Jalur Sutera Dan Masuknya Islam ke Jambi

Inovasi

May 29, 2024

Jon Afrizal

Penjual kulit manis, miniatur dari Tractatus de herbis, Perancis abad ke-15. (credits : gettyimages)

TERDAPAT sejarah yang terputus terkait kedatangan Islam ke Jambi. Sehingga, menjadi dua pendapat yang berbeda mengenai waktu masuknya Islam ke Jambi. Meskipun, senyatanya, kedua pendapat itu saling menyokong satu dengan lainnya.

Mengutip Arif Rahim dari Program Studi Sejarah, FKIP Universitas Batanghari dalm penelitian berjudul Kerajaan Jambi dan Pengaruh Islam, pendapat pertama adalah Islam sudah masuk ke Jambi pada abad ke 7 Masehi. Kedatangannya terkait dengan perdagangan lada di masa Jalur Sutera.

Pendapat ini dikemukakan oleh M.D Mansur. Ketika itu daerah-daerah di Muara Sabak, dalam berita Arab disebut Zabag, dan Tembesi berperan sebagai bandar perdagangan Sriwijaya, bangsa Arab menyebutnya Sribuza.

Komoditas utama perdagangan adalah rempah-rempah. Rempah-rempah menjadi komoditas penting karena digunakan sebagai penghangat badan, bumbu masakan dan pengawet makanan, untuk pengharum, dan pengobatan.

Komoditas ini digunakan seluruh dunia. Terutama oleh bangsa Cina, Eropa, dan Arab.

Sebelum abad 7 Masehi bangsa Cina mengambil peran utama dalam perdagangan rempah. Dari Muara Sabak maupun Tembesi rempah terutama lada, dibawa dengan menggunakan jung-jung ke Cina, dan selanjutnya dibawa ke Timur Tengah dan Eropa melalui perjalanan darat. Jalur perdagangan ini, biasa dikenal dengan sebutan Jalur Sutera.

Namun, pada abad 7 Masehi terjadi perubahan politik yang besar di kawasan Timur Tengah maupun di Cina. Dimana Cina telah  menjadi kekuatan besar Asia dibawah pimpinan Dinasti Tang yang berkuasa tiga abad lamanya, yakni dari tahun 607 Masehi hingga 908 Masehi.

Daerah kekuasaannya selain meliputi seluruh daratan Cina juga mencakup daerah-daerah di Asia Tengah. Selama periode ini keamanan lalu-lintas barang dan manusia terjamin baik. Sehingga perdagangan Cina dan Timur Tengah berkembang pesat.

Sementara di Timur Tengah muncul agama baru yakni agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Kedatangan Islam berhasil mempersatukan seluruh dunia Arab menjadi sebuah kekuatan politik ekonomi, sosial dan budaya menjadi sebuah kekuatan besar yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Setelah periode nabi dan para sahabatnya, kawasan Timur Tengah berada dalam pemerintahan sebuah daulah yang kuat yaitu Dinasti Umayah. Pendiri dari Dinasti ini adalah Muawiyah yang dikenal sebagai seorang yang pintar dan berpandangan jauh ke depan.

Hubungan perdagangan antara Cina dibawah Dinasti Tang yang beragama Budha dengan Dinasti Umayah tidak selamanya berjalan baik. Ketegangan-ketegangan dan pertempuran-pertempuran bersenjata seringkali terjadi di daerah Sinkiang yang penduduknya beragama Islam, tetapi takluk di bawah kekuasaan Cina.

Pertikaian politik antara dua kekuatan besar yang mempunyai kekuatan maritim itu menjalar sampai ke Minangkabau Timur (: wilayah Jambi), sebagai pusat penghasil dan perdagangan lada. Masing-masing berkeinginan untuk memonopoli perdagangan lada serta menyebarluaskan agama masing-masing di daerah Jambi.

Muawiyah yang berkuasa antara tahun 661 Masehi hingga 680 Masehi berupaya menguasai perdagangan lada agar suplai lada tidak terlalu bergantung pada Dinasti Tang. Bandar-bandar kekhalifahan Umayah di Teluk Persia telah mengadakan hubungan dagang dengan Jambi (Minangkabau Timur).

Melalui perantara nakoda kapal dari Teluk Persia, Muawiyah berkirim surat kepada raja Sriwijaya/Jambi di Muara Sabak yakni Srimaharaja Lokitawarman. Isi suratnya adalah ajakan untuk masuk Islam serta mengadakan hubungan dagang langsung dengan Damaskus yang menjadi pusat kekuasaan Dinasti Umayah. Politik Muawiyah dilanjutkan oleh cucunya Sulaiman Abdul Majid pada 715 Masehi hingga 717 Masehi.

