7 September, Gerhana Bulan Total

Lingkungan & Krisis Iklim

September 7, 2025

Junus Nuh

Batara Kala. (credits: Tropen Museum)

GERHANA Bulan total (GBT) diprediksi akan terjadi pada tanggal 7 September 2025. Gerhana akan berlangsung selama 1 jam 22 menit 6 detik, dan dapat disaksikan di hampir seluruh wilayah Indonesia.

GBT ini, mengutip BMKG, adalah anggota ke 41 dari 71 anggota pada seri Saros 128. Gerhana bulan sebelumnya yang berasosiasi dengan gerhana ini adalah GBT 28 Agustus 2007. Adapun gerhana bulan yang akan datang yang berasosiasi dengan gerhana bulan ini adalah GBT 19 September 2043.

Siklus Saros (: perulangan), mengutip UPI, adalah sebuah periode waktu yang digunakan untuk memprediksi gerhana, baik itu gerhana Matahari maupun gerhana Bulan. Durasi siklus ini sekitar 6585,3 hari (sekitar 18 tahun, 10 atau 11 hari).

Artinya, setelah satu siklus Saros ini, posisi relatif Matahari, Bumi, dan Bulan akan kembali ke keadaan yang nyaris sama, untuk menghasilkan gerhana dengan geometri yang serupa. Siklus ini memungkinkan para astronom untuk memprediksi gerhana yang akan datang dengan akurasi tinggi; tidak hanya tanggal dan waktu kejadian gerhana, tetapi juga durasinya.

Untuk menuntaskan seluruh agenda GBT diperlukan waktu selama hampir 13 abad. Yakni dengan total 71 GBT di dalam seri Saros 128, dan antargerhana terjeda oleh waktu selama 18 tahun.

Gerhana Bulan adalah peristiwa terhalanginya cahaya Matahari oleh Bumi sehingga tidak semuanya sampai ke Bulan. Peristiwa ini adalah satu akibat dinamisnya pergerakan posisi Matahari, Bumi, dan Bulan, dan hanya terjadi pada saat fase purnama dan dapat diprediksi sebelumnya.

Gerhana Bulan Total terjadi saat posisi dimana Matahari-Bumi-Bulan sejajar di satu garis lurus. Ini membuat Bulan masuk ke bayangan inti (umbra) Bumi.

Saat puncak gerhana terjadi, Bulan akan terlihat berwarna merah jika langit cerah. Warna merah pada Bulan disebabkan oleh hamburan Rayleigh di atmosfer Bumi.

Cahaya matahari yang melewati atmosfer Bumi akan terhambur, sehingga cahaya dengan panjang gelombang pendek seperti biru akan tersebar lebih banyak. Sementara cahaya dengan panjang gelombang lebih panjang seperti merah akan lolos dan mencapai permukaan Bulan, sehingga Bulan tampak merah.

Gerhana Bulan Total. (credist: BMKG)

Pengetahun tentang astronomi telah membuat Christopher Columbus terbantu. Ia telah membohongi penduduk asli Jamaika, suku Arawak.

Pada tanggal 29 Februari 1504, Columbus berhasil menakut-nakuti suku Arawak dengan kemarahan dewa-dewa mereka. Bulan purnama yang terlihat berwarna merah darah dalam balutan umbra Bumi, membuat warga pribumi mau menyediakan perbekalan untuk penjelajahan samudera yang dilakukan Columbus.     

Meskipun pengetahun ilmiah tentang Gerhana Bulan telah banyak diketahui, namun, selalu ada tradisi yang digunakan sekelompok orang, terkait dengan mitologi pengaruh jahat Gerhana Bulan.

Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, mengutip Jelajah Jawa, gerhana bulan dikaitkan dengan sosok Batara Kala. Raksasa jahat ini dipercaya sedang menelan bulan.

Batara Kala adalah putra dari Batara Guru (Siwa). Batara Kala dikutuk oleh Dewa Uma, sehingga berbentuk wujud sebagai raksasa jahat.

Dewi Uma adalah istri dari Batara Guru. Kadang, Dewi Uma juga disebut sebagai: Durga.

Untuk mengusir Batara Kala dan mengembalikan cahaya bulan, maka masyarakat melakukan ritual dengan menabuh lesung atau alat-alat lain yang berbunyi nyaring. Suara keras diyakini dapat mengusir roh jahat dan mengembalikan keseimbangan alam.

Selain itu, ketika terjadi gerhana, ibu hamil dianjurkan untuk mengolesi perut dengan abu dapur sebagai bentuk perlindungan bagi janin. Kepercayaan ini masih dipraktekkan di beberapa tempat di Pulau Jawa hingga saat ini.

Juga, ibu hamil dilarang untuk keluar rumah, karena dikhawatirkan akan membawa pengaruh buruk bagi bayi dalam kandungan. Pun juga terdapat kepercayaan yang menyatakan bahwa makanan yang dimasak saat gerhana berlangsung dapat membawa kesialan atau bahkan penyakit.

Tidak hanya pada kebudayaan Jawa, kepercayaan serupa juga ditemukan dalam budaya lain.

Suku Inca di Amerika, misalnya. Mereka percaya bahwa gerhana bulan terjadi karena jaguar memakan bulan. Dan ini adalah pertanda buruk.

Sementara itu, beberapa budaya lain memiliki tradisi unik, seperti menggunakan pakaian merah atau menggantung peniti sebagai simbol perlindungan dari bahaya.*

avatar

Redaksi