Masih Terjadi, Pencurian Benda Cagar Budaya Di Sungai Batanghari

Budaya & Seni

December 19, 2023

Astro Dirjo/Kumpe Ilir

Mahaprastisara. (: metmuseum)

MARAKNYA pencarian benda cagar budaya tanpa izin masih terjadi di aliran Sungai Batanghari di Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muarojambi dan juga di Kabupaten Tanjungjabung Timur. Aktifitas illegal itu telah terjadi sepanjang tiga tahun terakhir ini, dan hingga hari ini belum dapat dihentikan.

Adapun benda-benda cagar budaya yang diambil tanpa hak itu adalah benda-benda lintas generasi. Yakni sejak dari masa Hindu-Budha, Islam hingga masa pendudukan Belanda.

Para pelaku adalah warga pendatang. Atau tepatnya mereka yang telah ahli dalam bidang pencarian benda-benda antik yang datang untuk berburu ke lokasi ini.

Dengan menggunakan kapal-kapal tongkang dan perahu kecil, yang berkisar antara 30 hingga 50 unit, mereka berbagi tugas untuk mencari hingga ke dasar sungai. Baik itu menyelam, menyedot dengan mesin diesel, maupun seseorang yang bertugas menunggu di atas tongkang.

Pekerjaan yang beresiko, tentunya. Dan juga butuh capital agar misi pengerukan ini berhasil.

Sebab, barang-barang antik itu umumnya berusia ratusan tahun. Sehingga banyak kolektor yang menginginkannya.

Beberapa benda yang berhasil dilihat Amira, adalah keris, cincin dan hiasan yang semuanya terbuat dari besi. Beberapa dari benda-benda itu menggunakan aksara Jawa Kuno.

Selain juga terdapat uang koin, gerabah dan pecahan kendi dan piring yang berasal dari daratan China.

Juga termasuk manik-manik dan pedang yang diperkirakan berasal dari Turki.

Saksi mata lainnya malah pernah melihat sejenis patung perunggu berukuran kecil. Meskipun belum dapat dipastikan patung itu adalah gambaran dari siapa atau dewa apa.

Kemunculan puluhan tongkang pencari benda-benda cagar budaya itu tak lepas dari adanya informan yang adalah penduduk lokal sendiri. Dari informan itu, kemudian berdatanganlah para pencari.

Beberapa dari pencari benda-benda antik itu, menurut seorang sumber yang bertutur kepada Amira, adalah kelompok-kelompok yang memang ahli dan berprofesi sebagai pencari benda-benda antik.

Mereka sebelumnya telah mencari benda-benda pusaka di kedalaman sunga-sungai di Pulau Sumatera. Seperti Sungai Musi, misalnya.

Pada awal-awal terbukanya peluang itu, para pencari hanya mencari di bagian pinggir sungai, dengan cara menyusuri sungai hingga ke bagian hilir. Lalu, mereka menjualnya secara online di platform media sosial.

Selanjutnya, setelah peluang semakin terbuka, para pencari pun berduyun-duyun datang ke lokasi ini. Terutama di Suak Kandis. Tetapi, tidak lagi dijual di platform media sosial. Mungkin, karena takut diketahui pihak berwenang.

Razia gabungan pun kerap dilakukan. Namun para pencari akan menghilang secepat kilat. Tapi, dengan tetap meninggalkan tanda.

Tanda itu adalah jerigen air berwarna putih yang mengapung di atas aliran sungai. Dengan tali dan pemberat yang menyentuh ke dasar sungai. Artinya : itu adalah areal pencarian mereka. Jika situasi telah aman, mereka akan kembali lagi untuk mencari. 

“Perbuatan ini jelas-jelas melanggar hukum,” kata tim ahli Cagar Budaya Nasional, Junus Satrio Atmojo, baru-baru ini.

Menurutnya, aktivitas ini tidak berizin dan tidak ada pengawasannya.

Padahal, katanya, benda-benda antik ini tidak untuk dijual. Sebab, seharusnya benda-benda ini diteliti dan menjadi aset negara.

Ia berharap agar perbuatan melanggar hukum ini dapat dihentikan. Agar pelaku ditangkap dan diberikan efek jera sesuai hukum yang berlaku.

Suak Kandis sendiri, adalah kawasan bersejarah situs Candi Pematang Duduk. Masih dapat ditemui pecahan-pecahan batu bata yang menandai itu adalah bagian dari stupa dan sejenisnya.

Selain juga di daerah ini dikenal dengan loji (kamar dagang) Belanda di era Sultan Thaha.

Benda-benda antik diatur dalam Undang Undang nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Pada pasal 103 menyebutkan, setiap orang yang tanpa izin Pemda setempat melakukan pencarian cagar budaya dapat dipidana dengan ancaman kurungan penjara paling lama 10 tahun penjara dan denda paling banyak IDR 1 miliar.

Sebab, kerugian tidak hanya terkait benda yang hilang. Tapi juga ilmu pengetahuan yang hilang bagi generasi selanjutnya.*

avatar

Redaksi