Transaksi QRIS Mulai Jadi Gaya Hidup di Pekanbaru
Ekonomi & Bisnis, Lifestyle
March 22, 2023
Zulfa Amira Zaed/Jon Afrizal, Pekanbaru
Transaksi pakai uang tunai dinilai jadi salah satu penyebab penularan Covid-19. Di Pekanbaru, transaksi menggunakan QRIS mulai diminati dan jadi gaya hidup baru masyarakat
Riezka Isyana (30), seorang pegawai swasta di Pekanbaru mengaku tidak ingin ribet dalam bertransaksi keuangan. Karena itu dia memilih menggunakan Quick Response (QR) Code Indonesian Standard (QRIS) agar transaksinya menjadi mudah, cukup dengan smartphone di genggaman.
“Saya tidak suka membawa uang cash. Selain tidak aman dari tindak kejahatan, juga riskan terhadap penularan Covid-19,” katanya di Pekanbaru akhir pekan lalu.
Terlebih saat ini sudah banyak merchant di Pekanbaru yang menyediakan fasilitas transaksi pembayaran menggunakan QRIS. Kondisi itu cukup memudahkan Riezka, karena dia cukup memindai (scan) kode QR, dan pembayaran pun dapat dilakukan.
Tentu saja dia sebelumnya telah menginstall aplikasi uang elektronik server based, dompet elektronik atau mobile banking milik salah satu penyelenggara jasa sistem pembayaran (PJSP).
Dengan aplikasi ini, nasabah mendapat kode QRIS. Lalu, kode itu digunakan ketika melakukan transaksi pembayaran. Riezka mengaku bersama teman-temannya biasa menggunakan aplikasi e-wallet seperti OVO, GoPay, Sakuku, ShopeePay dan lainnya.
Ketika hendak bertransaksi, aplikasi dibuka, lalu lakukan pemindaian kode QR yang ada di merchant, masukkan nominal, dan memasukkan pin. Maka saldo merchant otomatis bertambah sesuai nominal yang dimasukkan oleh pengguna QRIS.
Riezka mengatakan transaksi menggunakan QRIS sangat menguntungkan. Sebab tidak dikenakan biaya administrasi. “Selain itu juga banyak promo yang diberikan baik oleh merchant maupun perusahaan uang elektronik, seperti promo cashback,” katanya.
Menurut Riezka, penggunakan QRIS memudahkan karena kini dia tidak perlu lagi membawa banyak uang tunai di dompet. Dan, yang terpenting, sangat membantu mengurangi interaksi langsung antara pembeli dan penjual.
“Kita mengetahui, untuk mencegah penyebaran Covid-19, interaksi langsung harus dihindari,” kata Riezka.
Terhitung hingga 6 April 2021, angka penularan Covid-19 di Riau yang terkonfirmasi positif ada sebanyak 35.571 kasus. Penularan Covid-19 bermula dari kontak langsung satu orang dan lainnya.
Seperti bersentuhan langsung, bercakap-cakap, dan interaksi langsung lainnya.
Kegiatan bertransaksi yang menggunakan uang tunai pun berpotensi menularkan Covid-19. Dikarenakan uang yang berpindah dari tangan satu orang ke orang lainnya.
Terkait penanggulangan penyebaran ini, pemerintah telah mengantisipasi dengan mengeluarkan kebijakan untuk membatasi interaksi sosial untuk menekan penyebaran Covid-19, termasuk himbauan cashless dalam bertransaksi.
Awalnya, kebijakan ini ditujukan untuk mengurangi transaksi tunai. Tapi kini berkembang sebagai gaya hidup praktis yang sesuai dengan zamannya.
Memudahkan Pedagang di Pasar Bawah
Siti Hidayati, satu dari sekian banyak pedagang makanan di Pasar Bawah Pekanbaru yang mengaku penggunaan QRIS memudahkannya dalam bertransaksi.
“Pembayaran non tunai QRIS ini memudahkan kami dalam bertransaksi. Pembeli cukup memindai kode QR milik saya kemudian saldo akan masuk ke rekening saya,” kata Siti.
