Matinya Tan Talanai Jambi

Resonansi

September 9, 2024

Umar Ngebi Sutho Dilago Periai Rajo Sari*

Batik Jambi motif Kapal Sanggat. (credits: batikjambiberkah)

“Ambilah bemban batu,

Pancung sekali,

Dan tikamkan kepada dada bapak.

Maka matilah bapak.”

MAKA datanglah raja bangsa Hindu dari jajahan takluk kepada Ratu Mataram, namanya Tan Talanai menjadi raja di tanah Jambi. Lalu ia membuat berhala di tanah putusan Tanjung Jabung dan dinamailah Pulau Berhala.

Maka Tan Talanai itu bertempat di Muaro Jambi.

Entah berapa lamanya menjadi raja maka berkatalah Tan Talanai kepada menterinya, “Apalah hal aku ini tiada beranak? Jika aku mati tiada siapa menggantikan kerajaanku. Kalau begitu baiklah aku bertapa ke Gunung Berapi menghadap Sangiang Bitarah memohonkan anak laki-laki. Mudah-mudahan dikabulkan dapat anak laki laki yang gagah berani menggantikan kerajaanku.”

Jawab Menterinya yang bernama Tuk Ampang Besi dan Tuk Berban Besi, “Baiklah Tuanku!”

Tiada berapa hari selang antaranya dari berkata-kata itu maka Tan Talanai pun berangkatlah tapo ke Gunung Berapi.

Dengan takdir Allah maka hamilah bininya dan tatkala sampai bilangannya maka beranaklah. Dan tatkala anaknya keluar dari tumpuan itu nempuh lantai maka putus lantai, nampul gelegar maka putus pula gelegar itu, terus ke tanah maka terbenam pula kepalanya ke tanah.

Maka segera bidannya dengan menterinya mengambil itu budak, lalu dimandikan. Maka bidannya lalu dikenakan alat keraton kepada itu budak lalu disembahkan ke bawah hadirat Tan Talanai. Maka Tan Talanai merintahkan menterinya memanggil nujum, mintak nujumkan ini budak, minta lihatkan tuah, celakanya. Maka menterinya pun segera memanggil nujum.

Dan tatkala datang nujum maka kata Tan Talanai, “Aku meminta lihatkan anaku ini, apa tuah celakanya.”

Maka diceritakan Tan Talani kepada nujum itu dari awalnya bertapa sampailah kepada budak itu lahir.

Kata Tan Talanai, “Engkau tengokanlah apa-apa tuah dan celakanya, janganlah engkau takut-takutan mengatakan halnya kepada aku.”

Maka nujum pun membuka ramalnya lalu membilang-bilang habis-habis bilangan. Maka Nujum pun menggeleng-gelengkan kepalanya.

Maka kata Tan Talanai, “Engkau katakan dengan sebetulnya,jangan engkau takut-takutan mengatakan halnya kepada aku.”

Sembah nujum itu, “Ampun Tuanku dengan beribu-ribu ampun ke bawah Duli Tuanku. Dari anak Tuanku ini terlalu celakanya! Anak Tuanku inilah membunuh bapaknya.”

Maka kata Tan Talanai kepada menterinya, “Panggil tukang kayu semuanya.”

Dan tatkala datang tukang kayu itu maka kata Tan Talanai, “Aku minta buatkan peti.”

Maka menterinya itu pun segera memanggil tukang kayu.

Maka kata Tan Talanai, “Aku mintak buatkan peti tujuh lapis diberi kunci semuanya akan tempat budak ini hendak aku buang ke tengah laut sebab terlalu celakanya. Budak inilah yang membunuh bapaknya!”

Maka tukang kayu itu pun segera bekerja membuat peti sebagaimana juga titah perintah Tan Talanai, begitulah dibuat tukang kayu peti itu.

Tidak berapa hari selang antaranya tukang bekerja maka peti pun sudahlah tujuh lapis lekat kunci semuanya. Tukang itu pun segera mempersembahkan itu peti ke bawah hadirat Tan Talanai.

Maka Tan Talani pun bersegera memberi anaknya pakaian secukupnya alat keraton dikenakan kepada itu budak serta dengan sepotong surat bersama itu budak. Yang tersebut di dalam itu surat mengatakan, “Ini anak Tan Talanai Jambi.”

Maka dimasukanlah itu budak masuk peti lalu dikunci. Maka dibawanyalah masuk sampan oleh Tan Talanai lalu dibawanya ke tengah laut itu peti. Sampai di tengah laut maka dicampakannya itu peti. Maka Tan Talanai pun pulanglah.

Alqisah maka tersebut Raja Siam. Adapun Raja Siam itu raja perempuan, sehari-hari kerjanya bermain pergi mengail ke tengah !aut.

Kepada suatu hari itu pergilah mengail di tempat yang bisa ditangkap ikan. Telah berapa lamanya melabuhkan kail di tempat itu tidak dimakan ikan disintuhnya pun tidak kailnya itu.

Maka kata Raja Siam kepada anak perahu, “Dayungkan sampan kita ke sana, kalau-kalau di sana ada rezki kita.”

