Bara Api Di Gaza (1)
Daulat
June 23, 2025
Junus Nuh

Lukisan Dawud melawan Jalut, pada Stories of the Prophets di manuskrip Persia, tahun 1580. (credits: Public Domain)
Gaza berada di jalur pantai. Pada masa maritim kuno, Gaza adalah jalur laut bagi rute perdagangan Mediterania. Wilayah ini telah dihuni selama ribuan tahun dan diperebutkan oleh banyak penguasa. Termasuk; Firaun Mesir, Babilonia, Filistin, dan Alexander Agung; yang mengepung dan merebut Kota Gaza. Berikut adalah sejarah singkat perang di Gaza, dalam dua tulisan, untuk pembaca Amira.
JALUR Gaza adalah lokasi bertemunya benua Asia dan Afrika, dan menjadi pusat perdagangan di zaman kuno. Gaza menjadi bagian dari konfederasi Filistin dari lima kota di sepanjang dataran pantai.
Demikian jika merujuk Alkitab, dimana pertempuran Raja David dan Goliat termasuk didalamnya.
Pada beberapa abad selanjutnya, bangsa Romawi, Mongol, Tentara Salib dan kemudian Napoleon menaklukannya. Kekristenan menyebar di sana, terlihat dari komunitas Kristen kecil di Gaza yang masih ada, dan, pada 1.400 tahun yang lalu tentara Muslim menyerang Gaza.
Kemudian, Gaza menjadi bagian dari Kekaisaran Ottoman pada abad ke-16 hingga tahun 1917. Kekuasaan Ottoman berakhir di sana, ketika Gaza diambil alih oleh pasukan Inggris selama Perang Dunia I. Dan ini kemudian menjadi bagian dari Mandat Inggris Palestina.
Selama satu abad terakhir, Gaza beralih dari Inggris ke Mesir ke pemerintahan militer Israel. Dan kini Gaza menjadi wilayah “kantong berpagar” yang dihuni oleh sekitar 2,3 juta warga Palestina, kebanyakan dari mereka adalah pengungsi.
Mengutip Reuters, pada tahun 1948, di akhir pemerintahan Inggris di Gaza, kekerasan meningkat antara orang Yahudi dan Arab. Puncaknya adalah pada perang bulan Mei 1948 antara Negara Israel yang baru dibentuk dengan Arab.
Puluhan ribu warga Palestina mengungsi di Gaza setelah melarikan diri atau diusir dari rumah mereka dalam pemindahan massal yang dikenal oleh warga Palestina sebagai “Nakba”, yang berarti “bencana” dalam bahasa Arab. Tentara Mesir yang menyerang telah merebut jalur pantai sempit sepanjang 40 kilometer, dari Sinai ke selatan Ashkelon.
Masuknya pengungsi membuat populasi Gaza bertambah tiga kali lipat, menjadi sekitar 200.000 jiwa.
Selanjutnya, pada dekade 1950-an hingga 1960-an, militer Mesir menguasai Jalur Gaza, dan memungkinkan warga Palestina untuk bekerja dan belajar di Mesir. “Fedayeen” Palestina bersenjata, yang banyak dari mereka adalah pengungsi, kemudian melakukan serangan ke Israel, untuk menuntut balas.