Selain mempermudah transaksi cashless, ia juga dimudahkan untuk melakukan pembayaran tagihan bulanan menggunakan saldo nyang masuk kerekeningnya dengan pembayaran metode ini.
“QRIS mempermudah kami untuk melakukan pembayaran bulanan maupun untuk jual-beli,” katanya.
Ia biasa membayar tagihan bulanan, seperti listrik, dan pembayaran tagihan rutin ke pengelola pasar. Sedangkan untuk penggunaan saat jual-beli, maka saldo otomatis terisi senilai transaksi.
“Cukup menggunakan smartphone,” katanya.
Penggunaan QRIS, katanya, memudahkannya untuk mengalokasikan dana operasional ataupun tagihan bulanan sebelum jatuh tempo.
“Bagi saya, memegang uang fisik akan sulit mengendalikannya. Berapapun uang yang ada, akan langsung habis,” katanya.
Tapi bila pembeli membayar pakai QRIS, akan langsung masuk ke saldo rekening. Sehingga lebih mudah untuk mengontrol pengeluaran.
Selain itu, setiap transaksi yang dilakukan juga tidak dikenakan biaya administrasi, tanpa minimum pembayaran. Cukup membayar biaya rutin seperti SMS banking senilai Rp2.500 per bulan.
Menurutnya, pembayaran menggunakan QRIS juga turut mengurangi risiko tertular Covid-19. Sebab tidak perlu menyentuh uang fisik yang sudah berpindah tangan dari banyak orang.
“Di masa pandemi ini, saya lebih suka melakukan transaksi menggunakan QRIS, paling tidak kita terlindungi dari interaksi langsung tanpa harus memegang uang fisik,” katanya.
Menurut Siti, setiap hari ia melayani tiga hingga lima pembeli yang menggunakan metoda QRIS. Sementara pada akhir pekan, mencapai tiga kali lipatnya.
Tak hanya Siti, namun seluruh pedagang di pasar bawah ini sudah menerapkan QRIS. Tidak terlihat kecanggungan antara pedagang dan pembeli saat melakukan transaksi menggunakan QRIS. Rata-rata pengguna QRIS adalah kalangan milenial.
Dapat Digunakan Semua Aplikasi
Peluncuran Quick Response (QR) Code Indonesian Standard (QRIS) oleh Bank Indonesia tertuang dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) No.21/18/PADG/2019 tentang Implementasi Standar Nasional Quick Response Code untuk Pembayaran pada 16 Agustus 2019. Peluncuran QRIS merupakan salah satu implementasi visi sistem pembayaran Indonesia (SPI) 2025, yang telah dicanangkan pada Mei 2019 lalu.
QRIS merupakan motoda pembayaran standar yang bersifat elektronik, dompet elektronik atau mobile banking, dengan menggunakan standar code yang disebut QR Code Indonesian Standart (QRIS) dan Ketentuan Baru Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia.
Menurut Kepala Divisi Sistem Pembayaran, Pengelolaan Uang Rupiah (SP-PUR) BI Riau, Asral Mashuri menggunakan QRIS itu menguntungkan karena satu QR code dapat digunakan oleh semua aplikasi.
“Yang terakhir, penggunaan QRIS secara langsung membuat transaksi menjadi cepat dan seketika sehingga mendukung kelancaran sistem pembayaran,” ujarnya.
Menurut data BI, tingkat inklusi keuangan di Riau telah mencapai 69,45 persen penduduk Riau yang sudah terhubung dengan lembaga perbankan. Angka itu memang masih di bawah rata-rata nasional di mana indeks inklusi keuangan mencapai 76,19 persen pada 2019.
Nova Linzai, Analis Junior Fungsi Implementasi Kebijakan Sistem Pembayaran, BI Riau menjelaskan jumlah merchant QRIS di Riau per bulan Desember 2020 sebanyak 118.063 sedangkan pada akhir bulan Maret 2021 mencapai 132.246. Sehingga pertumbuhan merchant diperkirakan 4.728 tiap bulan.