Maka anak perahu pun segeralah berdayung. Tiada berapa lamanya berdayung itu maka tampaklah apung tenggelam-timbul di tengah laut itu.

Maka kata Raja Siam, “Apung apa di laut itu yang telah sudah tiada kita melihatnya apung di rantau ini. Terlebih baik kita hampiri itu apung.”

Maka jurumudi pun menunjukan haluan kepada apung itu.Perahu rapat ke apung. Dilihat Raja Siam peti. Perintahnya angkat itu peti naik ke sampan. Sampai itu peti di atas sampan maka terlihat anak kuncinya tergantung di luar peti itu tujuh anak kunci.

Perintah Raja Siam, “Buka itu peti semuanya.”

Maka dibuka oleh anak perahunya dan sampai terbukalah itu peti ketujuh lapisnya.

Maka terlihatlah kanak-kanak di dalamnya cukup pakaiannya dengan alat Keraton. Kata Raja Siam, “Ini budak anak raja besar.”

Maka dalam berkata itu terlihat pula sepotong surat di tepi kanak­kanak itu, terus dibaca itu mengatakan, “Ini anak Tan Talanai Jambi.”

Maka bersangatlah suka hati Raja Siam mendapat anak laki-­laki lagi anak raja besar.

Perintah Raja Siam. “Dayunglah sampan kita pulang.”

Maka dipeliharakan Raja Siam itu budak hingga sampai besar. Telah sampai umumya 13 tahun itu, anak Raja Siam bermain-main sama budak. Maka berbala dengan kantinya bermain itu.

Maka dikata oleh kantinya bermain itu, “Engkau ini anak tiada berbapak!”

Dan terus bertambah marah anak Raja Siam itu, bertinju tidak ada yang menang lawannya itu kalah semuanya.

Maka pulanglah anak Raja Siam itu ke rumahnya terus menghadap ibunya katanya, “Hai lbuku, siapakah Bapaku?”

Jawab ibunya, “Anaku tidak berbapak, engkau anakku tidak berbapak.”

Jawab anaknya, “Mustahil, sedang hewan ada bapaknya, tebu pisang ada bapaknya, dan istimewa manusia! Mustahil tidak berbapak.”

Maka datanglah kasihan Raja Siam melihat anak itu menghendakan bapaknya. Kata Raja Siam, “Sebetulnya engkau bukan anaku, engkau dapat di aku di tengah laut.”

Maka diceritakan oleh Raja Siam dari awal dapat peti sampai akhirnya, “Engkau anak Tan Talanai Jambi. Dan ada suratnya aku simpan.”

Kata anaknya, “Mana itu surat!” Maka diambilnya itu surat lalu diberikannya kepada anaknya.

Maka dibacanya itu surat mengatakan, “Ini anak Tan Talanai Jambi!”

Sehabis dibacanya itu surat maka anaknya bermohon hendak pergi ke Jambi bertemu dengan bapaknya.

Maka kata Raja Siam, “Aku minta tempo kepada anakanda satu tahun, aku hendak memberi khabar lebih dahulu kepada engkau punya bapak Tan Talanai! Bukan murah sebab dia raja besar.”

Jawab anaknya, “Baiklah.”

Maka Raja Siam pun membuat surat demikian bunyinya: “Yang terbit daripada fuad, Yang terhormat di dalamnya dan takzim yaitu daripada adinda tuan putri Raja Siam telah menghadap ke bawah hadirat Paduka Kakanda Tan Talanai yang berkuasa di tanah Jambi serta rantau takluk jajahannya dan dari adinda dipersembahkan sepucuk surat tiada dengan sepertinya ke bawah hadirat Paduka Kakanda mempersembahkan dari anak yang dibuang di tengah laut telah dapat oleh adinda.

Maka adinda peliharalah dengan sebetulnya seperti anak sendiri, sekarang sampai umur 13 tahun dan dia mau menghadap paduka kakanda. Maka adinda bertempo satu tahun sebab hendak mengantar sepucuk surat ke bawah hadirat Paduka Kakanda dan dari surat yang Kakanda sangukan bersama anakda itu telah adinda berikan kepada anakanda.

Dari itu surat tersebut di dalamnya mengatakan, “Ini anak Tan Talanai Jambi”, tiada apa lain hanya sembah takzim dinda ke bawah hadirat Paduka Kakanda.

Telah sudah itu surat maka dilipat oleh Raja Siam lalu memerintahkan menterinya mengantar surat dengan lekas. Maka berlayarlah menteri dengan bakhtera kenaikan Raja Siam itu.

Entah berapa lamanya di jalan maka sampailah di Muara Jamhi Pengkalan Dalam. Maka disongsonglah oleh menteri Tan Talanai yang bernama Datuk Beramban Besi. Maka diperiksanya bakhtera ini dari mana datangnya.

Jawab menteri Raja Siam itu, “Ini bakhtera dari Siam saya dititahkan Raja Siam mengantarkan sepucuk surat ke bawah hadirat Tan Talanai.”