Lukisan “Tabut dibawa ke Yerusalem” pada Alkitab tahun 1896. (credits: Providence Lithograph Company)
Lalu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendirikan United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA). Yakni badan pengungsi, yang saat ini menyediakan layanan untuk 1,6 juta pengungsi Palestina yang terdaftar di Gaza, serta untuk warga Palestina di Yordania, Lebanon, Suriah, dan Tepi Barat.
Selanjutnya, Israel merebut Jalur Gaza dalam perang Timur Tengah 1967. Sensus Israel pada tahun itu menyatakan populasi Gaza berjumlah 394.000 jiwa, dimana 60 persennya adalah pengungsi.
Dengan perginya orang Mesir, maka banyak pekerja Gaza mengambil pekerjaan di industri pertanian, konstruksi dan jasa di dalam Israel, yang mereka bisa mendapatkan akses mudah pada waktu itu. Pasukan Israel tetap untuk mengelola wilayah itu dan untuk menjaga permukiman yang dibangun Israel dalam beberapa dekade berikutnya. Ini membuat berkembangnya kebencian Orang Palestina.
Dua puluh tahun setelah perang 1967, Palestina melakukan “Intifada Pertama”. Yang dimulai pada Desember 1987 setelah kecelakaan lalu lintas dimana sebuah truk Israel menabrak sebuah kendaraan yang membawa pekerja Palestina ke kamp pengungsi Jabalya Gaza. Kecelakaan itu menewaskan empat orang.
Protes, pemogokan, penutupan, dan diikuti dengan pelempar batu, sebagai senjata Orang Palestina kepada Israel, pada “Intifada Pertama”.
Selanjutnya, Ikhwanul Muslimin yang berbasis di Mesir membuka cabang kelompok bersenjata di Palestina, yakni “Hamas”, dengan basis kekuatan di Gaza. Hamas, didedikasikan untuk menghancurkan Israel, dan pemulihan kekuasaan Islam dalam apa yang dilihatnya sebagai Palestina yang diduduki.
Hamas pun menjadi saingan Palestinian Liberation Organization (PLO) yang dipimpin oleh Yasser Arafat.
Lalu, Israel dan Palestina menandatangani perjanjian damai pada tahun 1993, yang mengarah pada pembentukan Otoritas Palestina. Di bawah kesepakatan sementara itu, warga Palestina untuk pertama kali diberi kendali terbatas di Gaza, dan Jericho di Tepi Barat.
Yasser Arafat pun kembali ke Gaza, setelah puluhan tahun di pengasingan.

Intifada pertama tahun 1986. (credits: Public Domain)
Perjanjian Oslo memberi Otoritas Palestina yang baru dibentuk untuk membentuk beberapa otonomi, dan membentuk pemerintah setelah lima tahun. Namun, sayangnya, itu semua tidak pernah terjadi.
Israel menuduh Palestina mengingkari perjanjian keamanan. Sebaliknya, orang Palestina marah dengan pembangunan permukiman Israel yang terus berlanjut.
Hamas dan Jihad Islam melakukan pemboman untuk mencoba menggagalkan proses perdamaian. Ini menyebabkan Israel memberlakukan lebih banyak pembatasan pergerakan warga Palestina keluar dari Gaza.
Kemudian Hamas menggunakan kritik yang berkembang pada Orang Palestina, terkait korupsi, nepotisme dan salah urus ekonomi pada lingkaran Yasser Arafat.
Pada tahun 2000, hubungan Israel-Palestina merosot ke titik terendah, dengan pecahnya “Intifada Kedua”. Kondisi ini membawa kepada periode “bom bunuh diri” dan serangan penembakan oleh warga Palestina.
Lalu, dibalas dengan serangan udara oleh Israel, pembongkaran, zona larangan bepergian dan jam malam.
Bandara Internasional Gaza, sebagai simbol harapan Orang Palestina menjadi korban serangan udara. Yang menggagalkan kemerdekaan ekonomi, dan, cara satu-satunya Palestina terhubung langsung dengan dunia luar yang tidak dikendalikan oleh Israel atau Mesir.
Bandara yang dibuka pada tahun 1998 ini dianggap sebagai ancaman keamanan oleh Israel. Lalu, Israel pun menghancurkan antena radar dan landasan pacu bandara, beberapa bulan setelah serangan 11 September 2001 di Amerika Serikat.
Korban lainnya adalah industri perikanan Gaza. Sebagai sumber pendapatan bagi puluhan ribu orang.
Zona penangkapan ikan Gaza dikurangi oleh Israel. Dimana pembatasan dinyatakan perlu dilakukan untuk menghentikan kapal penyelundup senjata.*

