Mitos Seputar Gading, Cula Dan Tanduk
Lingkungan & Krisis Iklim
July 1, 2025
Jon Afrizal

Kambing hutan. (credits: IAR Indonesia)
GAJAH, badak, rusa dan kambing hutan adalah hewan yang kerap diburu karena gading, cula dan tanduknya. Perburuan ini, yang telah terjadi sejak berabad-abad lama, pun tidak terlepas dari mitos yang melingkupi ketiga satwa ini.
Berikut, diurai satu per satu tentang mitologi yang berkembang, yang melingkupi keempat satwa ini.
Gading gajah dalam mitologi dan kepercayaan sering dikaitkan dengan kekuatan, kemewahan, dan perlindungan.
Di Afrika, misalnya, gajah dan gadingnya seringkali dikaitkan dengan kekuatan, umur panjang, dan kebijaksanaan. Dan juga gajah dan gadingnya adalah perlambang dari penguasa dan kekuasaan mereka.
Sementara di Thailand, gading gajah digunakan sebagai jimat dan benda-benda keagamaan. Ini, karena dalam kebudayaaan gading gajah dipercayai memiliki kekuatan magis untuk melindungi pemakainya dari bahaya, penyakit, atau nasib buruk.
Secara umum, gading gajah, dengan keindahan dan daya tahannya, sering digunakan dalam seni ukir dan perhiasan, serta menjadi simbol status sosial dan kekayaan, terutama di kalangan masyarakat tertentu.
Sedangkan cula badak dikaitkan dengan kepercayaan terhadap kegunaannya sebagai obat mujarab berbagai jenis penyakit. Seperti; demam, kanker, dan masalah seksual.
Sehingga, cula badak kerap dianggap dapat meningkatkan kejantanan dan kemampuan afrodisiak.
Sedangkan tanduk rusa dimitoskan sebagai simbol keberuntungan, rezeki, dan penangkal energi negative. Sehingga, di era lampau, tanduk rusa seringkali dipajang di rumah.

Ilustrasi badak oleh Zakariya ibn Muhammad Qazwini, tahun 1717 MAsehi. (credist: Walters manuscript)
Tanduk rusa juga dikaitkan dengan kekuatan dan kejantanan. Sehingga tanduk rusa kerap digunakan dalam ritual mistis oleh suatu komunal dalam kebudayaan tertentu.
Bahkan, dalam beberapa budaya, tanduk rusa memiliki makna spiritual. Seperti menjadi totem bagi keluarga atau klan, atau menjadi simbol perjalanan menuju alam baka.
Begitu pula dengan tanduk kambing hutan. Tanduk kambing hutan dipercaya mampu menangkal racun. Tanduk kambing hutan, kerap dinyatakan dapat menetralisir racun dan mendeteksi keberadaan racun di sekitar pemakainya, terutama jika dijadikan perhiasan.
Tanduk kambing hutan, juga kerap dijadikan jimat keberuntungan. Sebab, dipercaya memiliki kekuatan magis yang dapat membawa keberuntungan, menolak bala, atau melindungi dari gangguan gaib.
Juga, sebagai “pagar diri”, dengan kemampuannya untuk melindungi seseorang dari serangan hewan buas atau makhluk halus.
Dan, beberapa penyakit tertentu, dinyatakan, dapat disembuhkan dengan tanduk kambing hutan.
Padahal, kegunaan gading, cula dan tanduk bagi satwa sangat krusial. Ketiganya, bagi masing-masing satwa, berfungsi sebagai antena.
Yakni sebagai alat yang memediasi otak untuk menggerakan otot-ototnya.
Juga, berfungsi sebagai alat untuk melindungi satwa itu sendiri. Hilangnya gading, cula dan tanduk pada satwa, tentu saja menyebabkan hilangnya fungsi dari alat yang penting bagi seekor satwa.

Cula badak. (credits: Scientific American)
William Dothy dalam bukunya “Mythography: A Study of Myths And Rituals” menyatakan bahwa mitos adalah bagian dari suatu folklore tentang kisah berlatar masa lampau, yang mengandung penafsiran tentang alam semesta. Seperti penciptaan dunia dan keberadaan makhluk di dalamnya.
Selain itu, mitos juga dianggap benar-benar terjadi oleh komunal yang memeilki cerita itu, atau penganutnya.
Secara luas, mitos dapat mengacu kepada cerita tradisional. Pada umumnya mitos menceritakan terjadinya alam semesta dan bentuk topografi, keadaan dunia dan para makhluk penghuninya, dan deskripsi tentang para makhluk mitologis, dan sebagainya.
Dan mitos dapat hadir sebagai catatan peristiwa sejarah yang kadang terlalu dilebih-lebihkan. Yakni sebagai alegori atau personifikasi bagi fenomena alam, atau sebagai suatu penjelasan tentang ritual.
Mitos disebarkan untuk menyampaikan pengalaman religius atau ideal, untuk membentuk model sifat-sifat tertentu, dan sebagai bahan ajaran dalam suatu komunal.
Mitos, sebagai sebuah kepercayaan komunal, adalah sesuatu yang tidak dapat atau tidak ada penjelasannya secara ilmu pengetahuan. Dan, sebagai sebuah kepercayaan, mitos selalu hidup dalam sebuah komunal atau kebudayaan tertentu.
Malah, terkadang, mitos itu semakin menyebar luas, dari orang ke orang. Sehingga, berdasarkan pemahaman mitologi ini, perburuan terhadap satwa-satwa ini terus terjadi hingga hari ini.
Tetapi, yang patut untuk dipahami, bahwa apapun yang berasal dari alam tentu saja harus kembali ke alam. Sehingga, apapun yang diambil dari alam, bukanlah untuk keuntungan orang per orang, melainkan untuk kepentingan alam itu sendiri.*

