Ekologi Politik, Penting!

Daulat

June 10, 2023

Maimunah Permata Hati Hasibuan*

ADALAH nyata ketika membaca buku Jared Diamond berjudul Collapse: How Societies Choose to Fail or Succeed (2005) yang mencantumkan Indonesia, bersama dengan Nepal dan Kolombia, di antara peradaban yang mungkin berada di ambang kehancuran.

Diamond menunjukkan bahwa krisis ekologis seperti yang terjadi di Indonesia saat ini merupakan satu masalah dibalik runtuhnya peradaban di masa lalu. Sama seperti kejadian punahnya Viking Norse di Skandinavia karena erosi dan penggundulan hutan yang tidak disengaja yang menghancurkan sumber daya alam mereka.

Kekhawatiran Diamond bahwa Indonesia akan menghadapi tekanan lingkungan terburuk terbukti. Bencana lingkungan, seperti banjir semakin sering terjadi di Indonesia.

Fenomena alam seperti cuaca buruk dan hujan deras kerap menjadi kambing hitam penyebab kecelakaan alam itu. Ini adalah akibat dari kita yang tidak memiliki visi ekologis.

Adalah saat yang tepat pada pertarungan politik Pemilu 2024 yang kian dekat ini, jika para bakal calon presiden memperhatikan dan mengulas tentang rentannya kawasan hutan yang terus berubah fungsi menjadi pemukiman, industri, lahan pertanian dan perkebunan.

Termasuk juga penebangan liar yang masih terjadi. Diiringi dengan gaya hidup hedonistik yang tidak ramah lingkungan. Kesemuanya adalah penyebab ketidakseimbangan ekosistem dan daya dukung lingkungan. Serta, dana pemulihan hutan dan penanggulangan bencana yang tidak efektif.

Keamanan Ekologis

Sejak akhir 1980-an, pakar hubungan internasional dan studi keamanan seperti Buzan mulai mengingatkan dunia tentang pentingnya isu lingkungan. Karena dampak kerusakan lingkungan telah menimbulkan konflik lokal (intrastate) dan internasional di banyak tempat.

Juga tentang efek polusi dan degradasi lingkungan yang tidak mengenal batas negara, semakin memburuk dan menyebar. Pada saat yang sama, permintaan sumber daya alam yang meningkat, sementara banyak negara, terutama negara maju, menghadapi ancaman yang semakin besar terhadap keamanan energi, dan menimbulkan ancaman yang semakin besar terhadap masa depan ekologi global.

Ancaman muncul tidak hanya dari perebutan sumber daya alam, tetapi juga dari dampak pencemaran yang sulit dihitung karena telah melintasi wilayah negara dan masuk ke wilayah negara lain. Muncul pula konflik-konflik ekologis akibat perebutan sumber daya alam dan upaya eksploitasi dan pengelolaan yang tidak dilakukan dengan baik.

Dampak kerusakan lingkungan hidup harus diperhatikan secara serius. Ketika degradasi lingkungan meluas dan parah, menyebabkan bencana alam, meningkatnya kemiskinan dan keterbelakangan daerah, dan menyebabkan konflik sosial, muncullah krisis yang kompleks (Duffield, 1996). Tentu upaya untuk mengatasinya akan semakin sulit. Sehingga keamanan lingkungan harus segera menjadi perhatian utama melalui penerapan langkah-langkah ramah lingkungan.

Siapapun presiden yang terpilih nanti, harus mengatasi permasalahan keterlibatan oknum yang melanggar izin penebangan dan pertambangan, dan pembalak liar. Juga alih fungsi lahan untuk tanaman industri yang laku di pasar dunia. Seperti sawit, dan ekspor hortikultura, termasuk beras, jagung dan tanaman lainnya.

Harus kita akui, bahwa ekspansi perkebunan yang berlebihan merupakan kontributor utama degradasi lingkungan dengan efek merusak jangka panjang pada kesuburan tanah dan sumber daya air.

Keinginan Bersama

Memulai menyentuh visi lingkungan merupakan keberanian yang mahal. Tetapi, sudah seharusnya, capres-capres berpihak untuk pemantapan ekologi Indonesia di masa depan. Juga bertindak tegas terhadap pelaku ekploitasi alam.

Ketertarikan capres pada persoalan eologi politik menggambarkan kepekaan terhadap ketimpangan dalam akses kekuasaan dan lingkungan serta kerusakan yang ditimbulkannya, yang menawarkan alternatif keseimbangan ekologi politik-ekonomi dalam eksploitasinya.

Ekologi politik dapat menjadi jembatan antara pembuat kebijakan dengan kebijakan terkait permasalahan lingkungan yang ada saat ini.

*Dosen Ilmu Lingkungan UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

avatar

Redaksi