Manisnya Pare Dari Lahan Tidur Dengan Teknologi di Jambi Tulo

Inovasi

March 19, 2023

Zulfa Amira Zaed/Jon Afrizal, Jambi

Panen timun – Diky Kurniawan, seorang petani hortikultura di Desa Jambi Tulo tengah memanen
timun. Timun biasa dipanen setiap hari. (credit title: Jon Afrizal/amira.co.id)

BERCOCOKTANAM hortikultura memerlukan teknik yang tepat meski masa tanamnya relatif singkat. Para petani di JambiTulo menggunakan teknologi irigasi tetes untuk menjaga kelembapan tanah. Sebuah teknologi yang efektif untuk bercocok tanam hortikultura di daerah tropis. Dengan irigasi tetes, para petani tak hanya menjaga lelembapan tetapi juga menghemat tenaga. Cukup menggunakan mesin pompa air yang dinyalakan beberapa saat, seluruh tanaman ke kebun otomatis tersirami.

Pak Dolah (59) menyusuri lorong yang rimbun dengan pare siap panen. Cahaya matahari hanya sedikit menyorot kulitnya melalui celah diantara dedaunan. Ia menggunting satu per satu pare yang ia nilai pantas untuk dipetik dan layak jual, yaitu dengan berat antara 200 hingga 300 gram.

“Pare ini dipetik setiap dua hari sekali. Sebelum dijual ke pasar, harus dipilih dulu yang bentuknya sempurna dan tanpa cacat,” kata Pak Dolah.

Siang itu, adalah panen yang ke 20 kali. Sayur yang bercita rasa pahit itu berasa manis untuknya. Pasalnya lahan yang semula kurang menghasilkan karena pohon yang ia dibudidayakan di kebun itu mati sehingga tidak menghasilkan uang lagi.  Pohon duku yang merupakan endemik asli Jambi tersebut mati perlahan karena serangan jamur. 

Diky Kurniawan (49) pemilik lahan memberanikan diri mengolah lahan yang semula mati menjadi kebun pare dan mentimun, sayur yang bisa tumbuh subur di daerah tropis.

“Sebelumnya ini adalah kebun duku, karena tidak menghasilkan lagi, saya rubah menjadi kebun sayur,” kata Diky.

Menghitung untung – Pare yang dipanen dua hari sekali sedang ditimbang untuk dijual ke Pasar
Angso Duo Kota Jambi. (credit title: Jon Afrizal/amira.co.id)

Dengan modal awal 20 juta rupiah, ia mengolah lahan tersebut. Lahan seluas 4000m2    tersebut ia gemburkan terlebih dulu, diberi pupuk kandang sebanyak 250 karung yang masing-masing berisi 20kg pupuk kandang, kemudian dibuat anjang atau kerangka untuk dirambati pare dan mentimun.

Tanaman hortikultura seperti pare dan mentimun, menurut Diky cocok untuk dibudidayakan karena tidak membutuhkan banyak air dan relatif mudah pemeliharaannya. Selain itu lahan miliknya di daerah JambiTulo, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi tersebut terbilang subur.

“Pare bisa kita panen sebanyak 30 kali dalam sekali masa tanam, sedangkan mentimun sampai 40 kali panen, per hari kita petik mentimun sampai 20kg,” katanya.

Berbeda dengan mentimun yang bisa dipanen setiap hari, pare dipanen setiap dua hari sekali. Dengan masa tanam yang lebih singkat, Diky bisa meraup untung dari bercocok tanam pare dan mentimun miliknya. Pare bisa dipanen di usia 45 hari, sedangkan mentimun lebih singkat, yaitu 40 hari.

Memilah ketimun – Buah mentimun yang sudah dipanen, dipilah sesuai dengan kriteria pasar,
baik berat maupun panjangnya. (credit title: Jon Afrizal/amira.co.id)

Perawaran Tanaman Hortikultura di JambiTulo

Untuk menggemburkan tanah yang semula mati, Diky memberi pupuk kapur Dolomit dan pupuk kandang. Setelah kerangka siap, bertanampun dimulai. Pare dan mentimun ditanam dengan jarak masing-masing 1 meter. 

Tanaman hortikultura yang harus selalu dijaga kelembapannya membuat para petani di JambiTulo yang udaranya relatif panas mencari cara untuk pengairan. Sistem irigasi tetes menjadi pilihan, karena praktis, mengemat tenaga, dan efektif. 

Selang plastik berwarna hitam dibuat mengelilingi setiap lorong dan diberi lubang di setiap tanaman. Saat mesin pompa air dihidupkan, air akan otomatis menetesi tanaman.

