Awasi “Pup” Kucing Peliharaan Anda

Hak Asasi Manusia

March 11, 2025

Jon Afrizal

Ilustrasi anak kucing. (credits: pexels)

SUATU pagi, misalnya, ketika anda baru saja bangun dari tidur, dan hidung anda seperti tersengat suatu bau yang khas dan tahan lama. Rupanya, kucing peliharaan milik tetangga telah buang air besar (bab) di pekarangan rumah anda.

Anda, tentu saja akan uring-uringan. Lalu, biasanya sambil ngedumel, anda berusaha membuang kotoran hewan yang menjadi kecintaan banyak orang itu.

Tetapi, seperti yang dinyatakan diawal tulisan ini, bau yang khas dan tahan lama, akan terngiang-giang di alat penciuman anda. Bahkan hingga lebih dari satu hari lamanya.

Anda, sebagai homo sapiens yang dilengkapi dengan akal dan pikiran, tentu saja tidak ingin melakukan sesuatu yang kasar terhadap pet itu.

Tetapi, jika ingin diselidiki lebih mendalam, apakah cat lovers telah menyediakan tempat eek bagi si hewan pengendus itu. Toh, senyatanya, para pecinta juga adalah homo sapiens.

Mungkin saja persoalan eek kucing ini adalah remeh temeh kehidupan.

Tetapi tidak bagi seseorang yang terpaksa harus membersihkan tokai hewan piaraan milik orang lain. Meskipun, pada pagi itu, ia bahkan belum melakukan aktifitas apapun untuk dirinya sendiri.

Terlebih, kucing adalah hewan yang mengikuti kebiasaan. Ia akan berkembali boker di tempat dimana ia sebelumnya boker. Kebayang khan persoalannya semakin ribet saja.

Harus diakui, kucing punya animal right untuk berkehidupan. Tetapi, tentunya, manusia juga punya human right untuk menghirup udara bersih, dan bebas dari bau busuk menyengat.

Jika sudah begitu, terpaksa para penyintas tokai kucing harus mengelus dada saja.

Sebab, di kultur masyarakat Melayu yang Islami, kucing kerap dinyatakan sebagai hewan kesayangan Nabi Muhammad SAW, dan Rasulullah pun, katanya, memelihara seekor kucing.

Tempat khusus untuk kucing pup. (credits: everypaw)

Padahal, secara spesifik, mengutip markazsunnah, tidak ada riwayat yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad memelihara kucing. Dan tidak ada pula riwayat yang menyebutkan bahwa hewan kesayangan Rasulullah adalah kucing.

Kenyataannya, mengutip detikhikmah, Pejabat Mufti Wilayah Persekutuan Malaysia pun menyatakan bahwa tidak ada satupun riwayat shahih yang menyebutkan bahwa Rasulullah pernah mempunyai atau memelihara seekor kucing. Pernyataan ini, tentunya, setelah melakukan analisa terhadap kitab-kitab hadits yang ada.

Meskipun, mengutip riwayat dari HR. al-Bukhari dan Muslim, “Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda: ada seorang wanita yang diazab karena seekor kucing yang dikurungnya hingga mati, wanita itu masuk neraka karenanya. Kucing itu tidak diberinya makan, tidak diberinya minum tidak pula dilepaskannya hingga dia bisa memakan hewan yang ada di tanah.”

Jelas, penyiksaan terhadap mahluk hidup, adalah perbuatan yang salah, dan, berdosa.

Lantas, bagaimana menyikapi persoalan kucing yang boker sembarang tadi.

Di Provinsi Jambi, telah ada aturan tentang hewan peliharaan. Yakni Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jambi nomor 14 tahun 2019 tentang “Penyelenggaraan ketentraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat”.

Pada Pasal 27 ayat (2) disebutkan, bahwa, “Setiap pemilik binatang peliharaan wajib menjaga hewan peliharaannya untuk tidak berkeliaran di lingkungan permukiman”.

Dan, pada Pasal 83 juga disebutkan, bahwa, “Setiap pelanggaran terhadap ketentuan dalam Pasal 27 ayat (2) akan dikenakan sanksi administrasi berupa; teguran, peringatan, pemulihan fungsi ruang, dan, denda administratif.”

Maka urusan “sesuatu yang berbau khas dan tahan lama” ini adalah termasuk ke dalam apa yang manusia modern menyebutnya sebagai: Tata Tertib Lingkungan.

Rakuten Insight Center (RIC) melakukan survey pada tahun 2021. Pada survei itu terlihat bahwa Indonesia adalah negara yang paling banyak memelihara kucing. Bahkan hingga 47 persen jika dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia. 

RIC pun pernah melakukan jajak pendapat di Indonesia terkait kepemilikan hewan peliharaan di Indonesia. Dari 10.442 responden, tercatat 67 persennya memiliki hewan peliharaan. Sementara, 23 persennya tidak dan 10 persennya mengaku pernah memiliki hewan peliharaan.

Kecintaan terhadap kucing telah ada sejak era lampau. Tivali, misalnya, adalah kucing dari ras abyssinian yang dipelihara oleh Cleopatra, penguasa Mesir pada tahun 50 hingga 10 sebelum masehi (SM).

Masyarakat Mesir kuno dikenal sangat memuja kucing. Ini dapat dirujuk melalui dewi Bastet, yang berwujud setengah kucing dan setengah manusia.

Bastet adalah simbol dari kekuatan melawan kejahatan. Dan juga, simbol kesuburan wanita.

Namun, ehm, tidak didapat catatan sejarah terkait apakah Tivali pernah pup di rumah tetangganya Cleopatra.

Ilustrasi membersihkan tubuh kucing. (creidts: Wiki How)

Atau, mungkin saja, para pembantu Cleopatra telah menyiapkan tempat khusus bagi Tivali. Agar tidak mengganggu stabilitas istana, karena tokai Tivali terinjak oleh kasut tamu istana, misalnya.

Memang, ada delapan manfaat memelihara kucing, mengutip alodokter. Termasuk manfaat: menjaga kesehatan otak, dan, memiliki kehidupan sosial yang lebih baik.

Tetapi, sudah sedari dulu kesepahaman banyak orang, bahwa, memelihara kucing adalah untuk “membunuh sepi”.

Satu kasus, seseorang yang bagian dari kittiers yang pernah ku jumpai. Ia, bahkan, menyediakan “pasir untuk duduk” bagi kucing kesayangannya, tepat di dalam kamarnya sendiri.

Tak terbayang, polusi udara yang terjadi di sana. Sayangnya, aku juga belum sempat bertanya, apakah indera penciumannya akan semakin tajam, karena mencium bau yang khas setiap harinya. Atau, mungkin, ia telah tidak dapat mencium bau apa-apa lagi.

Namun, kasus ini, telah mencerminkan adanya rasa tanggungjawab dari seorang pecinta.

Di dunia yang telah sangat modern pada saat ini, dimana pemukiman begitu padat, adalah lebih baik dan sangat berguna bagi pemilik untuk mengawasi hewan peliharaannya. Tidak hanya memberi makan saja, tapi juga menyediakan tempat “nongkrong” bagi kucing peliharaan.

Meskipun, dalam mitologi Melayu, kucing adalah guru Harimau Sumatera (panthera tigris) dalam ilmu memanjat, tapi, utamanya, janganlah hobi dan kesenangan seseorang menganggu kehidupan orang lain.

Atau, secara jelas dapat dikatakan; janganlah urusan tokai kucing mengganggu socio relationship antar sesama homo sapiens.*

avatar

Redaksi