Penyelesaian Konflik Lahan Di Kumpe Ulu Jadi Prioritas
Hak Asasi Manusia
August 9, 2023
Astro Dirjo/Kota Jambi
Petani se-Jambi melakukan aksi damai pada Hari Tani September 2022 di kawasan Simpang Bank Indonesia, Telanaipura. (photo credits : Astro Dirjo/amira.co.id)
PEMERINTAH memprioritaskan penyelesaian konflik lahan yang terjadi di Provinsi Jambi saat ini. Terutama penyelesain konflik lahan di Kecamatan Kumpe Ulu. Demikian dikatakan Ketua DPRD Provinsi Jambi, Edi Purwanto, baru-baru ini.
Edi Purwanto mengatakan, pihak-pihak terkait harus bersama-sama menyelesaikan persoalan konflik lahan yang banyak terjadi di Provinsi Jambi. Sebab, jika dibiarkan berlarut, maka akan muncul konflik-konflik baru.
“Keterlambatan pemerintah dalam menyikapi hal ini, akan merugikan masyarakat,” katanya.
DPRD Provinsi Jambi, katanya, telah menerima 107 laporan terkait konflik lahan. Sebanyak 21 kasus telah pula diverifikasi.
Pansus (panitia khusus) konflik lahan pun telah dibentuk. Ini guna mengurai persoalan yang terjadi, dan upaya penyelesaiannya.
“DPRD bicara atas nama kepentingan rakyat. Sebab banyak konflik lahan yang terjadi, dalam waktu puluhan tahun, telah merugikan masyarakat banyak,” katanya.
Persoalan konflik lahan telah menjadi prioritas pemerintah, berawal dari peristiwa yang terjadi beberapa waktu lalu, dan menjadi berita nasional. Kala itu warga Desa Teluk Raya melakukan aksi blokade jalan masuk ke areal perkebunan sawit PT Fajar Pematang Indah Lestari (FPIL), selama dua pekan. Aksi ini kemudian dibubarkan oleh pihak keamanan.
Dari peristiwa ini, terkuak dan publik pun mengetahui bahwa perusahaan ini juga berkonflik dengan desa tetangga, yakni Desa Sumber Jaya.
Guna mencegah konflik terus meluas, DPRD Provinsi Jambi pun angkat bicara.
Ketua Fraksi Partai PPP Berkarya DPRD Provinsi Jambi, Kamaluddin Haviz mengatakan Dinas Perkebunan Provinsi Jambi harus memperbarui laporan jumlah HGU.
“Kami meminta agar data terkait izin HGU diperbarui. Sehingga kita semua mengetahui dimana lokasinya dan siapa yang menguasainya,” katanya.
Persoalan ini, katanya, penting untuk mencegah dampak lanjutan dari konflik lahan yang terjadi saat ini.
“Persoalan jumlah izin HGU ini harus clear. Supaya kita semua paham, dimana areal HGU, dan dimana lokasi lahan masyarakat. Jangan sampai terjadi tumpang tindih,” katanya.
Sementara itu, anggota DPRD Jambi Dapil Batanghari – Muarojambi, Abun Yani mengatakan Timdu (tim terpadu) yang dibentuk juga melibatkan pihak ATR/BPN. Timdu ini dibentuk untuk menyelesaikan konflik lahan antara masyarakat dengan PT FPIL.
“Semua dokumen yang ada, harap dibuka dan ditela’ah. Seperti dokumen yang dimilki oleh PT FPIL, dan juga masyarakat di Desa Teluk Raya dan Sumber Jaya,” katanya.
Ini karena, katanya, regulasi untuk memperoleh HGU cukup panjang. Pemberian HGU dilakukan melalui beberapa tahapan, dan tidak serta merta saja. Seperti pengukuran bidang tanah, permohonan hak, penetapan hak, dan pendaftaran hak.
Dan juga, pemeriksaan dan penelitian data yuridis dan data fisik yang dilakukan oleh ATR/BPN.
HGU dengan luasan ribuan hektare, katanya, tentu saja butuh ratusan surat tanah, dari siapa perusahaan itu membeli lahan. Mereka yang terlibat dalam pengukuran lokasi pun harus dapat menjelaskan batas-batasnya.
“Masyarakat Desa Teluk Raya dan Sumber Jaya juga akan kita undang untuk membahas ini. Sehingga semuanya menjadi terang dan jelas,” katanya.
Penyelesaian ini, katanya, agar hak-hak masyarakat tidak semakin terdesak. Sehingga duduk persoalan konflik lahan pun dapat diketahui, tanpa melulu menyalahkan masyarakat saja.*