Merawat Jiwa Yang Terpasung
Lifestyle
November 12, 2025
Regata Deblanca

Pasien ODGJ yang dipasung. (credits: Markus Makur)
KAMIS, 6 November 2025, sinar matahari menyengat. Iklim bumi sedang sangat panas, mungkin berkisar di angka 34 derajat Celcius, di Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Pulau Flores, dengan luasan 14.300 kilometer persegi, yang dalam buku-buku sejarah lama disebut dengan nama “Nusa Dipa” (: Pulau Ular). Kadang, juga disebut dengan nama “cabo de flores” (: tanjung bunga). Pulau ini dihuni oleh 15 suku asli dan tiga suku pendatang turun temurun, dengan total 1,6 juta jiwa ditahun 2007, menurut data BPS.
Markus Makur berangkat dari Kota Borong, Ibukota Kabupaten Manggarai Timur sekitar pukul 09.15 WITA. Perjalanan hari itu dengan mengendarai sepeda motor dari arah barat menuju ke arah Timur. Ruas jalanan yang rusak, dan kadang berlumpur ketika hujan turun, adalah persoalan lain yang menantang kemanusiaan.
Seperti sebelum-sebelumnya, kali ini ia melakukan kunjungan kemanusiaan kepada satu pasien sakit jiwa yang dipasung di Kampung Rasan, Kelurahan Ronggakoe, Kecamatan Kota Komba. Pasien itu berinisial H.
Mengutip RRI, terdapat 10.478 kasus gangguan jiwa yang ditemukan di 22 Kabupaten/Kota Provinsi NTT. Yang terdiri dari 938 kasus gangguan ringan dan 9.540 kasus gangguan jiwa berat.
Gangguan jiwa ringan termasuk kecemasan, depresi ringan dan gangguan campuran cemas serta depresi. Sedangkan gangguan jiwa berat termasuk skizofrenia, depresi berat, hingga gangguan bipolar.
Adapun jumlah dokter spesialis atau psikiater yang menangani pasien dengan kondisi gangguan jiwa hanya sembilan orang yang tersebar di Kota Kupang, Maumere dan Ngada. Namun, 75 persen dokter dan perawat dari 425 puskesmas di Provinsi NTT sudah dilatih untuk menangani pasien gangguan jiwa.
Saat ia tiba di kampung itu, suasananya sepi. Teduh, walaupun sengatan sinar matahari terasa tepat di ubun-ubun kepala. Semua warga di kampung beraktivitas seperti biasa, pergi ke kebun, mengajar di lembaga pendidikan bagi yang berprofesi guru dan juga yang lainnya bekerja di kantor.
Markus ditemani oleh seorang perawat Kesehatan Jiwa (Keswa) dari Puskesmas Waelengga. Tante Risna, demikian perempuan itu biasa disapa.

Relawan KKI Peduli Sehat Jiwa sedang membersihkan kuku pasien ODGJ. (credits: Markus Makur)
Seperti biasa dalam budaya orang Manggarai Timur, siapa yang datang berkunjung ke rumah seseorang, sebelumnya akan memperkenalkan diri, dan menjelaskan tujuan berkunjungnya. Setelah proses adab kebiasaan itu, ia pun mendatangi rumah keluarga H.
Satu kaki H dipasung dengan menggunakan balok kayu. Ia dirawat oleh ibunya, yang telah lanjut usia (lansia).
Sementara untuk kebutuhan makan minum, dipenuhi oleh anaknya yang lain yang tinggal bersebelahan rumah.
Rumah sederhana itu juga dibangun oleh anaknya. Terdapat tempat tidur yang berukuran pas dengan badan pasien. Pun memiliki kelambu agar terhindari dari gigitan nyamuk malaria yang ganas, sebagai persoalan lain di negeri tropis ini.
“Saya melihat kondisinya dengan kuku tangan dan kakinya sangat panjang. Berjenggot panjang. Pasien itu bersih, karena keluarganya memandikannya,” kata Markus Makur.
Selanjutnya, Markus membersihkan kuku tangan pasien H. Memotong kuku-kukunya yang panjang.
Tetapi, pada kunjungan yang singkat ini, Markus hanya dapat memootng kuku-kuku tangan pasien H saja. Sedangkan untuk kuku-kuku kaki, akan dilakukan pada kunjungan berikutnya.
Sebelumnya, pada Selasa, 4 November 2025, ia pun telah mengunjungi beberapa orang pasien yang telah pulih dari sakit jiwa, yakni di Kampung Papang, Lewe, Desa Ranamasak, Kecamatan Borong. Desa Rasa Masak termasuk dalam wilayah pelayanan Puskesmas Peot.
Sewaktu kunjungan, ia didampingi oleh dua orang perawat Keswa dari Puskesmas Peot.
“Saya bersyukur karena para sahabat pulih jiwa yang sebelumnya sempat dipasung, kini telah bebas pasung dan beraktivitas seperti biasa,” katanya.
Pun, pada Rabu, 5 November 2025, kunjungan yang sama dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Borong. Melihat kondisi pasien yang sedang dalam masa perawatan, yang dikurung di dalam sebuah ruangan.
Peduli Kesehatan Jiwa
“Saya terpanggil dan terlibat menangani, mengkampanyekan tentang kesehatan mental sejak 2017. Saat itu saya masih stringer di The Jakarta Post dan kontributor di Kompas,” demikian Markus Makur memulai kisahnya.

