Tanah Timbun, Banjirmu Kini

Budaya & Seni, Lingkungan & Krisis Iklim

April 15, 2023

Muhammad Al Fikri/Kota Jambi

Kawasan RTH eks Pasar Angso Duo yang digenangi banjir, Sabtu (15/04). (credit tittle : Muhammad Al Fikri/amira.co.id)

PASAR Angso Duo tidak ada habisnya untuk dibahas. Selalu saja memuncul masalah baru dari masa ke masa. Kini, kawasan Pasar Angso Duo (lama) telah diubah menjadi Ruang Terbuka Hijau (RTH).

Sementara untuk arus perdagangan, digeser sedikit, dan berubah nama menjadi Pasar Angso Duo Baru.

Tetapi, kedua kawasan ini, yang berada pada satu hamparan, puluhan tahun yang lalu biasa disebut dengan nama Tanah Timbun. Yakni areal yang di-reklamasi dengan cara menimbun kawasan rawa di pinggir Sungai Batanghari itu.

Reklamasi, dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah land fill, atau dengan arti menimbum tanah ke suatu tempat.

Persoalan seputar  Tanah Timbun sejak dulu hingga kini ternyata tetap tidak bergerak dari banjir. Banjir pun kini menggenangi RTH seluas 4,7 hektare yang memakan biaya sebesar Rp 35 miliar itu.

Tentu saja angka yang cukup besar, jika mengingat hasil yang didapat adalah “genangan banjir ketika hujan”. Seperti yang terjadi pada Sabtu, 15 April 2023.

Banjir yang menggenangi kawasan reklamasi eks Pasar Angso Duo, Sabtu (15/04). (credit tittle : Muhammad Al Fikri/amira.co.id)

Secara kasat mata, dapat dilihat perbedaan tepian Sungai Batanghari, yakni yang berada di Tanah Timbun dan yang berada di kawasan di seberangnya, atau Kota Seberang Jambi. Adalah lebih tinggi yang berada di Kota Seberang Jambi, tentunya.

Akibat yang muncul, ketika hujan turun, adalah debit air Sungai Batanghari yang juga meningkat. Sungai Batanghari lalu membuang air itu untuk kembali ke daratan. Sehingga, sasarannya adalah RTH itu.

Tidak juga dapat untuk dipungkiri, bahwa kawasan Tanah Timbun adalah dataran rendah, yang secara harfiah, adalah sifat air untuk mencari tempat yang rendah.

Meskipun, seharusnya dapat disiasati dengan pola kanalisasi atau drainase buangan air. Tetapi, kenyataannya, banjir kini terjadi. Artinya pola itu tidak dilakukan dengan baik.

Anggota DPRD Provinsi Jambi, dari Partai Gerindra, Abun Yani telah pula menyoal proyek RTH ini. Tentu karena realisasi RTH sangat jauh berbeda dengan visualisasi pada saat perencanaan.

“Kami meminta agar dibentuk Pansus RTH,” katanya baru-baru ini.

Padahal, kawasan ini cukup menjanjikan untuk pariwisata. Dengan taman dan masjid berkubah mirip Ka’bah, menarik minat orang untuk berkunjung dan sholat.

Terlebih, jika mengingat di dekat kawasan itu terdapat Jembatan Gentala Arasy dengan panjang 503 meter di kawasan Tanggo Rajo, menara setinggi 80 meter dan masjid di bagian seberangnya, yakni  kawasan Arab Melayu.

Menara Gentala Arasy adalah museum yang memililiki 100 koleksi terkait fakta-fakta kebudayaan Islam di Jambi pada abad ke 16 Masehi, yang juga dilengkapi dengan mini cinema. Sedangkan masjid, yakni Masjid Al-Ihsaniyah, atau sebelumnya disebut Masjid Batu, adalah masjid tua di sana.

Jika ketiga kawasan ini dapat dihubungkan dengan baik, terutama terkait masalah transportasi, maka pintu untuk pariwisata akan terbuka lebar.

Tetapi, sejujurnya, wisatawan mana yang rela untuk digenangi banjir?*

avatar

Redaksi