Dua Jurnalis Diduga Diintimidasi Pengawal Ketua KPK
Daulat
November 12, 2023
Farokh Idris
(: pinterest)
DUA jurnalis diduga mengalami intimidasi oleh pengawal Ketua KPK Firli Bahuri saat keduanya melakukan peliputan kegiatan pimpinan anti rasuah itu, di Banda Aceh, Kamis malam (9/11). Kedua jurnalis itu adalah Raja Umar dari Kompas TV dan kompas.com, dan Lala Nurmala dari Puja TV. Demikian siaran pers yang dibuat bersama oleh AJI, IJTI dan PWI.
Peliputan itu sendiri berlangsung Sekretariat Bersama (Sekber) Wartawan di Banda Aceh. Ketika itu Firli Bahuri mengadakan pertemuan dengan beberapa pimpinan media di bawah Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Aceh.
Tindakan intimidasi itu dilakukan seorang yang mengaku polisi, yang menggunakan pakaian bebas, dan pada saat itu tengah mengawal kegiatan Firli di Aceh. Intimidasi itu berbentuk pemaksaan penghapusan photo dan video yang telah diambil oleh kedua jurnalis itu.
Meskipun, senyata, pemaksaan penghapusan photo dan video itu merupakan upaya penghalangan kerja-kerja jurnalistik, seperti yang diatur dalam Undang-Undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, yakni pasal 18 ayat 1.
Pada saat itu, Firli Bahuri sedang duduk bersama di sekber JMSI malam itu, kedua jurnalis itu; Raja Umar dan Nurmala meminta izin untuk wawancara. Tentu, sesuai kaidah jurnalistik, mereka berdua telah memperkenalkan diri dan menunjukkan ID Card, sebelum melakukan wawancara.
Raja Umar menyatakan ingin mewawancarai Firli Bahuri, dengan kapasitasnya sebagai Ketua KPK, terkait agenda kunjungan ke Aceh, dan juga tanggapannya tentang tudingan bahwa Firli mengulurkan waktu dari panggilan Polda Metro.
“Tidak ada komentar soal itu. Saya sedang makan duren,” kata Firli.
Dikarenakan, Firli Bahuri sedang makan buah durian, maka Raja Umar pun menunggu kesempatan setelah ia selesai makan. Raja Umar pun sedikit menjauh.
Tetapi pada saat itu seorang yang mengaku polisi mendatanginya dan meminta Raja Umar untuk menghapus photo dan video dari telephone selularnya. Sembari melihat ke galeri, suara pengawal yang mengaku polisi ia rekam. Rekaman audio itu kemudian dikirimkan ke grup kompas.com, sebagai bukti ia telah diintimidasi ketika bertugas.
Hal yang sama, sebelumnya juga terjadi dengan Nurmala. Ia juga diintimidasi dan diminta agar photo dan video terkait kunjungan Firli Bahuri ke Aceh, oleh pengawal yang mengaku sebagai polisi itu. Pun, Lala Nurmala sempat merekam suara pengawal yang mengaku polisi itu sebahai bukti bahwa ia telah diintimidasi.
Atas kondisi ini, AJI, IJTI dan PWI Aceh mengutuk keras perilaku pengawal Firli Bahuri yang mengaku polisi itu yang telah melakukan intimidasi terhadap Raja Umar dan Lala Nurmala. Juga meminta kepada Mabes Polri untuk dan pemahaman kepada seluruh jajarannya untuk menghormati kerja-kerja jurnalistik.
Selain itu, juga meminta kepada Mabes Polri untuk menghukum pelaku (anggota polisi) yang telah mengintimidasi kedua jurnalis.
Sementara itu, Yadi Hendriana, Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers dari Dewan Pers menyatakan adalah kewajaran jika jurnalis meliput kegiatan Ketua KPK sebagai pejabat Negara. Dan seharusnya, ada komunikasi yang baik jika memang kegiatan itu tertutup untuk wartawan.
“Dewan Pers mendukung upaya yang dilakukan tiga organisasi wartawan (AJI, IJTI dan PWI) di Aceh yang melakukan protes langsung atas intimidasi ini. Dewan Pers juga akan meminta Satgas Anti Kekerasan terhadap Pers untuk mengawal kasus ini, dan berkoordinasi dengan Polri,” katanya.
Upaya menghalang-halangi pers dalam berkerja, katanya, jelas merupakan tindakan intimidasi dan melanggar Undang-Undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, apalagi ini disertai dengan tindakan menghapus video/photo yg dilakukan pengawal, ini merupakan bentuk pelanggaran terhadap UU Pers Pasal 18 ayat 1.
Dewan Pers, katanya, meminta kepada siapapun untuk menghormati kerja jurnalis. Sebab kerja jurnalis dilindungi undang-uundang yang berlaku. Sembari ia juga meminta kepada seluruh jurnalis untuk berpegang teguh kepada kode etik dalam bekerja.*