Marwan Barghouti Tetap Jadi Ancaman Bagi Israel
Hak Asasi Manusia
August 21, 2025
Farokh Idris

Lukisan Marwan Barghouti. (credits: Arab News)
KENDATI telah menghabiskan waktu selama 20 tahun di balik jeruji dan hingga hari ini tetap masih dipenjara, Marwan Barghouti, anggota terkemuka partai Fatah Palestina, tetap dianggap sebagai ancaman oleh Israel. Bahkan, Israel menganggapnya sebagai “teroris” dan menghukumnya atas perannya dalam Intifada kedua, dari tahun 2000 hingga 2005.
Menteri Keamanan Israel, Itamar Ben Gvir, mengutip Arab News, menerbitkan sebuah video pada Jumat (15/8). Pada cuplikan video itu, ia sedang menemui Marwan Barghouti di sel penjaranya.
Dalam klip yang diposting Ben Gvir di X, terlihat ia dan dua orang lainnya, termasuk penjaga penjara, sedang mengelilingi Barghouti yang berada di sudut selnya.
“Anda tidak akan mengalahkan kami,” kata Ben Gvir kepada Marwan Barghouti, dalam Bahasa Ibrani.
Ia melanjutkan, bahwa, “Siapa pun yang menyakiti orang-orang Israel, siapa pun yang membunuh anak-anak, siapa pun yang membunuh wanita, akan kami hapus.”
Tampak Marwan Barghouti mencoba untuk merespon. Tetapi Ben Gvir lagsung menyanggahnya.
“Tidak, Anda tahu ini. Dan itu terjadi sepanjang sejarah,” kata Ben Gvir.
Tetapi, video ini tidak merinci di mana Barghouti saat ini sedang ditahan.
Sumber terdekat dengan Ben Gvir, mengutip AFP, mengatakan pertemuan itu berlangsung “secara kebetulan” di penjara Ganot di Israel selatan selama kunjungan inspeksi oleh Menteri Keamanan Israel. Tetapi, sumber itu tidak mengatakan terkait waktu, kapan video itu direkam.

Pasukan Israel pada Intifada kedua. (credits: Wiki Commons)
“Pagi ini saya membaca bahwa banyak pejabat senior di Otoritas Palestina tidak seperti apa yang saya katakan kepada teroris Marwan Barghouti. Semoga namanya dihapus,” kata Ben Gvir dalam posting di X, yang menyertai video, Jumat (15/8).
Ben Gvir melanjutkan, “Jadi saya akan mengulanginya lagi dan lagi, tanpa minta maaf: siapa pun yang main-main dengan orang Israel, siapa pun yang membunuh anak-anak kami, siapa pun yang membunuh wanita kami – kami akan menghapusnya.”
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Wafa, kantor berita resmi Palestina, Kementerian Luar Negeri Otoritas Palestina mengecam video dari Ben Gvir sebagai “provokasi yang belum pernah terjadi sebelumnya”. Dan menggambarkan konfrontasi itu sebagai “terorisme negara yang terorganisir”.
Marwan Barghouti, yang sekarang berusia enam puluhan, ditangkap pada tahun 2002 oleh Israel dan dijatuhi hukuman seumur hidup pada tahun 2004 atas tuduhan pembunuhan.
Israel menganggapnya sebagai “teroris” dan menghukumnya atas perannya dalam Intifada kedua, yang terjadi dari tahun 2000 hingga 2005.
Dalam jajak pendapat para pemimpin Palestina yang populer bagi rakyat Palestina, Marwan Barghouti selalu menduduki tempat teratas. Bahkan, para pendukungnya menyebut Marwan Barghouti sebagai “Mandela Palestina.”
Marwan Barghouti, mengutip ECFR, lahir di desa Kobar, Tepi Barat, pada tahun 1962, adalah seorang tokoh politik terkemuka dan populer yang berafiliasi dengan Fatah. Ia adalah anggota Komite Sentral Fatah dan Dewan Legislatif Palestina (PLC).
Ia dianggap sebagai satu kandidat terkuat untuk menggantikan Mahmoud Abbas dan diperkirakan akan mencalonkan diri dalam pemilihan presiden Juli 2021 lalu, bersama Nasser Kidwa.
Ketika terjadi Intifada pertama, Marwan Barghouti adalah seorang pemimpin mahasiswa di Universitas Bir Zeit. Ia dideportasi oleh Israel ke Yordania pada bulan Mei 1987, dan baru diizinkan kembali ke Tepi Barat pada tahun 1993 sebagai bagian dari Perjanjian Oslo.
Pada tahun 1994, ia menjadi sekretaris jenderal Fatah di Tepi Barat. Selama Intifada kedua, ia diduga mentargetkan serangan militer terhadap Israel. Israel menuduhnya telah membentuk Brigade Martir al-Aqsa (AMB) pada saat itu.
Barghouti ditangkap dan dijatuhi hukuman lima hukuman seumur hidup berturut-turut oleh pengadilan militer Israel pada tahun 2002. Oleh pengadilan, ia dinyatakan mendalangi serangan terhadap warga Israel.
Sejak dipenjara, Barghouti aktif dalam gerakan tahanan. Ia telah menerbitkan berbagai artikel dari penjara untuk berkomunikasi dengan dunia luar.
Selama di penjara, ia membantu menyusun Dokumen Konsiliasi Nasional Narapidana tahun 2006. Dokumen yang ia tandatangani bersama Abdulkhaleq al-Natsheh (Hamas), Bassam Sa’adi (PIJ), Abdel Rahim Mallouh (PFLP), dan Mustafa Badarneh (DFLP).
Pada tahun 2017, ia memimpin aksi mogok makan besar-besaran untuk menuntut perbaikan hak dan kondisi para narapidana.*

