Inses; Resiko Cacat Bawaan

Hak Asasi Manusia

February 24, 2025

Junus Nuh/Kota Jambi

Ilustrasi korban. (credits: pexels)

PADA Desember 2024, dalam kondisi berada di bawah pengaruh alkohol, AJ (21) memperkosa adik perempuannya N (13). Korban dibekap dan diancam.

Pemerkosaan terjadi di rumah mereka, di Kota Jambi. Pada saat itu kedua orangtua mereka sedang tertidur.

Lantas, AJ pun ingin mengulang perbuatan yang sama untuk kedua kalinya, pada 16 Januari 2025. Tetapi, saat itu, N berteriak. Sehingga pemerkosaan itu pun gagal karena kedua orangtua mereka mengetahuinya.

Mengetahui persoalan ini, orangtua mereka pun melakukan pengecekan kandungan terhadap sang adik. Dengan menggunakan test pack, diketahui N positif hamil dua bulan.

“Usia kandungannya sudah lebih dari tiga bulan pada saat ini. Jadi secara medis dokter tidak menyarankan aborsi, Sekarang, sedang dicari solusinya,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jambi Kombes Manang Soebeti, mengutip Detik, Rabu (12/2).

Sebelumnya, Ketua IDI Wilayah Jambi dr Deden Sucahyana mengatakan bahwa tindakan aborsi telah diatur dalam Undang-Undang nomor 17 tahun 2023 tentang “Kesehatan”.

Dalam Undang-Undang Kesehatan, katanya, terdapat dua pengecualian terhadap ancaman pidana tindakan aborsi. Yakni, kehamilan didasari karena calon ibu merupakan korban dari tindak pemerkosaan, dan, jika terjadi kehamilan yang membahayakan nyawa dan kesehatan bagi janin dan calon ibu.

“Terkait kasus ini, perlu dilakukan asesmen terlebih dahulu terhadap korban,” katanya.

Pada pertengahan tahun 2018, juga terjadi kasus inses. Di Kabupaten Batanghari, WA (15) diperkosa kakak kandungnya, AA (18).

Oedipus. (credits: tropedia)

Lalu, dengan dibantu ibunya, AD, WA menggugurkan kandungannya yang berusia hampir 6 bulan. Caranya adalah dengan diurut dan diberi minuman jamu tradisonal.

Jasad bayi pun dibuang begitu saja ke areal perkebunan sawit di sekitar rumah mereka. Meskipun, pada akhirnya, WA bebas dari tuntutan hukum.

Patrick Stubing dan Susan Karolewski, adalah kasus inses di Jerman. Kedua saudara kandung ini, mendapatkan empat orang anak dalam hubungan inses mereka.

Di Jerman, berdasarkan pasal 173 KUHP Jerman, hubungan seksual antar kerabat dekat adalah tindakan ilegal dan bertentangan dengan hukum. Pelaku dapat dihukum pidana penjara hingga tiga tahun lamanya. 

Patrick, mengutip BBC, telah menjalani beberapa tahun hukuman penjara. Dan, Susan, pun telah ditahan di bawah pengawasan dinas sosial untuk hal yang sama.

Anak pertama meraka lahir pada bulan Oktober 2001. Sewaktu itu, usia Patrick 24 tahun, dan Susan 19 tahun.

Anak pertama dan kedua dari pasangan inses ini mengalami cacat mental dan cacat fisik ringan. Sedangkan anak ketiga lahir dengan kelainan jantung yang akhirnya diobati melalui tindakan operasi medis. Ketiganya ditempatkan di panti asuhan. 

Sementara anak keempat, seorang perempuan, yang lahir pada tahun 2005, lahir dalam kondisi sehat. Pasangan inses ini, berdasarkan putusan pengadilan, hanya diizinkan untuk merawat anak keempat mereka saja.

Hingga hari ini, kasus mereka terus menjadi bahan perdebatan publik di Jerman. Terutama tentang: apakah hubungan seksual antar saudara kandung harus didekriminalisasi di Jerman.

Inses, berasal dari kata dalam bahasa Latin, yakni: incestus. Yang secara umum berarti “tidak murni” atau “tidak suci”.

Hubungan seks antar orang-orang yang memiliki hubungan darah, dan terkadang yang memiliki hubungan garis keturunan ini, dikutuk dan dianggap tidak bermoral di sebagian besar masyarakat dunia. Ini mengingat bahwa hubungan yang terjadi dapat menyebabkan peningkatan resiko kelainan genetik pada anak keturunannya, jika terjadi kehamilan akibat dari hubungan seks inses.

Keturunan dari pasangan inses secara biologis memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk mengalami cacat lahir bawaan. Dikarenakan meningkatkan proporsi zigot yang homozigot untuk alel resesif yang dapat merusak, yang menghasilkan kelainan itu.

Sebab sebagian besar alel itu jarang terjadi dalam populasi, dan kecil kemungkinan bahwa dua pasangan perkawinan yang tidak ada hubungan darah akan menjadi pembawa heterozigot.

Namun, karena kerabat dekat, maka sebagian besar alel mereka pun berbagi. Yang berkemungkinan bahwa alel berbahaya yang langka tersebut yang ada pada leluhur bersama, dan akan diwarisi dari kedua orangtua yang berhubungan.

Akibatnya, dapat meningkat secara dramatis jika dibandingkan dengan dengan pasangan yang tidak sedarah.

Berdasarkan penelitian, angka kematian lahir lebih tinggi secara signifikan di antara pasangan sedarah, terlepas dari status sosial ekonomi ibu. Dan lebih tinggi pada perkawinan paman-keponakan dibandingkan dengan sepupu pertama, dan di luar perkawinan sepupu pertama baik pada kelas miskin maupun kelas menengah dan atas.

Anak-anak dari perkawinan orang tua-anak atau saudara kandung-saudara kandung memiliki risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan perkawinan sepupu-sepupu.

Penelitian juga menunjukkan bahwa 20 persen hingga 36 persen dari anak-anak pasangan inses ini akan meninggal atau memiliki kecacatan besar karena perkawinan sedarah. 

Sebuah penelitian terhadap 29 keturunan yang merupakan hasil inses antara kakak dan adik, atau ayah dan anak, menemukan bahwa 20 anak memiliki kelainan bawaan, termasuk empat kelainan yang disebabkan oleh alel resesif autosom.*

avatar

Redaksi