Tanjung Mandiri: Persoalan Yang Tak Pernah Dituntaskan

Lingkungan & Krisis Iklim

February 19, 2024

Achmad Wicaksana/Tanjung Mandiri, Batanghari

Kwitansi jual beli lahan, bundelan sporadik, dan nota pembayaran pajak yang ditemukan terkait kepemilikan lahan di Tanjung Mandiri. (photo credits : Achmad Wicaksana/amira.co.id)

KEKACAUAN sistematik telah terjadi di Dusun Tanjung Mandiri, Desa Bungku, Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi sejak 10 tahun terakhir ini. Daerah yang seharusnya masuk ke dalam kawasan hutan dengan peruntukan restorasi ekosistem ini mengalami tindakan yang “tidak konservasi”.

Aksi perambahan, jual beli lahan, dan penerbitan sporadik bagi status kepemilikan pribadi, dan juga pembayaran pajak bagi negara membuat keinginan negara untuk menghutankan kembali kawasan hutan dataran rendah Sumatera ini selalu terhalangi.

Aksi-aksi sepihak untuk berkebun sawit sepertinya adalah hal yang biasa terjadi di sini. Areal dusun yang sengaja dibingungkan untuk menjadi Kabupaten Batanghari atau Muarojambi telah membuat banyak pihak terus berdatangan ke sini, dari berbagai wilayah.

(Video melengkapi artikel ini – Redaksi)

“Kami mendapat informasi adanya lahan untuk bertanam sawit di sini,” kata Benhard, bukan nama sebenarnya, kepada Amira.

Akses yang terlalu jauh jika menuju Kota Muarabulian, ibukota Kabupaten Batanghari, telah membuat beredarnya kepemilikan KTP Muarojambi. Sebab, dusun ini lebih dekat ke Unit 22 Sungai Bahar.   

Amira menemukan fakta-fakta di lapangan, yang dapat menjadi bukti-bukti untuk diselesaikan oleh pihak-pihak terkait. Seperti kwitansi jual beli, bundel sporadik, dan nota pembayaran pajak.

Penerbitan sporadik diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997. Tujuannya adalah untuk memberikan kepastian hukum atas hak tanah, menghindari sengketa properti, dan meningkatkan nilai investasi properti.

Tetapi, tidak mungkin sporadik dapat diterbitkan di kawasan yang telah dinyatakan sebagai hutan oleh negara. Dan tidak juga ada kemungkinan orang per orang untuk mendapatkan hak atas investasi properti di kawasan hutan.

Ajaibnya, ini terjadi di Tanjung Mandiri.

Warga yang juga kebingungan untuk memilih; harus ber-KTP Batanghari atau Muarojambi, serta terganggunya akses untuk memiliki sarana listrik bagi warga, adalah akibat lanjutan dari kekacauan sistematik ini.

“Lihatlah tiang listrik itu. Telah bertahun-tahun tertancap tanpa aliran listrik,” kata Wilson, bukan nama sebenarnya.

Tentu saja, kawasan hutan tidak diperbolehkan dialiri listrik. Tetapi, kawasan hutan ini telah memiliki sekolah. Dan, entah bagaimana nasib anak-anak murid, ke depannya, jika persoalan administrasi ini tidak terselesaikan juga.

Tanjung Mandiri, adalah spot bagi terbukanya kawasan hutan yang lain. Dari kawasan ini, dapat menuju Sungai Lalan, Masai Rusa dan Sungai Jerat. Dan lokasi-lokasi inilah yang telah dirambah selama ini.

Kucing-kucingan  antara  patrol  dengan perambah kerap terjadi. Dan telah pula banyak perjanjian yang ditandatangani oleh perambah, dengan janji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.

Tetapi, justru perambah yang lain yang datang merambah ke lokasi ini.

Perambahan, tentunya juga diiringi dengan pembakaran lahan. Yang selama ini dianggap sebagai satu-satunya cara termudah dan termurah untuk land clearing. Juga, tidak ada aturannya untuk membawa masuk alat berat ke kawasan hutan, untuk tujuan melakukan perambahan.

Kawasan hutan dataran rendah ini telah dimandatkan oleh negara kepada PT Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI) untuk dihutankan kembali, sejak tahun 2004 lalu. Tentu saja, sebagai tempat bagi cadangan air untuk kawasan Sungai Bahar dan sekitarnya. Selain juga untuk perbaikan biodiversity  yang telah dirusak oleh aktifitas logging berizin dan aksi illegal logging sejak tahun 70-an hingga 90-an lalu.

Tetapi, niat baik pemerintah dan para conservationist  ini terhalang dengan keinginan sesaat; atas nama bertanam sawit. Toh, tidak juga dapat untuk dipungkiri, pabrik sawit banyak tersebar di sekitar daerah ini.

Maka, jika sawit adalah keterlanjuran, dan bukan tanaman hutan, sudah seharusnya banyak pihak mengimplementasikannya hingga ke tingkat tapak. Jika tidak, bencana hidrometeorologis akan mengintai setiap waktu.

Baik itu karhutla, banjir, tanah longsor, dan seterusnya.*

avatar

Redaksi