Madame Koo, “First Lady” Kelahiran Semarang

Lifestyle

May 14, 2024

Zachary Jonah

(credits : Horst P. Horst)

MADAME Koo, nama panggilan dari Oei Hui-lan (21 Desember 1889 – 1992), pernah menjadi Ibu Negara Republik Tiongkok dari 1926 hingga 1927. Oei Hui-lan lahir di Semarang, kini masuk ke dalam Provinsi Jawa Tengah, pada tanggal 21 Desember 1889, dari pasangan Oei Tiong Ham dan Goei Bing Nio.

Ia dan kakak perempuannya adalah anak yang lahir dari istrinya, Goei Bing Nio. Meskipun, menurut thingsasian, ayahnya memiliki 18 selir dan menjadi ayah dari total 42 anak yang diakui.

Ketika Oei Hui-lan masih bayi, ibunya menggantungkan berlian 80 karat di lehernya. Oei Hui-lan sudah terbiasa makan dengan sendok emas di mulutnya. Maklum, ayahnya, Oei Tiong Ham ada seorang pengusaha gula pada masa itu.

Mengutip memoar Oei Hui Lan: Kisah putri Sang Raja Gula dari Semarang, Oei Tiong Ham juga lahir di Semarang. Ia memiliki harta mencapai NLG 200 juta atau setara dengan IDR 44 triliun.

Satu dari pemberian ayahnya untuk dirinya, adalah sebuah rumah di Semarang. Tidak tanggung-tanggung, rumah yang memiliki berbagai fasilitas ala taipan itu, dibangun diatas tanah seluas 80 hektare.

Oei Hui-lan memiliki banyak pembantu dan koki untuk mengurus rumahnya.

Setiap hari ulang tahunnya, sang ayah selalu mengadakan pesta dan jamuan mewah, lengkap dengan artis penghibur. Untuk seorang taipan, tentu saja tidak ada masalah dengan uang yang harus dikeluarkan. Asalkan sang anak senang.

Tanpa sekolah formal, ia tumbuh dalam suasana kosmopolitan dan mampu berbicara dalam enam bahasa. Liburan ke Eropa adalah hal biasa, baginya. Membuat Madame Koo sangat terkenal di kalangan masyarakat London.

Kehidupannya glamor dan eksotis. Sehingga, ia pun dikenal sebagai sosialita dan ikon model, di Eropa. Dan, mungkin, adalah satu dari sekian banyak wanita berpenampilan terbaik di London.

Namun, hidup tak selalu seindah cerita dari negeri dongeng. Percintaannya mengalami pasang dan surut. Ia tercatat pernah menikah dengan agen konsuler asal Inggris, Beauchamp Caulfield-Stoker.

Setelah bercerai, ia pun menikah dengan Wellington Koo, seorang negarawan China pada zaman sebelum era komunis China.

Luasnya jaringan pertemanan ini yang membuatnya berkenalan dengan keluarga Kerajaan Inggris dan politisi China. Ini yang kemudian mengubah perjalanan hidupnya. Politisi dan diplomat China itu bernama bernama Wellington Koo.

Oei Hui-lan pertama kali berkenalan dengan Wellington Koo di London, sekitar tahun 1920-an. Pada saat itu, Oei Hui-lan telah berstatus sebagai janda dan bermukim di London bersama ibunya. Ini karena ayahnya menjalin hubungan dengan perempuan lain.

Wellington Koo pada saat itu adalah duda. Ia adalah diplomat yang sedang bertugas mewakili China. Wellington Koo adalah orang terpenting kedua di China pada masa itu.

Menurut Makers of the Modern World: Wellington Koo, ia juga turut berpartisipasi dalam pembentuk Liga Bangsa-Bangsa.

Selanjutnya, Oei Hui Lan dan Wellington Koo menikah di Brussel pada tahun 1921.

Karier Wellington Koo terus menanjak. Setahun setelah menikah, ia menjabat sebagai Menteri Luar Negeri dan Menteri Keuangan China. Pada tahun 1926, setelah Presiden China, Sun Yat Sen wafat, Wellington Koo bertugas sebagai pelaksana tugas Presiden Republik China.

Posisi ini menempatkan Oei Hui-lan jadi ibu negara China. Oei Hui-lan selalu berada disisi suaminya, kemanapun suaminya bertugas.

Dalam dunia politik, ingatan Madame Koo adalah setajam mulutnya. Sebuah ungkapan yang jelas untuk menggambarkan cara Madame Koo memukul para politisi lain yang berseberangan dengan suaminya.

Hingga, pada tahun 1927, karier suaminya berhenti.

Setelah itu, Oei Hui-lan dan Wellington Koo berpindah dan tinggal bersama suaminya di banyak kota. Seperti Shanghai, Paris, dan London.

Namun, lagi-lagi, perceraian harus dihadapi Oei Hui-lan. Ia dan Wellington Koo berpisah pada tahun 1958.

Setelah itu, Madame Koo tinggal di New York untuk membesarkan ketiga anaknya.

Wanita cantik yang berhiaskan berlian, demikian ia disebut, itu meninggal dunia di New York pada tahun 1992.

Perhiasan-perhiasannnya disimpan di brankas di London dan New York. Koleksi batu gioknya, yang pernah dipamerkan di Smithsonian Institute di Washington, mungkin termasuk benda terbaik di dunia, yang diselundupkan keluar Peking oleh kaisar terakhir ketika ia melarikan diri, bernilai USD 1 juta.

Ternyata, jejaknya tetap tercatat di Indonesia.

Mengutip Sam Setyautama dalam Tokoh-tokoh etnis Tionghoa di Indonesia, Madame Koo tercatat tercatat pernah berbisnis di Indonesia. Pada tahun 1986 ia berbisnis kapal, tembakau dan sepeda di Indonesia. Sayangnya, semua bisnis itu gagal.*

avatar

Redaksi