Ia memerintahkan angkatan lautnya yang terdiri dari 35 kapal untuk menduduki Muara Sabak guna memonopoli perdagangan lada. Pengganti Srimaharaja Lokitawarman, yakni Srimaharaja Srindrawarman memeluk Islam tahun 718 Masehi.

Hubungan antara raja Sriwijaya/Jambi dengan Khalifah Umar Abdul Azis pada 717 Masehi hingga 720 Masehi, hingga saat ini masih tersimpan dan terpelihara baik dalam museum Spanyol di Madrid.

Bangsa Arab menyebut Spanyol dengan nama Andalusia. Andalusia menjadi pusat kedaulatan Bani Umayah di Eropa.

Surat-surat itu membuktikan bahwa Islam sudah masuk ke Jambi dan sudah dianut oleh Raja Sriwijaya/Jambi sejak abad 7 Masehi hingga permulaan abad 8 Masehi.

Hanya saja pengaruh itu terhenti dan lenyap sama sekali akibat counter action yang dilakukan oleh Dinasyi Tang yang merasa kepentingan ekonominya terancam oleh Kerajaan Umayah.

Namun, pendapat yang lebih umum, sebagai pendapat kedua, mengatakan bahwa Islam masuk ke Jambi baru pada abad 15 Masehi.

Tonggak awal kedatangan Islam adalh ketika pendiri kerajaan Jambi yakni Putri Selaro Pinang Masak menikah dengan Ahmad Salim. Sosok ini disebut sebagai seorang keturunan Turki yang ketika itu berdiam di Pulau Berhala. Sehingga, ia pun bergelar Datuk Peduka Berhala.

Dengan pernikahan itu Putri Selaro Pinang Masak yang sebelumnya masih beragama Budha beralih menjadi penganut agama Islam. Dalam buku Undang-Undang Piagam dan Kisah Negeri Jambi dinyatakan bahwa Puteri Selaro Pinang Masak yang menikah dengan Datuk Paduka Berhala lahir empat orang anak yaitu Orangkayo Pingai, Orangkayo Pedataran, Orangkayo Hitam dan Orangkayo Gemuk. Di atara empat orang itu, tiga orang diantaranya menjadi raja Kerajaan Jambi.

Anak tertua, Orangkayo Pingai menggantikan ibunya sebagai raja. Dan memerintah antara tahun 1480 Masehi hingga 1490 Masehi. Putera yang kedua Orangkayo Pedataran memerintah 1490 Masehi hingga 1500 Masehi.

Orangkayo Pedataran selanjutnya digantikan oleh adiknya Orangkayo Hitam yang berkuasa pada tahun 1500 Masehi hingga 1515 Masehi. Orangkayo Hitam dicatat sebagai raja yang melepaskan Jambi dari kekuasaan Mataram dengan cara tidak lagi mengirimkan upeti berupa pakasam pajak dan pakasam kalung ke Mataram.

Dengan Keris Siginjai, sebagai legalitas kekuasaan bagi siapa yang memilikinya adalah hasil peninggalan Orangkayo Hitam.

Orangkayo Hitam adalah peletak dasar pengaruh Islam di Jambi. Sebab pada masa pemerintahannya, Islam dijadikan sebagai agama kerajaan.

Dialah yang meng-Islam-kan saudara sepupunya yakni Sunan Muara Pijoan dan Sunan Pulau Johor dan Sunan Kembang Seri yang datang dari Pagaruyung. Orangkayo Hitam bukan hanya semata-mata raja dalam perspektif duniawi, melainkan sekaligus sebagai ulama dan pendakwah.

Penyebaran Islam yang dilakukannya, adalah dengan menyusuri sungai Batanghari dan Batang Tembesi, untuk mengislamkan penduduk negeri-negeri yang terdapat disepanjang sungai itu. Di setiap negeri yang disinggahinya, iia mendakwahkan agama Islam, dan selanjutnya meninggalkan seorang guru agama yang dibawanya dari Ujung Jabung.

Tidak semua negeri menerima dakwahnya secara sukarela, hal itu disebabkan karena pengaruh tradisi yang masih sangat kuat juga penentangan dari penguasa lokal. Seperti di daerah Air Hitam, yakni di bagian hulu Batang Tembesi atau Sarolangun saat ini, misalnya.

Di sana, ia harus berhadapan dengan dua orang penguasa setempat, yang bernama Temenggung Merah Mato, dan Temenggung Temuntan.

Pada masa itu, adalah lazim untuk beradu kepandaian dan kependekaran. Orangkayo Hitam unggul, dan masyarakat  di sana mau menerima Islam.

Selain itu, puteri dari Temenggung Merah Mato yang bernama Putri Mayang Mengurai pun ia persunting.*

avatar

Redaksi