Revisi UU Partai Politik

Daulat

September 6, 2025

Prameswari Rajapatni

Ilustrasi pemilihan. (credits: Pexels)

BANYAK pihak yang mulai menyurakan pentingnya revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang “Partai Politik” (UU Parpol). Sebab, parpol perlu memiliki regulasi internal yang lengkap terkait seluruh aspek keuangan dan berkomitmen melaksanakannya.

Pun, pengelolaan parpol perlu dilakukan berdasarkan prinsip profesionalisme dan mengedepankan keterbukaan informasi publik.

Revisi UU Parpol, adalah untuk menyempurnakan undang-undang itu. Terkhusus yang berkaitan dengan upaya mereformasi internal parpol. Ini, mengingat segala permasalahan pemerintahan dan baik-buruknya kualitas demokrasi berujung pada parpol.

“Substansi yang perlu mendapatkan perhatian dalam revisi (UU Parpol) terkait dengan tata kelola keuangan partai dan juga mekanisme penyelesaian sengketa internal. Ada ketentuan di dalam sejumlah peraturan pemerintah yang perlu diakomodasi ke dalam UU Parpol,” kata Peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Beni Kurnia Illahi, mengutip Kompas.  

Pihaknya telah menyusun naskah akademis revisi UU Parpol sejak tahun 2017 dan telah pula mengusulkannya ke parlemen dan pemerintah. Namun, hingga berakhirnya periode jabatan DPR 2019-2024, usulan tersebut tidak mendapatkan respons positif dari parpol-parpol di parlemen dan juga pemerintah.  

Terdapat lima isu dalam revisi. Yakni; mekanisme penentuan pengurus partai, proses penentuan kandidat dalam pemilihan, hubungan pengurus partai nasional dengan daerah, penyelesaian sengketa kepengurusan partai, dan, tata kelola keuangan.

Akuntabilitas keuangan parpol pun harus jelas, mengingat salah satu sumber keuangan parpol berasal dari APBN dan APBD. Dengan adanya subsidi negara terhadap parpol, maka harus ada kewajiban yang dilaksanakan oleh partai terkait.

Yakni; mereka harus menerapkan good and clean governance dalam tata kelola keuangannya, wajib melaporkan penggunaan dana secara berkala, wajib melakukan perekrutan secara terbuka, wajib melakukan pendidikan politik kepada kader dan masyarakat, serta diberi sanksi apabila terbukti mencari dana ilegal (korupsi), baik sanksi administratif maupun pembekuan partai secara permanen.

“Persoalan tata keuangan parpol diatur di peraturan pemerintah, dan peraturan pemerintah itu sendiri belum terakomodasi secara baik. Ke depan, beberapa materi muatan yang ada di PP yang baik, dan punya tujuan mulia itu bisa diangkat ke level UU Parpol dan di UU itulah diperkuat fungsi pengawasan yang baik,” katanya.

Ilustrasi pemilihan. (credits: Pexels)

Selama ini, parpol diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Namun, hasil audit hanya berupa pemeriksaan terhadap tingkat kepatuhan parpol.

Wawan Suyatmiko dari Transparency International Indonesia (TII) telah melakukan kajian tentang transparansi keuangan partai pada 2012 dan 2024. Hasilnya, masih terdapat persoalan terkait transparansi keuangan partai, baik pada tahun 2012 maupun 2024.

“Tidak ada perbedaan yang mencolok meskipun ada jarak waktu selama lebih dari satu dekade,” katanya.

Pihaknya menggunakan 126 indikator yang dibagi dalam tiga dimensi utama. Yakni; jepemilikan regulasi mengenai keuangan internal, apakah partai memiliki struktur dan sumber daya manusia yang memadai, dan, terakhir ketika ada regulasi, struktur, dan sumber daya, baik memadai maupun tidak, apakah informasi mengenai keuangan parpol tersebut dibuka untuk publik.

“Dari sisi regulasi keuangan internal, hampir seluruh parpol tidak memilikinya ataupun, jika ada, dalam kondisi yang tidak optimal. Hanya Partai Gerindra yang regulasi internalnya cukup memadai dan dapat diakses publik,” katanya.

Mengenai struktur dan sumber daya manusia, hampir seluruh parpol tidak optimal. Hanya Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang mempunyai struktur dan SDM khusus yang mengelola keuangan parpol.

Menurutnya, dari sembilan partai di Senayan pada periode 2019-2024, Gerindra dan PKS menduduki peringkat pertama dan kedua dalam hal tata kelola keuangan, sementara peringkat paling akhir disandang Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

“Jika parpol dinilai amanah dalam menjalankan pengelolaan keuangan (well accountable dan well audited), tata kelola keuangan adalah satu daya jual yang dapat dimanfaatkan.

Atas dasar itu, pihaknya menyetujui UU Parpol direvisi.

Sementara itu, Direktur Politik dan Komunikasi Kementerian PPN/Bappenas, Nuzula Anggeraini menilai bahwa persoalan penambahan bantuan keuangan dan tata kelola akuntabel parpol membuat parpol rentan terhadap ketergantungan pada dana dari pihak eksternal. Dan dapat memicu konflik kepentingan dan merusak independensi partai.

“Keterbatasan dana menyebabkan partai sulit menjalankan fungsinya dengan optimal,” katanya mengutip Hukum Online

Masalah pembiayaan dan pengelolaan yang akuntabel menjadi aspek penting dalam usulan revisi UU Parpol, khususnya terkait dengan peningkatan alokasi dana bagi partai.

“Pembiayaan dari negara harus cukup dan dikelola dengan transparansi penuh agar parpol dapat berfungsi secara optimal dalam sistem demokrasi,” katanya.

Pada tanggal 29 Juni 2015, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengatakan jika pemerintah benar-benar ingin menghilangkan korupsi melalui jalur partai politik, maka yang dilakukan bukan dengan memberi dana parpol, melainkan mengubah atau merevisi UU Pemilu dan UU Partai Politik. Dengan revisi itu Pemilu menjadi murah dan biaya politik menjadi rendah.

Hidayat mengaku sudah curiga sejak muncul wacana dana untuk parpol sebesar IDR 1 triliun beberapa waktu lalu, dan sekarang muncul lagi dana parpol 10 kali lipat.

“Saya sudah curiga. Saya sudah yakin sejak itu memang tidak ada keseriusan dari pemerintah,” katanya mengutip laman resmi MPR.*

avatar

Redaksi