Blokade: Anak-Anak Di Gaza Kelaparan

Daulat

May 9, 2025

Natasha Indreswari

Seorang anak di reruntuhan sebuah gedung di Jalur Gaza. (credits: UNICEF)

DUA bulan terakhir ini, adalah masa terberat bagi anak-anak di Jalur Gaza. Mereka harus menghadapi  menghadapi pemboman tanpa henti, dan kehilangan harta benda milik keluarganya. Mereka hidup dalam blokade, yang mengurangi layanan dan perawatan medis.

“Anak-anak di Jalur Gaza menghadapi meningkatnya risiko kelaparan, penyakit dan kematian. Dan, tidak ada pembenaran atas situasi ini,” kata Direktur Eksekutif UNICEF, Catherine Russell, dalam press release tertanggal 2 Mei 2025.

Keluarga mereka, katanya, sedang berjuang untuk bertahan hidup. Mereka terjebak, tidak dapat melarikan diri untuk mencari keselamatan.

Tanah yang mereka gunakan untuk bertani telah hancur. Laut yang mereka gunakan untuk memancing telah dibatasi.

Selain itu, toko-toko roti tutup, produksi air menurun, dan rak-rak barang dagangan di pasar terdekat hampir tidak ada isinya.

“Hanya satu cara untuk menyelamtkan mereka, yakni: bantuan kemanusiaan. Itupun kini telah hampir habis,” katanya.

Warga sipil menunggu bantuan kemanusian. (credits: EPA)

Menurutnya, dalam sebulan terakhir, lebih dari 75 persen rumah tangga telah meghadapi krisis air bersih. Mereka tidak memiliki cukup air untuk diminum, tidak dapat mencuci tangan saat dibutuhkan, dan sering terpaksa untuk tidak mandi.

Vaksin mulai habis, dan penyakit menyebar dengan cepat. Terutama diare berair akut, yang sekarang menyumbang 1 dari setiap 4 kasus penyakit yang tercatat di Gaza. Sebagian besar penderita adalah anak-anak di bawah usia 5 tahun.

Malnutrisi juga meningkat. Lebih dari 9.000 anak telah dirawat untuk pengobatan kekurangan gizi akut sejak awal tahun. Ratusan anak-anak yang sangat membutuhkan perawatan tidak dapat mengaksesnya karena ketidakamanan dan perpindahan.

“Hukum humaniter internasional mengharuskan pihak berwenang untuk memastikan bahwa penduduk di bawah kendali mereka diperlakukan secara manusiawi. Ini tidak hanya mencakup memastikan bahwa warga sipil memiliki makanan, obat-obatan, dan persediaan penting yang mereka butuhkan, tetapi juga memastikan kebersihan yang memadai dan standar kesehatan masyarakat,” katanya.

Sehingga, katanya, semua pihak yang terlibat dalam konflik harus mengizinkan dan memfasilitasi perjalanan bantuan kemanusiaan yang cepat dan tidak terhalang. Dan mereka harus mengizinkan dan memfasilitasi semua entitas PBB yang relevan untuk melakukan kegiatan tersebut untuk kepentingan penduduk setempat.

“UNICEF tetap berada di Jalur Gaza, dan melakukan apa yang kami bisa untuk mendukung dan melindungi anak-anak,” katanya.

Tetapi blokade bantuan dan lebih dari 18 bulan perang telah mendorong anak-anak Gaza menuju jurang kehancuran.

“Cabut blokade, agar bantuan kemanusian dapat diakses oleh mereka yang membutuhkan,” katanya.

Gaza adalah tempat yang paling mematikan di seluruh dunia.Jalur Gaza telah diblokade Israel sejak tahun 2007. Dan juga telah mengalami eskalasi permusuhan berulang antara pasukan Israel dan kelompok-kelompok bersenjata Palestina.

Putaran terakhir permusuhan, yang dimulai pada Oktober 2023, telah menyebabkan tingkat kematian, kehancuran, dan penderitaan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dimana puluhan ribu kematian telah terjadi, ratusan sandera yang diambil dari Israel, dan pemindahan internal yang berulang dari sebagian besar warga Palestina.

Warga yang tidak memiliki tempat tinggal, makanan, layanan medis, air bersih, pendidikan, dan akses ke mata pencaharian telah menambah krisis. Warga sipil di sana menghadapi kondisi yang tidak layak untuk kelangsungan hidup manusia, tanpa tempat yang aman untuk berada di dalam Jalur Gaza atau kesempatan untuk melarikan diri ke luar, untuk sebagian besar durasi permusuhan yang meningkat.

Dan, atas persoalan ini, anak-anak, adalah korban dari tindakan politik “orang-orang dewasa” yang berkonflik. Sebagai korban perang, selayaknya mereka diselamatkan.*

avatar

Redaksi