Markus Makur, Koordinator Relawan KKI Peduli Sehat Jiwa. (credits: Markus Makur)
Tindakan ini, katanya, terinspirasi dari seorang Imam Katolik, Pater Avent Saur, SVD. Avent Saur mendirikan kelompok relawan bernama: Kelompok Kasih Insanis (KKI) “Peduli Sehat Jiwa” di Kabupaten Ende, dan tersebar luas di sembilan kabupaten di Pulau Flores, dan juga di Pulau Timor dan Pulau Sumba.
Dengan tagline “Salam Sehat Jiwa, Salam Belum Kalah”, relawan KKI Peduli Sehat Jiwa adalah kelompok karya karitatif yang mengabdikan diri untuk menangani Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Mereka bertugas mengunjungi, mengedukasi, mengadvokasi hak-hak dari pasien yang menderita sakit jiwa yang menggelendang dan terpasung. Selain itu, juga memberikan pemberdayaan kepada pasien yang sudah pulih dari sakit jiwa.
Dampak nyata dari pelayanan kemanusiaan itu, dapat dilihat dari banyaknya pasien yang telah bebas pasung. Dan, warga secara perlahan tidak lagi menstigma pasien sakit jiwa. Pasien yang telah pulih, dapat beraktivitas seperti biasa.
Pada medio 2019, KKI Peduli Sehat Jiwa melaksanakan seminar nasional tentang Kesehatan Jiwa dengan menghadirkan Psikiater, dr Albert Maramis, seorang penyintas, dan juga Pater Avent Saur, SVD. Selanjutnya pelatihan kepada relawan KKI di Pulau Flores dengan zoom dilakukan masa Covid19.
“Yang rutin relawan KKI Peduli Sehat Jiwa lakukan adalah home visit (kunjungan ke rumah) terhadap pasien yang masih dipasung dan yang dikurung. Kami melakukan hal sederhana dengan membersihkan kuku kaki dan tangan, memangkas rambut dan memandikan pasien,” kata Markus Makur yang adalah Koordiantor KKI Peduli Sehat Jiwa.
Tepat pada bulan Februari 2025 ini, relawan KKI Peduli Sehat Jiwa sudah berjalan bersama para penderita sakit jiwa selama sembilan tahun lamanya.
Ini adalah bentuk dari pertanyaan refleksi, tentang mengapa jiwa seorang manusia menjadi sakit. Dan, tidak tertutup kemungkinan, juga menyerang manusia lainnya.
Selain berkunjung ke pasien, pun pada Peringatan Hari Kesehatan Jiwa tanggal 10 Oktober 2025, relawan KKI Peduli Sehat Jiwa Kabupaten Manggarai Timur mengadakan seminar tentang kesehatan jiwa di Desa Komba, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur.
“Kami hanya melakukan yang sederhana saja, yang dapat dilakukan oleh siap saja. Mari, peduli bersama,” katanya menutup cerita.*
