Tambang; Ketika Juri Ikut Pertandingan

Lingkungan & Krisis Iklim

August 9, 2024

Farokh Idris

Nikel. (credits: ProActive Investors)

PEMERINTAH telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 25 tahun 2024 tentang “Perubahan atas PP nomor 96 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara”. Dimana, ketentuan pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada organisasi keagamaan (ormas) tertuang didalamnya, yakni pada pasal 83A.

Hanya saja, pengelolaan tambang dimungkinkan dengan bentuk badan usaha, dan bukan dengan bentuk sebagai ormas. Tentunya, sesuai aturan, ormas akan membuat badan usaha berupaya Perseroan Terbatas (PT) atau sejenisnya, seperti yang tertera dalam aturan terkait tambang.

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan terdapat enam lokasi tambang batu bara yang akan diberikan kepada ormas keagamaan. Diantaranya adalah eks PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, dan PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Adaro Energy Tbk, PT Multi Harapan Utama (MAU), dan PT Kideco Jaya Agung.

“Eks lahan tambang PT Kaltim Prima Coal (KPC) akan dikelola oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang paling awal menyetujui pengelolaan tambang untuk ormas keagamaan,” katanya, mengutip Suara.

Sementrara, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, izin usaha pertambangan khusus (IUPK) akan diberikan kepada organisasi keagamaan Muhammadiyah berupa lokasi terbaik.

“Pemerintah akan memberikan dari eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang paling bagus di luar dari pada KPC,” kata Bahlil Lahadalia.

Adapun lokasi tambang lainnya yang berpeluang dikelola oleh Muhammadiyah, adalah eks  PT Arutmin Indonesia dengan cadangan batu bara mencapai 213 juta ton dan memiliki sumber daya sebesar 1,66 miliar ton, lalu, PT Kendilo Coal Indonesia di Kabupaten Paser Kalimantan Timur, sebagai satu wilayah dengan potensi cadangan batu bara terbesar di Indonesia.

Selanjutnya, eks wilayah PT Adaro Energy Tbk di Kalimantan Selatan, lalu, PT Multi Harapan Utama (MAU), dan PT Kideco Jaya Agung, dengan cadangan batu bara mencapai 651 juta ton.

Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu Bara Kementerian ESDM, Lana Saria mengatakan, ormas taka hanya dapat mengelola tambang batu bara saja. Tetapi juga tambang emas, dan mineral lainnya.

Hanya saja, katanya, tidak ada prioritas bagi ormas keagamaan. Melainkan harus mengikuti lelang yang dilakukan secara terbuka.

“Ormas keagamaan bisa ikut di dalam lelang bekas-bekas IUP yang dicabut yang akan dilakukan secara terbuka. Karena rekomendasi wilayah ijin diberikan oleh gubernur setelah penetapan IUP pada lelang terbuka,” katanya.

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nasir, mengatakan pihaknya akan mengelola tambang dengan tidak merusak lingkungan, tidak meninggalkan konflik dan disparitas sosial.

“Jika dalam pelaksanaannya, Muhammadiyah menemukan berbagai situasi yang bertentangan maka kami bertanggungjawab untuk mengembalikan izin usaha pertambangan itu,” katanya, mengutip BBC Indonesia.

Muhammadiyah, katanya, telah melakukan kajian terkait dengan konsesi tambang, dan mendengarkan kelompok-kelompok pro dan kontra tambang. Termasuk menerima masukan dari pengurus di daerah.

“Kita dihadapkan pada realitas, kehidupan politik, ekonomi, budaya,” katanya terkait keputusan PP Muhammadiyah untuk mengelola tambang mineral.

PP Muhammadiyah, katanya, tetap berpegang pada Fatwa Majelis Tarjiah dan Tajdid PP Muhammadiyah tentang pengelolaan pertambangan dan urgensi transisi energi berkeadilan.

Fatwa itu menyatakan pertambangan adalah aktivitas mengekstraksi energi mineral dari perut bumi, masuk dalam kategori muamalah yang hukum asalnya: boleh.

Keputusan PP Muhammadiyah ini, bagi warga Muhammadiyah di Trenggalek, Jawa Timur, telah “menyakiti hati” mereka yang konsisten menolak kehadiran tambang emas terbesar di Jawa.

Ketua Bidang Kajian Politik Sumber Daya Alam di Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PP Muhammadiyah, Wahyu Perdana, bahkan menyebut sikap ini berpotensi sebagai risywah politik. Sebab dalam lima tahun ke depan hampir dipastikan tidak ada suara kritis lembaganya terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah.

Dan, ketika “juri” telah ikut dalam pertandingan, maka tidak ada pembeda lagi, antara yang menang dan yang kalah. Semuanya adalah sama: player.*

avatar

Redaksi