Kembalikan Juga Hutan Kami!

Daulat

September 8, 2023

Farokh Idris/Sengeti

Aksi damai masyarakat Desa Sumber Jaya di Telanaipura pada peringatan Hari Tani September 2022. (photo credits: Farokh Idris/amira.co.id)

“JIKA warga dianggap mencuri buah sawit di areal PT FPIL, maka kembalikan juga hutan kami. Sebab pohon-pohon sawit yang ditanam perusahaan itu sebelumnya adalah hutan kami, tempat kami turun temurun mencari penghidupan,” kata Pak Ning, warga Desa Sumber Jaya.

Pak Ning adalah warga Desa Sumber Jaya Kecamatan Kumpe Ulu yang ku jumpai di desa, tepat satu hari sebelum sidang dakwaan pelanggaran Undang-Undang Perkebunan terhadap Bahusni disidangkan di PN Sengeti, Rabu (6/9).

Ia memiliki bukti-bukti berupa photo-photo. Photo-photo itu adalah ketika warga Desa Sumber Jaya melakukan protes terhadap kehadiran PT Purnama Tausar Putra (PTP) di desa mereka pada tahun 1998 lalu.

“Toh, senyatanya, kami memang tidak pernah diajak berunding. Sehingga kami protes sejak 1998 lalu,” katanya sambil memperlihatkan bukti photo-photo itu.

Intimidasi dan kriminalisasi telah dihadapi warga Desa Sumber Jaya sejak dua tahun terakhir ini. Sejak mereka me-reclaim kawasan seluas 322 hektare yang dulu adalah sumber agraria mereka — tanah dan air — yang kerap dinyatakan sebagai hak guna usaha (HGU) PT Fajar Pematang Indah Lestari (FPIL).

Sehingga melihat persidangan ini adalah juga seperti bercermin diri pada Undang-Undang nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria (UUPA) dan kesejahteraan rakyat yang termaktub didalamnya.

Pada sidang hari ini, diwarnai dengan interupsi dari pengacara Bahusni kepada majelis hakim di PN Sengeti, Rabu (6/9). Pengacara merasa perlu angkat bicara karena pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tiga orang majelis hakim kepada para saksi menekan para saksi.

“Keberatan, Yang Mulia. Saksi jangan ditekan,” kata pengacara Bahusni, Ahmad Azhari dari Indonesia Human Right Committee for Social Justice (IHCS).

Hakim pun menyetujui keberatan pengacara, dan pertanyaan diganti dengan pertanyaan yang lain.

Sidang yang dimulai pukul 14.00 WIB ini berlangsung hingga pukul 17.45 WIB. Dengan menghadirkan empat orang saksi yang adalah warga Desa Sumber Jaya Kecamatan Kumpe Ulu Kabupaten Muarojambi.

Sidang pekan sebelumnya, batal menghadirkan saksi, dan sidang dilanjutkan pada hari ini.

“Adalah hak hakim untuk bertanya kepada saksi. Tapi, kami pun berhak mengajukan keberatan jika pertanyaan-pertanyaan itu menekan para saksi,” kata Yoseph Nurhidayat, pengacara Bahusni dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA).

Persidangan terkait tuduhan memasuki kebun orang lain tanpa izin ini telah menghadirkan saksi-saksi yang berasal dari pihak PT Fajar Pematang Indah Lestari (FPIL) dan warga Desa Sumber Jaya, dari total 32 saksi.

Tetapi, “sebab” dari tuduhan terhadap Bahusni ini, telah ada sejak 20 tahun lalu. Dimana objek dari tuduhan itu adalah areal konflik agraria, yang “mengakibatkan” Bahusni dituduh melanggar Undang-Undang Perkebunan.

Banyak literasi tentang konflik agraria, yang bertumpu pada rekomendasi untuk menyelesaikan persoalan konflik agraria melalui jalur perundingan, dan bukan jalur hukum.

Umumnya, hal terkait sumber agraria telah diatur dalam Undang-Undang nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria (UUPA). Undang-undang itu menyebutkan tentang batasan “minimal dan maksimal” penguasaan sumber agraria.

DPRD Provinsi Jambi pun telah meneruskan tujuh persoalan konflik agraria di Provinsi Jambi ke Kementerian ATR/BPN, sewaktu menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto datang ke Jambi, Kamis (24/8). Dua dari tujuh persoalan ini, adalah konflik agraria yang terjadi di areal PT FPIL dengan dua warga desa yang saling bersebelahan, yakni Desa Sumber Jaya dan Desa Teluk Raya Kecamatan Kumpe Ulu.

Persoalan serupa, juga pernah disidangkan di PN Tanjungjabung Timur pada tahun 2020. Sewaktu itu Thawaf Aly berhadapan dengan PT Erasakti Wira Forestama (EWF), dimana Thawaf Aly dituduh melanggar Undang-Undang Perkebunan. Persidangan itu dimenangkan oleh Thawaf Aly, dengan vonis bebas.

Sehingga, menurut Yoseph Nurhidayat, kasus Bahusni harus juga ditelusuri sebabnya. Yakni konflik agraria antara warga Desa Sumber Jaya dengan PT FPIL dan sebelumnya PT Purnama Tausar Putra (PTP), yang telah terjadi sejak tahun 1998.

Pada persidangan sebelumnya, saksi-saksi juga telah menjelaskan duduk perkara terkait lahan sebagai objek tuduhan.*

avatar

Redaksi