Jawab Datuk Beramban Besi, “Baiklah bersama kakanda menghadap mempersembahkan itu surat.”

Maka Menteri itu ke daratlah mengiringkan Datuk Beramban Besi dan sampai di penghadapan, kata Tan Talanai, “Siapa itu?”

Jawab Datuk Beramban Besi, “Menteri Raja Siam diperintahkan rajanya mengantar surat ke bawah dull yang dipertuan.”

Maka Menteri itu pun segeralah mempersembahkan itu surat ke bawah hadirat Tan Talanai. Maka disambutnya itu surat lalu dibacanya dari awal sampai akhirnya. Selesai dari membaca surat itu maka menteri Raja Siam itu pun mohonlah pulang.

Maka Tan Talanai pun memerintahkan Datuk Beramban Besi orang jajahannya sama sekali.

Dan tatkala kumpul semuanya, perintah Tan Talanai, “Pergilah Datuk Beramban Besi bawa hamba rakyat semuanya buat benteng di sebelah hilir sungai itu timbal­balik, rajaknya kayu kandis buat teguh-teguh. Sudah koto itu atur meriam di atasnya berlapis timbal balik Batang Hari itu. Surat Raja Siam bahwa anak cilaka itu hendak masuk ke Jambi bertemu dengan aku.”

Maka dikerjakan oranglah seperti titah perintah Tan Talanai, sampai sembilan bulan semua koto pun sudahlah. Maka diaturlah Meriam secukupnya. Maka disembahkan Datuk Beramban Besi kepada Tan Talanai dan perintahnya, “Engkaulah Datuk Beramban Besi dan Datuk Amping Besi kepalanya menunggu itu koto timbal batik, masuk anak celaka itu hambatlah perahunya, dibunuh dianya jangan lagi diberi bertemu dengan aku.”

Maka dikerjakan oranglah seperti titah perintah Tan Talanai itu. Makanya Koto Kandis dinamai Koto Kandis sebab rajak koto itu kayu kandis.

Sampai bilangannya, anak Raja Siam itu pun berangkatlah masuk ke Jambi. Sampai di Koto Kandis maka dihambat oranglah itu perahu tidak boleh mudik hingga berperanglah. Tiada berapa hari lamanya berperang itu maka kalah semua orang benteng itu, mana yang hidup jalan darat, memberi khabar kepada Tan Talanai mengatakan benteng sudah kalah. Itu anak Rajo Siam sudah mudik.

Tidak berapa selang antaranya, anak Raja Siam itu pun datang maka disungsung Tan Talanai ke tanah. Sampai di tengah jalan naik ke rumah maka bertemulah Tan Talanai dengan anaknya.

Maka, kata anaknya. “Engkau ini bapaku?”

Jawab Tan Talanai, “Aku tidak beranak.”

Kata anaknya lagi, “Engkau ini Bapaku! Inilah surat yang dapat dari Raja Siam bersama aku menyatakan aku anak Tan Talanai Jambi!”

Maka Tan Talanai mendengar perkataan itu bertambah-tambah marah maka ditangkapnya anaknya itu lalu dihempaskannya, bongkar anaknya itu, ditangkapnya pula bapaknya maka dihempaskannya pula bapaknya, bergilir-gilir entah berapa lamanya berhempas itu.

Kata Tan Talanai, “Jikalau engkau hendak mintak akui anak diaku maka bunuhlah aku! Engkaulah anak aku, dunia dan akhirat!”

Kata anaknya, “Apa pembunuh Bapak?”

Kata Tan Talanai, “Ambilah bemban batu, pancung sekali, dan tikamkan kepada dada bapak maka matilah bapak.”

Maka diambil anaknya bemban batu pancung sekali maka ditikamnyalah bapaknya itu. Maka matilah Tan Talanai maka dibawa oleh anaknya jenazah bapaknya itu balik ke negeri Siam.

Maka di sanalah kuburnya. Dengan itu sebab maka di koto asal Raja Siam itu Raja Jambi, anak Tan Talanai itulah menjadi raja di Negeri Siam maka baru berdiri raja laki-laki.

Asal raja Jambi, raja Turki. Begitulah ceritanya yang telah termatri di dalam buku Buk yang dahulu-dahulu.*

*Kisah ini adalah pasal ke-delapan dengan judul “Pasal Kisah Jambi Berajakan Sipahit Lidah” dari buku “Undang-Undang, Piagam, dan Kisah Negeri Jambi” yang disalin oleh Umar Ngebi Sutho Dilago Periai Rajo Sari. Menurut Umar Ngebi Sutho Dilago Periai Rajo Sari, empunya buku ini adalah Pasirah Leman Parisai Pina Kawan Tengah. Pasal-pasal yang termaktub di dalam buku ini dinyatakan pada masa pemerintahan residen Jambi HLC Petri. Naskah asli buku ini ditulis pada kertas ukuran folio, dengan huruf Latin, tulisan tangan, dan ejaan lama (ejaan Suwandi tahun 1947), setebal 120 halaman. Diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1982.

avatar

Redaksi