Rumah Sakit Diserang Israel, Lima Jurnalis Tewas
Daulat
August 27, 2025
Junus Nuh

Bangunan Rumah Sakit Nasser yang rusak akibat serangan Israel pada 25 Agustus 2025. (credits: Getty Images)
SEBANYAK lima jurnalis, yang sedang liputan pada serangan ganda Israel terhadap Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, Gaza bagian selatan, tewas pada serangan itu, Senin (25/08) waktu setempat.
Kelima jurnalis itu, yakni; Yakni; Husam al-Masri, Miriam Dagga, Ahmed Abu Aziz, Mohammad Salama, dan Moaz Abu Taha. Mereka bekerja untuk kantor berita internasional, yakni; Associated Press, Reuters, Al Jazeera, dan Middle East Eye.
Pada serangan itu, mengutip BBC, sekitar 20 orang orang tewas, termasuk empat petugas medis.
Gaza bagian selatan adalah wilayah yang dikuasai oleh Hamas.
Para jurnalis tersebut bekerja untuk kantor berita internasional seperti Associated Press, Reuters, Al Jazeera, dan Middle East Eye, seperti dikonfirmasi oleh media-media tersebut.
Perdana Militer Israel, Benjamin Netanyahu, menyebut serangan ini sebagai “kecelakaan tragis”. Ia pun menyatakan bahwa otoritas militer Israel sedang “melakukan penyelidikan menyeluruh”.
Committee to Protect Journalists (CPJ), menyatakan bahwa konflik di Gaza adalah yang paling mematikan bagi jurnalis. Angka kematian jurnalis di Gaza melebihi total kematian jurnalis yang tercatat secara global dalam tiga tahun sebelumnya.
Sejak perang dimulai pada Oktober 2023, tercatat 200-an jurnalis tewas di Gaza.
Israel pun telah melarang jurnalis internasional untuk masuk ke Jalur Gaza secara mandiri. Namun, sejumlah jurnalis dibawa oleh Pasukan Pertahanan Israel (IDF) ke Gaza dengan akses terbatas.

Mariam Dagga (kiri), jurnalis visual Palestina yang bekerja lepas untuk AP, memeluk seorang rekan jurnalis di Khan Yunis di Jalur Gaza selatan pada 18 Januari 2025. (credits: Getty Images)
Sementara media-media internasional sangat bergantung pada jurnalis lokal untuk sebagian besar liputan mereka di sana.
“Serangan ini adalah pembunuhan mengerikan, yang terjadi tenaga medis dan jurnalis saat mereka menjalankan tugas penting di tengah konflik brutal ini,” kata Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres.
PBB menuntut dilakukannya “penyelidikan yang cepat dan tidak memihak”, dan juga “gencatan senjata yang segera dan permanen”.
Philipe Lazzarini, kepala badan PBB untuk urusan pengungsi Palestina (UNRWA), menyatakan banyaknya kematian jurnalis dalam konflik di Gaza telah “membungkam suara-suara terakhir yang melaporkan tentang anak-anak yang sekarat secara perlahan di tengah kelaparan”.
Sementara itu Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengecam keras pembunuhan terhadap lebih dari 170 jurnalis oleh militer Israel sejak Oktober 2023.
Sebab, serangan-serangan ini adalah upaya untuk membungkam fakta, menekan kebenaran, dan membungkam suara-suara independen yang melaporkan kekejaman dan krisis kemanusiaan di Gaza, di tengah blokade dan penindasan yang telah berlangsung selama lebih dari 21 bulan.
“Blokade media Israel, yang menyembunyikan kejahatan di wilayah tersebut, harus segera diakhiri, kata Sekjen AJI, Nani Afrida, dalam rilis AJI tertanggal 12 Agustus 2025.
AJI, katanya, menyatakan solidaritas kepada seluruh jurnalis yang dengan berani menjunjung tinggi hak publik atas informasi yang akurat dan independen. Juga, menyerukan perlindungan penuh bagi seluruh jurnalis Palestina tanpa terkecuali.
“Kami menuntut Dewan Keamanan PBB meminta pertanggungjawaban Israel, karena pembantaian jurnalis merupakan bagian dari genosida dan penghapusan kebenaran,” katanya.*

