Hari Terakhir di Vietnam

Hak Asasi Manusia

May 6, 2024

Zachary Jonah

Tentara Amerika Serikat saat meninggalkan Vietnam Selatan. (credits : AP)

Pasukan tempur terakhir Amerika Serikat meninggalkan Vietnam Selatan pada Rabu, 29 Maret 1973. Hari ini juga menandai akhir dari keterlibatan langsung militer Amerika dalam Perang Vietnam. Tetapi, bagi banyak veteran Perang Vietnam, ini bukanlah akhir dari perang yang sesungguhnya.

DON Ballard, seorang veteran Perang Vietnam, telah bertugas sebagai petugas polisi dan berkuliah ketika Amerika Serikat (AS) memulangkan pasukan terakhirnya dari Vietnam Selatan pada tanggal 29 Maret 1973.

Mengutip stripes.com, Ballard adalah anggota korps Angkatan Laut. Ia bertugas merawat ratusan korban selama Serangan Tet tahun 1968 hingga 1970. Pada tahun yang sama ketika ia meninggalkan dinas aktif dalam Perang Vietnam.

Penarikan pasukan terakhir pada lima dekade lalu yang juga menandai berakhirnya perang yang Panjang, dan kontroversial secara politik.

Perang Vietnam telah menewaskan 58.000 anggota militer AS tewas, dan 304.000 lainnya mengalami luka-luka.

Namun, sama seperti 2,7 juta tentara lainnya yang dikirim ke Vietnam mulai tahun 1964, kembalinya Ballard ke kehidupan sipil tidak mengakhiri perang bagi dirinya sendiri. Sama seperti pendapat warga Amerika, bahwa penarikan pasukan pada musim semi ini tidak dapat menyimpulkan dampak perang itu terhadap warga Amerika.

“Aku terluka delapan kali,” kata Ballard, yang kini bertempat tinggal di sekitar Kansas City, Missouri.

“Aku juga telah membunuh enam orang. Tiga di antaranya dengan pisau. Dan apakah itu artinya aku baik-baik saja?” katanya.

Memang, tanggal 29 Maret itu memberikan rasa lega bagi sekian banyak warga Amerika yang menentang keterlibatan militer Amerika dalam perang saudara antara Vietnam Selatan dan Utara. Tetapi, bagi Gregory Daddis, pensiunan kolonel Angkatan Darat dan profesor sejarah di San Diego State University, tentu saja berbeda.

“Orang Amerika cenderung mendefinisikan akhir perang sebagai saat ketika pasukan mereka pulang. Tapi itu tidak berarti perang telah berakhir. Sebab kepergian pasukan warga Amerika tidak menyelesaikan pertanyaan mendasar tentang seperti apa masyarakat Vietnam setelah pasukan AS pergi,” kata ketua Center for War and Society ini.

Negosiasi antara AS dan Vietnam Utara terkait penarikan pasukan Amerika telah dimulai lima tahun sebelumnya. Perjanjian perdamaian yang dapat diterima bersama tertunda oleh tuntutan keras kedua belah pihak, serta ketentuan oleh perunding yang mewakili Vietnam Selatan.

Pada bulan Mei 1972, Presiden Richard Nixon, yang ingin menunjukkan kepada publik Amerika jalan keluar dari perang karena pemilihan presiden yang akan diadakan pada musim gugur, menawarkan konsesi besar kepada Vietnam Utara.

Ketentuan baru ini akan memungkinkan Vietnam Utara untuk meninggalkan pasukan regulernya di wilayah yang mereka duduki di Vietnam Selatan, sementara AS akan menarik semua pasukannya.

Namun, Korea Utara tidak boleh maju lebih jauh atau memperkuat kekuatan yang ada di Selatan. Perjanjian tersebut juga mengatur pertukaran seluruh tawanan perang, yang akan berujung pada pembebasan hampir 600 tawanan perang Amerika selama dua bulan.

Perjanjian Damai Paris ditandatangani pada 27 Januari 1973. Namun hal itu tidak mengakhiri permusuhan.

