22 Tahun Kesewenangan Di Gitmo

Hak Asasi Manusia

February 2, 2024

Jon Afrizal

Pos penjaga di penjara militer Guantanamo Bay. (credits : gettyimages)

TAHUN 2024 menandai 22 tahun dibukanya penjara militer Guantanamo Bay. Yakni sebuah fasilitas  yang diselimuti kontroversi dan identik dengan penahanan tanpa batas waktu dan dugaan pelanggaran hak asasi manusia.

Didirikan setelah serangan 9/11, mengutip phys.org,  lebih dari 779 orang telah dibebaskan dari Gitmo (sebutan untuk penjara Guantanamo), dan 30 orang masih ditahan hingga saat ini.

Para tahanan di Gitmo adalah mereka yang dicurigai melakukan terorisme. Yakni sejak era War on Terror (WOT) masa GW Bush menjabat sebagai presiden Amerika Serikat ke-43. Ia adalah anak dari GHW Bush, presiden Amerika Serikat ke-41. Keduanya berasal dari Partai Republik.

Selain untuk tujuan memenjarakan pelaku 9/11, Gitmo juga digunakan untuk memenjarakan tersangka teroris yang ditangkap oleh pasukan AS di Afghanistan, Irak, dan di tempat-tempat lainnya.

Namun, banyak dari tahanan Gitmo yang ditahan tanpa dakwaan dan pengadilan. Sehingga Gitmo menjadi  battlefield  tersendiri bagi pelaksanaan hak asasi manusia, dan selalu dikritik oleh organisasi hak asasi manusia internasional.

Selain itu, bahkan terdapat tahanan yang ditahan selama lebih dari dua dekade tanpa pernah diadili. Penahanan tanpa batas waktu ini menimbulkan kekhawatiran serius mengenai proses hukum dan hak mendasar atas peradilan yang adil.

Laporan mengenai penyiksaan dan perlakuan kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia telah dilakukan sejak awal berdirinya Gitmo. Investigasi oleh lembaga-lembaga indepen telah membuktikan klaim  serius ini.

Sehingga menimbulkan pertanyaan tentang kepatuhan penjara terhadap hukum hak asasi manusia internasional.

Pada bulan Februari 2023, Profesor Sondra Crosby dari Boston University School bersaksi di pengadilan untuk mengecam “pemberian makan melalui rektal” yang digunakan oleh CIA di Gitmo. Kelompok Physicians for Human mengutuk tindakan sejenis ini dengan menyebutnya sebagai bentuk penyiksaan dan pelecehan seksual yang menyamar sebagai perawatan medis.

Crosby dan rekannya Leonard Glantz, lalu menyerukan identifikasi dan tindakan potensial terhadap petugas medis yang mengizinkan atau berpartisipasi dalam pemberian makan paksa ini. Dengan alasan bahwa mereka melanggar standar etika dan hukum, dengan melakukan praktik yang kasar dan mendiskreditkan tahanan.

“Penciptaan kerangka hukum di luar sistem peradilan AS dan penggunaan komisi militer telah melemahkan prinsip-prinsip hukum dan menjadi preseden yang berbahaya yang dapat mengikis perlindungan hak asasi manusia,” katanya, mengutip phys.org.

Crosby, Glantz, dan rekannya George Annas telah menulis tentang kontroversi selama lebih dari satu dekade, termasuk artikel di New England Journal of Medicine. Para peneliti ini mempertanyakan keterlibatan personel medis dalam pemberian makan paksa kepada para tahanan.

Gitmo me-warning tentang  bahaya  pelanggaran hak asasi manusia atas nama keamanan nasional. Mengutip NPR,  sekitar 100 organisasi advokasi telah mengirimkan surat resmi kepada Presiden Joe Biden pada pekan ini. Mereka mendesak agar pemerintah AS menutup penjara militer Gitmo.

Scott Roehm, direktur advokasi dan kebijakan global dari Center for Victims of Torture menyatakan Gitmo adalah kasus kriminal paling penting dalam sejarah AS. Perjanjian pembelaan, secara realistis, adalah satu-satunya cara untuk menyelesaikan kasus ini dengan keadilan dan finalitas bagi anggota keluarga korban pada saat ini.

“Hampir semua bukti yang digunakan pemerintah untuk menghukum para tahanan adalah berdasarkan pada penyiksaan,” katanya.

Setelah tiga presiden yang lalu tidak dapat menutup Gitmo, maka kini desakan pun kembali menguat. Padahal, sebelumnya, Presiden Barack Obama dari Partai Demokrat telah memenuhi janjinya pada kampanye pemilihan umum. Yakni janji untuk menutup Gitmo.

Pada tanggal 22 Januari 2009, setelah terpilih, Obama mengeluarkan perintah eksekutif untuk segera menutup fasilitas penahanan di Guantanamo   terhitung satu tahun sejak tanggal ditetapkan. Tetapi tidak berhasil.

“Kami meyakinkan pemerintah saat ini, bahwa menutup Gitmo adalah hal yang benar untuk dilakukan,” katanya.

Area Guantanamo sendiri adalah sama kontroversinya dengan penjara itu. Mengutip Time, area yang berada di tenggara Kuba ini sebenarnya berada dalam kekuasaan Kerajaan Spanyol, sekitar satu abad lampau.

Ketika pada 1898, daerah-daerah jajahan Spanyol yang ingin merdeka, telah dibantu oleh Amerika Serikat dalam Perang melawan Spanyol. Namun, bantuan ini tentu harus berbalas.

Pada Amandemen Platt,  dokumen yang mengatur berakhirnya pendudukan, pemerintah Kuba yang baru diharuskan untuk menyewakan atau menjual wilayah tertentu ke Amerika Serikat.

Maka, meskipun Kuba adalah seteru politik AS, tetapi, Guantanamo Bay adalah wilayah AS.*

avatar

Redaksi