“Bila hari hujan, mesin pompa air dihidupkan sekali sehari selama satu jam. Namun bila tidak hujan mesin pompa air dihidupkan dua kali sehari pagi dan sore. Seluruh tanaman di kebun ini akan otomatis tersirami. Hal itu kami lakukan agar tanaman selalu lembab sehingga memberikan hasil yang maksimal,” kata Diky sembari menghubungkan mesin pompa air dengan listrik.

Lubang pada selang tersebut juga diatur agar air yang mengaliri tanaman cukup, tidak berlebihan karena intensitas air juga harus dijaga. Selang tersebut diberi lubang dengan diameter 1cm di depan masing-masing tanaman.

Bercocok tanam pare dan mentimun bukan berarti tanpa tantangan. Selain masalah air, Diki dan petani lainnya juga harus mengatur strategi untuk mengusir hama seperti belalang, lalat, kumbang, serangga api-api, dan serangga lainnya.

“Bila lalat susah menyuntik buah sepeti timun atau pare, maka itu tidak bisa dipetik karena akan langsung menguning dan layu,” kata Diky sambil memetik timun dengan peluh yang membasahi keningnya.

Kapur barus yang dibungkus plastik kemudian digantung di antara tanaman dan lem lalat yang ditempelkan pada botol plastik dipercaya menjadi solusi untuk mengurangi dan mengatasi hama serangga tersebut.

“Selain memasang kapur barus, kita juga menyemprotkan fungisida untuk mengusir hama,” katanya lagi.

Menjual hasil panen – Hasil panen dijual ke Pasar Angso Duo Kota Jambi pada malam harinya.
Berapapun jumlah panen, tengkulak siap menampung untuk dijual kembali di pasar tersebut. (credit title: Jon Afriza/amira.co.id)

Menjual Hasil Panen ke Kota Jambi

Diky mengendara mobil dengan hasil panennya menyusuri gelap di sepanjang jalan di Desa JambiTulo menuju ke Pasar Angso Duo, pasar itu adalah pasar induk di Kota Jambi. Di pasar yang berjarak 25km dari rumahnya, Diky menjual hasil panennya kepada tengkulak.

Di pasar tradisional tersebut, para petani sudah terbiasa mengantar hasil panen sesuai dengan kriteria permintaan pasar. Mentimun yang ideal adalah yang berukuran sedang dengan berat 100 hingga 150 gram per buah. Dengan ukuran tersebut, mentimun lebih diaukai konsumen karena rasanya yang manis dan segar. Sedangkan pare adalah yang mulus tanpa cacat dengan berat antara 150-250 gram per buah.

Diky tak hanya harus memetik pada saat ukuran pare dan timun mencapai ukuran ideal. Tetapi ia juga harus menyiasati waktu memanen ketika datang hujan.

“Kalau hujan, timun ukuran sedang harus segera dipetik karena lebih cepat menggembung,” ucapnya pada Jumat (12/11/2021).

Waktu menunjukkan pukul 19.30 wib, para tengkulak sudah menunggu di Pasar Angso Duo, Kota Jambi. Di antara lampu temaram dan peti yang biasa digunakan untuk menjajakan hasil alam, berdirilah pria paruh baya. Ia menunggu Diky menurunkan hasil panen dari mobilnya. Satu persatu karung diturunkan. Beberapa karung berisi pare dan beberapa karung lainnya berisi mentimun.

Kala itu harga mentimun yang semula adalah 3.500 rupiah turun menjadi 1.000 rupiah karena jumlah berang yang datang banyak, tak hanya dari JambiTulo tetapi juga daerah lain. Sedangkan harga pare masih stabil, yaitu 4.000 rupiah per kg.

“Berapapun yang diantar petani, kita pasti membeli, tinggal menyesuaikan harga saja dengan banyaknya barang,” kata Alam (53) satu dari sekian banyak tengkulak di Pasar Angso Duo.

Dengan sistem barang datang langsung bayar oleh tengkulak, para perani dapat langsung menikmati hasilnya. Tak hanya Diky, beberapa petani lain dari JambiTulo juga sedang mengantar hasil panen lainnya seperti kacang panjang dan gambas.

Kabupaten Muaro Jambi yang memiliki banyak lahan, bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk pertanian. Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jambi, pada tahun 2020, Kabupaten Muaro Jambi menjadi penghasil mentimun sebanyak 49,21 ton per hektar dari total luas lahan 175 hektare.*

avatar

Redaksi