Bagian Dari Jaringan Narkotika Internasional, Sipir Lapas Jambi Terancam Hukuman Mati
Hak Asasi Manusia
January 16, 2024
Junus Nuh/Kota Jambi
(: summitpsnews)
FA (27), aparatur sipil negara (ASN) Lapas kelas IIA Jambi, terancam hukuman mati. Ia terlibat dalam penyalahgunaan narkotika jenis sabu seberat 52,4 kilogram atau senilai IDR 50 miliar.
FA yang adalah warga Kelurahan Simpang IV Sipin, Kecamatan Telanaipura, Kota Jambi ini diamankan oleh Satresnarkoba Polresta Jambi diamankan di sebuah rumah di Jalan Kaca Piring 1, Kelurahan Simpang IV Sipin, Kecamatan Telanaipura, Kota Jambi, pada Minggu (7/1/2024). Penangkapan FA adalah hasil pengembangan dari penangkapan F alias A yang sebelumnya ditangkap di Jalan Raya Serang – Jakarta, Banten, dengan barang bukti 20 kilogram narkotika jenis sabu.
“Keduanya adalah bagian dari jaringan narkotika internasional dari Malaysia,” kata Kapolresta Jambi, Kombes Pol Eko Wahyudi dalam keterangan pers, Jumat (12/1) lalu.
Menurutnya, narkotika ini masuk ke Kota Jambi lewat jalur laut melalui wilayah Riau. Keduanya berencana narkotika ini untuk diedarkan di Pulau Jawa. Tetapi, berhasil digagalkan polisi.
“AF dan A dijanjikan upah sebesar IDR 10 juta per kilogram untuk mengantarkan narkotika ini ke Pulau Jawa. Sesuai peran, katanya, FA adalah penerima, dan A adalah kurir.
“Satu orang masih masih buron, berinisial R,” katanya.
Keduanya disangkakan dengan pasal 114 ayat (2) atau 112 ayat (2) Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup.
Sebelumnya, Kalapas kelas II A Jambi, Yunus Maraden Simangunsong mengatakan AF ditangkap saat sedang tidak tugas atau di luar jam dinas. Ia berdinas di bagian regu pengamanan (rupam).
“Saat ini kami tengah melakukan upaya usulan pemberhentian sementara terkait terkait kepegawaiannya, untuk mendukung proses hukum terhadapnya,” katanya.
Hukuman mati bagi pengedar narkotika, di Provinsi Jambi, tidak hanya kali ini saja. Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) Sudarmanto dan Noviana dari Kejaksaan Negeri Tanjungjabung Barat, telah menuntut Candra Sutan Mangkuto dan Yulfriadi; dua bandar narkotika jenis sabu seberat 30 kilograman dengan hukuman mati, pada persidangan di PN Kuala Tungkal Oktober 2023 lalu.
Keduanya dituntut hukuman mati sesuai dakwaan; primair pasal 114 ayat (2) juncto pasal 132 ayat (1) Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika, dan subsidair pasal 112 ayat (2) juncto pasal 132 ayat (1) Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika.
Sedangkan dua terdakwa lainnya; M Zicho dan Beni Prasetiya Purnama dituntut hukuman seumur hidup sesuai dakwaan; primair pasal 114 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, dan subsidair pasal 112 ayat (2) juncto pasal 132 ayat (1) Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Para terdakwa terbukti memiliki narkotika jenis sabu-sabu seberat 30 kilogram dan pil ekstasi 14.950 butir. Dan, para terdakwa memiliki peran masing-masing.
Mengutip mahkamahagung.go.id, hukuman mati, secara historis pertama kali ditentukan oleh Raja Hamurrabi dalam Codex Hamurrabi dari Babilonia pada abad ke-19.
Dalam Kovenan Internasional yaitu Declaration Universal of Human Rights (DUHAM) hukuman mati bertentangan dengan hak asasi manusia. Sehingga tidak lagi diperbolehkan, dan hukuman mati juga sudah usang, dan tidak memiki efek jera atau dapat mengurangi angka kejahatan yang terjadi.
Indonesia, mengakui eksistensi hak asasi manusia, yang tertuang dalam Undang-Undang nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia, dan amandemen Undang-Undang Dasar 1945 yang ke-2 dari pasal 28A-28J. Pada pokoknya membahas tentang hak asasi manusia.
Dan juga dipertegas dengan TAP MPR nomor XVII tahun 1998 tentang pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Namun, pengakuan hak asasi manusia tidak mengarah pada penghapusan hukuman mati, dan hukuman mati masih digunakan dan diakui di Indonesia. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) secara tegas mengatur tentang pidana mati sebagai pidana pokok.
Tetapi, terdakwa masih dapat melakukan upaya hukum untuk menghindari hukuman mati. Yakni berbentuk; banding, kasasi dan peninjauan kembali.
Sesuai mekanisme hukum yang berlaku di Indonesia, upaya hukum biasa dan luar biasa ini pun dapat diikuti oleh upaya permohonan pengampunan. Yakni berupa grasi, amnesti dan abolisi.*