaruh globalisasi dan perubahan sosial telah mempengaruhi cara tato Dayak. Yang dipraktikkan dan diterima di dalam dan di luar masyarakat Dayak.
Budaya tato adalah budaya global dan sejak lama. Tato tidak terbatas pada saat wilayah atau benua saja, melainkan hadir di banyak tempat, di banhyak kelompok masyarakat, sejak lama.
Tentunya, dengan pemaknaan yang orisinil bagi setiap kelompok masyarakat yang mempraktekanya.*