“Sejak QRIS digunakannya pada Mei 2019 hingga Februari 2021, nilai transaksi di Riau sebesar Rp10.264.914.917,” kata Nova.
Area Manager Mandiri Syariah Pekanbaru yang kini menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI), Syahrial Alrasyid mengatakan penggunaan QRIS yang mulai diimplementasikan pada 1 Januari 2020 diharapkan bisa meningkatkan tingkat inklusi keuangan di Riau. Apalagi, pada akhir 2019 seluruh transaksi di pemerintahan daerah harus non tunai.
“Sebelumnya Mandiri Syariah telah mempunyai fitur QR namun sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia di mana mulai 1 Januari 2020, penggunaan kode QR telah diatur penggunaannya sesuai dengan PADG BI. Indonesia melihat manfaat pembayaran tersebut untuk mendorong efisiensi perekonomian, mempercepat keuangan inklusif, dan memajukan UMKM,” katanya.
Hingga awal 2021, dari 42 kantor cabang Bank Syariah Indonesia di Riau, memiliki 650 merchant yang sudah menggunakan pembayaran dengan QRIS.
Mendesak, Digitalisasi Usaha Kecil
Dahlan Tampubolon, dosen Fakultas Ekonomi Universitas Riau mengatakan menggunaan QRIS sudah sangat mendesak diaplikasikan merata di seluruh sektor ekonomi. Dengan digitalisasi usaha kecil akan membantu mereka maju ke level berikutnya dan menjadi pendukung yang lebih besar bagi perekonomian.
“Pembayaran non-tunai dengan QRIS-nya BI, sudah dimulai sejak 2019. Tapi, sayang, masih berpusat pada kegiatan ekonomi perkotaan, terutama perniagaan online. Sedangkan pada bisnis riil di kalangan usaha kecil, hampir jarang diterapkan, walaupun mereka sudah memiliki kode QR dari akun QRIS-nya,” katanya.
Menurutnya, usaha kecil yang terhubung secara digital dapat bertahan lebih baik dalam krisis, termasuk pandemi Penyakit Virus Corona (Covid-19). Namun hanya sedikit UMKM yang masuk ke ekosistem digital. Padahal, saat pandemi seperti ini merupakan momentum yang bagus bagi usaha kecil memanfaatkan platform yang disediakan oleh BI itu.
“Belanja kebutuhan pokok di perkotaan mulai memanfaatkan QRIS, misalnya untuk belanja makanan dan minuman, perlengkapan rumah dan sekolah anak-anak dan lainnya,” katanya.
Pelaku usaha kecil dan menengah perlu masuk ke perniagaan elektronik (e-commerce) untuk mengantisipasi perilaku konsumen dan merespons tren belanja digital seperti saat ini. Namun, menurut Dahlan, untuk kedai-kedai tradisional dan pasar tradisional, pemanfaatan pembayaran non-tunai belum berjalan.
“Kecuali mereka yang ikut dalam ekosistem digital seperti menjadi anggota dari marketplace Shopee, Bukalapak, Tokopedia dan lainnya,” ungkapnya.
Dahlan menilai belakangan kesadaran masyarakat tentang kesehatan semakin tinggi, sehingga pembenahan usaha kecil dengan digitalisasi merupakan keniscayaan. Sebab dengan cara itulah, mereka bisa meningkatkan kemampuan bersaingnya agar dapat memasuki pasar yang lebih luas dan modern.
“QRIS pastinya akan mengurangi penggunaan uang tunai. Pemerintah harus segera mengubah platform pembayaran dan penerimaannya,” ujarnya.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau, Mimi Yuliana Natzir mengatakan secara spesifik, tidak terdata terkait angka penularan Covid-19 dari transaksi tunai. Namun, dia menekankan interaksi langsung dalam transaksi keuangan memang harus dihindari.
“Penggunaan metoda QRIS sangat kami dukung karena mengurangi kontak langsung, yang dapat mengurangi penularan Covid-19,” katanya.
(*)
Reportase ini didukung oleh AJI Indonesia bekerja sama dengan Permata Bank.
Artikel ini pertama kali diterbitkan di amirariau.com