Memahami Hak Cipta Dan Hak Paten
Inovasi
August 20, 2025
Junus Nuh

Copyright. (credits: Copyright Laws)
IDE adalah hasil karya yang belum diwujudkan secara nyata. Dan, sangat disayangkan, tidak dapat dilindungi. Sehingga, berhati-hatilah untuk mengeluarkan ide.
Di dunia bisnis komersil, “Hak Cipta” dan “Hak Paten” adalah bagian dari “Hak Kekayaan Intelektual” (HKI). HKI adalah hak eksklusif yang timbul dari hasil olah pikir yang menghasilkan suatu karya atau produk yang perlindungannya bersifat teritorial.
Hak Cipta” dan “Hak Paten” diatur secara terpisah dalam undang-undang.
Hak Cipta, mengutip Heylawedu, diatur pada Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang “Hak Cipta” (UU Hak Cipta). Hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam hak cipta, terdapat dua jenis hak. Yakni; “hak moral” dan “hak ekonomi”.
Hak moral adalah hak yang selalu melekat pada pencipta dan berlaku tanpa batas waktu.
Sedangkan hak ekonomi adalah hak yang dapat dialihkan dan masa berlakunya berbeda-beda, tergantung dari jenis ciptaan. Seperti, program komputer dan video game, misalnya, yang masa berlaku hak cipta adalah 50 tahun sejak hak cipta diumumkan.
Adapun objek yang dilindungi dari berbagai jenis ciptaan mencakup ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, diatur pada Pasal 40 ayat (1) UU Hak Cipta.
Pelanggaran hak cipta, umumnya terjadi, dengan mengambil ciptaan orang lain untuk diperbanyak tanpa mengubah bentuk maupun isi untuk kemudian diumumkan, dan memperbanyak ciptaan tersebut dengan sengaja tanpa izin dan dipergunakan untuk kepentingan komersial.
Berdasarkan Pasal 44 ayat (1) UU Hak Cipta, maka; penggunaan, pengambilan, penggandaan, atau pengubahan ciptaan, baik sebagian maupun seluruhnya tidak dianggap sebagai bentuk pelanggaran hak cipta. Yakni jika sumbernya disebutkan secara lengkap untuk kepentingan sebagai berikut pendidikan, penelitian, penulisan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta atau pemegang hak cipta.

Intellectual Property. (credits: Wiki Commons)
Sedangkan “Hak Paten” adalah dilindungi oleh Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentang “Paten” (UU Paten). Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Unsur utama dari paten adalah invensi. Invensi adalah sebagai ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi. Yang berbentuk produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.
Hak paten terbagi dua jenis. Yakni; “paten” dan “paten sederhana”.
Hak paten atas invensi dapat diberikan jika invensi tersebut adalah invensi yang baru, dan mengandung langkah inventif, dan dapat diterapkan dalam industri.
Sedangkan hak paten sederhana atas invensi adalah sama dengan paten. Pembedanya adalah invensi atas paten sederhana tidak perlu mengandung langkah inventif namun cukup dengan pengembangan dari produk atau proses yang sudah ada.
Jika mengacu pada UU Cipta Kerja, maka pada Pasal 20 UU Cipta Kerja, definisi pelaksanaan Paten menjadi terpecah-pecah. Pasal 20 yang baru memecah pelaksanaan Paten menjadi beberapa kegiatan, dan menggunakan kata “atau” dalam perumusannya, seperti; “meliputi membuat, mengimpor, atau melisensikan produk yang diberi Paten”.
Sehingga, dengan hanya dilakukan satu hal itu, maka kewajiban untuk melaksanakan Paten di Indonesia sudah dapat terpenuhi, sehingga pemenuhan ketentuan Pasal 20 ayat (1) menjadi lebih ringan.
Permasalahannya dengan perubahan Pasal 20 UU Paten tersebut ialah bahwa satu kegiatan yang dicakup dalam Pasal 20 ayat (2) yaitu kegiatan “mengimpor”. Yang berarti, dengan hanya melakukan kegiatan mengimpor saja terhadap produk yang diberi Paten, pelaksanaan Paten dianggap telah dilakukan dan kewajiban berdasarkan Pasal 20 ayat (1) telah terpenuhi.
Sehingga, “Pemegang Paten” tidak lagi diwajibkan membuat produk di Indonesia, tidak juga membuat pabrik atau kantor di Indonesia. Artinya, tidak ada transfer teknologi dan pengetahuan, ataupun penyerapan tenaga kerja.
Padahal, tujuan-tujuan transfer teknologi dan pengetahuan, dan penyerapan tenaga kerja adalah tujuan terpenting yang terkandung dalam Pasal 20 UU Paten. Dengan rumusan Pasal 20 yang baru, tujuan tersebut seolah dihapuskan dari UU Paten.
Pelanggaran Hak Paten, seperti, jika menemukan ada orang lain yang menggunakan, menjual, menawarkan, dan mengimpor suatu invensi tanpa izin inventor, maka invebtor atau yang diberi kuasa dapat mengajukan gugatan dan mengambil tindakan hukum terhadap siapapun yang menggunakan invensi ini tanpa seizin inventor.
Meskipun, sedari awal disebutkan bahwa ide adalah sesuatu yang belum berwujud, namun suatu karya atau produk tidak dapat terjadi tanpa ide.
Dan, ide, haruslah diwujudkan, agar menjadi karya atau produk, untuk seterusnya menjadi HKI.*