“Pertempuran tetap berlanjut, secara harfiah, keesokan harinya,” kata Daddis.

Sehingga, katanya, Amerika mungkin berpendapat bahwa perang belum selesai begitu saja setelah Perjanjian Perdamaian Paris ditandatangani. Padahal, warisan dan kerusakan yang diakibatkan perang berlangsung jauh lebih lama daripada penandatanganan perjanjian ini sendiri.

Dan, pertanyaan tetap tak terjawab. Kapan perang berakhir?

“Jika ada anggota keluarga yang masih mengalami trauma perang, apakah berarti perang masih berlangsung? Jika Amerika masih berupaya membantu memukimkan kembali Vietnam Selatan ketika Vietnam Selatan sedang runtuh, apakah itu berarti perang masih terus berlangsung, baik Amerika berpartisipasi atau tidak?” katanya.

Ballard sangat bersuka cita tentara pulang kembali ke Amerika. Dan itu artinya, tentara dapat keluar dari sesuatu yang bukan milik mereka.

Ballard bergabung di Angkatan Laut pada tahun 1965, dengan tujuan utama mendapatkan bantuan biaya sekolah untuk menjadi seorang ortodontis. Ia ditugaskan di unit Korps Marinir di Vietnam, sebuah tur yang bertepatan dengan Serangan Tet oleh Vietnam Utara pada awal tahun 1968 dan beberapa pertempuran paling sengit dalam perang itu.

Pada tanggal 16 Mei 1968, kompi Marinirnya disergap di provinsi Quang Tri oleh musuh yang menggunakan senapan mesin dan mortir.

Ballard bergerak melewati tembakan hebat untuk merawat yang terluka, pada satu titik melemparkan dirinya ke atas granat musuh yang mendarat di antara Marinir. Tetapi granat itu gagal untuk segera meledak, dan Ballard melemparkannya kembali ke arah musuh, dan granat itu meledak.

Atas tindakannya hari itu, Ballard dianugerahi Medal of Honor, yakni penghargaan tertinggi bagi prajurit yang beraksi berani. Tetapi, pada waktu itu, Ballard tidak peduli, tentang gambaran besar Perang Vietnam yang sesungguhnya.

“Sebagai prajurit, tugasku adalah menyelamatkan nyawa Marinir dan membawa mereka pulang ke tempat orang-orang yang mereka cintai dalam kondisi medis dan emosional terbaik yang aku mampu,” katanya.

Ia, katanya, tidak peduli jika Vietnam Utara menang, atau Vietnam Selatan menang, Partai Republik menang, atau Partai Demokrat menang dalam perang itu. Sebab ia hanya berkonsentrasi pada aktivitas baku tembak saja.

Ballard mulai merasa tidak nyaman terhadap perang selama beberapa periode tenang. Terutama ketika ia harus memulihkan diri di bagian belakang rumah sakit.

Ia mulai merasa bahwa perang ini berlarut-larut karena sangat menguntungkan warga dan perusahaan, dibandingkan dengan pertempuran yang sebenarnya.

“Aku berharap pada suatu hari nanti mereka menyadari bahwa Amerika tidak menang di sini, meskipun tentara Amerika telah membunuh banyak orang,” katanya.

Amerika memang ingin membuka lembaran baru mengenai Vietnam dengan penarikan diri mereka pada musim semi tahun 1973. Namun perang masih terus berlanjut bagi banyak veterannya.

“Aku mengidap Post-traumatic stress disorder (PTSD),” katanya.

Pada saat Perang Vietnam terjadi, dan mereka bertugas di sana, mereka adalah remaja berusia 18 atau 19 tahun. Banyak dari mereka yang melakukan wajib militer dengan sikap bahwa tindakan mereka membantu Amerika.

Sebagai wujud tanggungjawab sebagai warga negara. Meskipun, hingga hari ini, ia masih mengalami depresi, gangguan kecemasan, dan gangguan mood, sebagai “bonus” dari trauma Perang Vietnam itu.*

avatar

Redaksi