Suku Tuha Talang Mamak; Dari Batang Gangsal Hingga Ke Semerantihan
Lingkungan & Krisis Iklim
October 21, 2024
Jon Afrizal, Zulfa Amira Zaed/Jambi dan Riau

Pemuda Talang Mamak sedang menyeberangi Sungai Kemumu menuju Dusun Semerantihan, Desa Suo-Suo, Kecamatan Masumai, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi. (credits: Jon Afrizal/amira.co.id)
“Kalau tasuruk digalah panjang,
Bungkuk pinggang.
Ta pijak dibenang arang,
Itam telapak kaki.”
PADA suatu liputan-perjalanan, lagi, Amira menjejak langkah kembali ke Kelas Jauh di Dusun Semerantihan Desa Suo-Suo, Kecamatan Masumai, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi. Dimana Talang Mamak, kelompok indigenous people bertempat tinggal.
Dusun mereka masuk dalam konsesi PT Alam Bukit Tigapuluh (ABT). Areal restorasi ekosistem ke-14 di Indonesia, yang menjadi buffer zone Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT).
Jika bicara tentang komunitas adat terpencil (KAT), tentu akan lain ceritanya dengan wilayah seperti yang kita kenal saat ini. Talang Mamak adalah indigenous people yang sejak lama bermukim di areal perbukitan Bukit Tigapuluh, TNBT.
Pada satu sudut dari dua ruang kelas sekolah itu, terlihat coretan di tembok kelas. “Propinsi Riau”, demikian coretan dengan spidol berwarna hitam itu.
Coretan yang menggambarkan siapa mereka sesungguhnya. Nenek moyang mereka adalah berasal dari hulu aliran Sungai Batang Gansal. Mereka, di sini, kini adalah keturunan ke empat atau kelima.
Itu juga yang dijelaskan oleh para penduduk Desa Semerantihan.
Bahkan, mereka pernah hendak mengajak Amira untuk menyusur jalan yang biasa mereka tapaki sejak lama, menuju tempat asal mereka. Yakni Dusun Datai. Wilayah ini masuk ke dalam TNBT.
Jika ditarik garis lurus, sekitar 100-an kilometer.
Dusun ini berada di bagian hulu Sungai Batang Gangsal dan Sungai Melenai di Desa Rantau Langsat Kecamatan Batang Gangsal Kabupaten Indragiri Hulu.
Jika berjalan kaki, maka akan memakan waktu satu hari lamanya. Wow, sebuah perjalanan panjang, untuk orang-orang yang dibesarkan dalam tradisi mesin di era modern.
Masyarakat Talang Mamak biasa disebut “Suku Tuha”. Kelompok proto Melayu ini adalah suku yang datang pertama di Indragiri Hulu dan berhak atas sumber daya di sana. Demikian kira-kira sejarah menyebutkan.
Talang Mamak di Semerantihan, mengutip brwa, telah teregrisasi di Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA). Dengan jumlah 40 Kepala Keluarga (KK) dan kewilayahan adat seluas 10.818 hektare.
Tentunya, kewilayahan adat yang dimaksud tidaklah sama dengan kepemilikan. Sebab, sesuai aturan negara, telah pula diatur tata wilayah dan hak pengelolaan.
Dimana batas barat adalah Muaro Sungai Penuh, dan (TNBT), batas selatan adalah Muaro Sungai Kemumu, batas timur adalah Sungai Kemumu, dan Kabupaten Tanjungjabung Barat, dan batas utara adalah Sungai Menggantal, dan (TNBT).
Menurut sejarahnya, nama suku ini berasal dari dua kata; Talang (ladang) dan Mamak (ibu).

Sebuah masjid di pemukiman indigenous people Talang Mamak di Desa Talang Jerinjing Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau. (credits: Zulfa Amira Zaed/amira.co.id)
Masyarakat Talang Mamak terbagi dalam dua sub kelompok. Sub kelompok pertama adalah kelompok Talang Mamak Sungai Limau, yang bertempat tinggal di sepanjang daerah aliran sungai Limau dan Sungai Cenaku.
Sedangkan sub kelompok kedua adalah Kelompok Talang Mamak Sungai Gangsal. Mereka bermukim di sepanjang daerah aliran Sungai Gangsal dan Sungai Akar di wilayah perbukitan Bukit Tigapuluh, TNBT.
Secara geografis, kelompok Talang Mamak tersebar di tujuh dusun di Provinsi Riau (TNBT). Yakni; Tanah Datar, Dusun Tua, Suit, Sadan, Air Bomban, Nunusan dan Siamang Desa Rantau Langsat.
Dan, satu dusun di Provinsi Jambi (TNBT). Yakni di Dusun Semerantihan.
Persebaran ini, dari dua wilayah permukiman awal, terjadi karena konflik antar anggota kelompok. Dan, juga karena ketersediaan sumber daya alam bagi anggota kelompok.
Amira juga pernah berkunjung ke pemukiman Talang Mamak di Desa Talang Jerinjing Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau.
Mengutip Desa Talang Jerinjing Dalam Angka 2016, terdapat sebanyak 420 orang Suku Talang Mamak di sana.
Umumnya, kehidupan mereka adalah sama. Mereka masih bergantung dengan sumber daya alam, terutama sumber daya hutan di kawasan TNBT.
Beberapa dari mereka juga telah mengenal pola berladang. Dimana pemerintah kerap menyebutnya: ladang perpindah.
Umumnya mereka bertanam padi ladang. Mereka menggunakan pola “julat”. Yang juga dikenal dengan nama ladang bersambung.
Dengan maksud, wilayah hutan yang dibuka, pertama kali akan ditanami dengan padi ladang.
Setelah panenan pertama, ladang akan ditinggalkan. Selanjutnya, sekitar lima hingga tujuh tahun kemudian, akan kembali ditanami dengan tanaman kebun. Seperti palawija, dan juga karet.
Sebagai proto Melayu, tentu saja mereka telah memiliki keyakinan sendiri. Yakni keyakinan yang telah ada sebelum era Islam masuk ke Nusantara. Sebut saja aninisme-dinamisme.
Atau juga, gabungan dari kepercayaan era lampau dan Islam.
Kini, banyak dari mereka telah menganut agama Islam dan Kristen. Tetapi, masih tetap ada anggota kelompok yang menjalankan pola-pola kepercayaan era lampau.
Mereka menyebutnya; Langkah Lama.
Pola keyakinan itu, yang telah terbentuk sejak lama, berwujud dan diterapkan dalam upacara pernikahan, kematian, dan juga norma etika sehari-hari.
Jika merunut asal usul mereka adalah berasal dari wilayah kerajaan Pagarruyung era lampau, maka mereka menerapkan pola matrilineal. Namun, jabatan adat, seperti; batin, penghulu, mangku, dan monti diturunkan kepada anak laki-laki.
Adat adalah hal yang tidak lekang oleh waktu. Sesuai kesepakatan nenek moyang, maka komunal memilih untuk merasakan suka duka bersama. Mereka menyebutnya, “Hati kuman sama dikinyam, hati gajah sama dikubit.”
Hal-hal yang bersifat private akan diakui berdasarkan adat komunitas. Seperti hukum dan etika berkunjung ke rumah seseorang. Dimana, “Kalau tidak ada jantan di rumah, kaki kanan dijuntai, kaki kiri di dalam rumah.”
Terdapat batasan, yang tidak boleh dilanggar, oleh siapapun yang berada di wilayah mereka. Jika dilanggar, denda adat yang akan didapat.*
