Manifes Kesehatan Jurnalis

Hak Asasi Manusia

October 22, 2023

Jon Afrizal

KESEHATAN adalah aset. Sesuatu yang harus dijaga dengan baik, agar dapat digunakan untuk jangka panjang.

Sebagai aset, tidak semua orang memiliki nilai yang sama. Sebab kesehatan tubuh bergantung kepada faktor-faktor genetik, lingkungan dan cara hidup.

Beberapa orang memiliki penyakit bawaan sejak lahir. Beberapa yang lainnya terpaksa harus mengkonsumsi obat-obatan kimia selama bertahun-tahun.

Tak tertutup juga kemungkinan bagi para jurnalis. Mereka yang, terkadang harus meliput dan menuliskan kepada orang banyak tentang kesehatan.

Dan entah bagaimana, jika kita harus menulis tentang kesehatan, tetapi saat itu kita sedang dirundung suatu penyakit.

Kesehatan fisik, mulai dari luka kecil hingga sakit jantung koroner, tidak memilih dan memilah siapapun.

Bahkan, meskipun anda seorang jurnalis yang sering meliput tentang HIV/AIDS sekalipun, tidak tertutup kemungkinan anda juga dapat terpapar.

Kita, para jurnalis, tidak hanya butuh pemahaman tentang suatu penyakit untuk direportase dengan baik saja. Tetapi, juga membutuhkan kesadaran untuk mencegah suatu penyakit memasuki tubuh kita.

Akan ada hubungan timbal balik, dimana tubuh memberikan rambu-rambu bahwa ia sedang “membentengi diri sendiri”. Dan, itu muncul dari kesadaran diri terhadap kesehatan.

Semisal, pada masa pandemi. Tubuh seseorang, misalnya, secara langsung akan memberikan tanda bahwa ia sedang terancam.

Pada satu kondisi, kedua belah mata akan mengeluarkan air mata ketika mendekati atau berada di kerumunan. Warning dari tubuh bahwa ia sedang terancam, yang kemudian meneruskan tanda peringatan itu ke otak.

Lalu, otak akan mencerna pesan tadi hingga terciptalah tindakan. Yakni menghindari atau menjauh dari kerumunan.

Tubuh manusia sangat sistematis. Sama halnya dengan induk ayam yang serta merta melebarkan kedua sayapnya untuk melindungi anak-anaknya, ketika sebuah ancaman datang.

Anggaplah ancaman itu adalah burung pemangsa sejenis elang. Anak-anak ayam pun akan sesegera mungkin berlindung di bawah kedua belah sayap induknya yang berbentuk seperti lingkaran itu.

Itulah penggambaran sistem perlindungan bagi tubuh manusia. Namun, pola hidup terkadang berhubungan erat dengan lingkungan. Lingkungan secara global, yang membuat pikiran terpengaruh oleh iklan di banyak tempat.

Beberapa jurnalis, mungkin, adalah perokok berat, atau peminum kopi, atau mungkin juga pengkonsumsi alkohol. Atau, mengkonsumsi junk food, atau minuman bersoda.

Modernisasi telah membagi berbagai orang menjadi berbagai kelompok. Dan kelompok-kelompok itu pun saling berusaha mempengaruhi antara satu dengan lainnya.

Begitu juga dengan pola hidup sehat yang didengungkan banyak orang. Untuk tetap mengkonsunsi makanan dan minuman yang sehat sepanjang hidup.

Untuk mengikuti siklus terjaga dan istirahat sesuai dengan waktunya. Siang adalah untuk berkerja. Namun siklus tubuh manusia mengharuskan untuk istirahat per empat jam sekali.

Sementara waktu malam hari adalah untuk beristirahat. Tidur adalah kebutuhan fisik. Dengan durasi selama delapan jam per hari.

Tetapi, selalu ada alasan untuk pembenaran dari tindakan. Beberapa penulis mengaku hanya bisa menulis ketika suasana di sekelilingnya sangat tenang. Yakni di atas tengah malam hingga subuh menjelang.

Yang harus sangat dipahami, bahwa mengubah siklus istirahat akan mengganggu keseluruhan tataran fisik. Mulai dari susah buang air besar, pikiran yang tidak fokus, bahkan hingga ke insomnia.

Ini pun mesti dipahami oleh setiap jurnalis. Selain bahwa kesehatan adalah aset bagi setiap jurnalis, harus diakui, bahwa jurnalis adalah juga aset bagi orang banyak.

Meskipun banyak orang kini dengan mudah akan mendapatkan informasi dari mana saja, tetapi reportase yang baik tetap akan datang dari jurnalis.*

avatar

Redaksi