Ngelimbang Timah Nusantara

Lingkungan & Krisis Iklim

February 16, 2025

Mikel Gabrila

Penambangan timah di Pulau Bangka pada abad 19. (credits: Indoneisa Kaya)

PRASASTI Kotakapur era Kedatuan Sriwijaya di muara Sungai Mendu, Bangka Barat, secara eksplisit menjelaskan bahwa timah telah digunakan oleh masyarakat Nusantara sejak abad ke-7 Masehi.

Tetapi, penambangan timah secara massal, setidaknya, baru dilakukan oleh para oleh pekerja dari Johor, Malaysia di di Toboali (Pulau Bangka) pada tahun 1709. Timah sewaktu itu dimanfaatkan untuk uang koin.

Timah (sn, stannum) adalah unsur dengan berat atom 118,71 dan nomor atom 50.

Satu-satunya mineral penting komersial sebagai sumber timah adalah kasit (SnO 22). Meskipun sejumlah kecil timah diperoleh dari sulfida kompleks seperti stanit, silindrit, franckeite, canfieldite, dan tealite.

Pada masa kolonial, penambangan timah dilakukan oleh; Singkep Tin Exploitatie Maatschappij (NV SITEM) di Singkep, Banka Tin Winning Bedrijf (BTW) di Bangka, dan Gemeeenschappelijke Mijnbouw Maatschappij Billiton (GMB) di Belitung. Setelah Indonesia merdeka, ketiga perusahaan ini kemudian dilebur menjadi salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang kini dikenal sebagai PT. Timah Tbk.

Penduduk Pulau Bangka, hingga kini masih akrab dengan kata “ngelimbang”. Ngelimbang adalah metode sederhana untuk memisahkan butiran timah dari pasir menggunakan dulang atau wajan besar.

Pada proses Ngelimbang, pasir akan dicuci. Tujuannya untuk menemukan butiran timah.

Timah adalah satu logam yang paling awal yang dikenal dan digunakan dalam peradaban manusia. Timah digunakan dalam alat perunggu sedini 3.500 Sebelum Masehi (SM), dengan efek pengerasan pada tembaga.

Aktifitas “Ngelimbang Timah”. (credits: Desa Namang)

Yang kerap ada pada benda tembaga yang terbentuk dari anyaman polimetalik dengan kandungan logam yang berbeda memiliki sifat fisik yang berbeda. Benda-benda perunggu paling awal memiliki kandungan timah atau arsenik kurang dari 2 persen dan diyakini sebagai hasil dari paduan yang tidak disengaja karena jejak kandungan logam dalam tembaga atau berlapis.

Meskipun, logam murni tidak digunakan sampai sekitar 600 SM.

Mengutip usgs, terdata sekitar 35 negara lokasi pertambangan timah di seluruh dunia. Hampir setiap benua memiliki negara pertambangan timah yang penting.

Tetapi, sebagian besar timah besar dunia dihasilkan dari cadangan pengganti. Setidaknya satu setengah berasal dari Asia Tenggara.

Mengutip Indonesia Kaya, terdapat lima negara penghasil timah di dunia. Yakni Cina dengan produksi 95.000 ton pda tahun 2022, dan cadangan timah yang mencapai 720.000 ton.

Lalu, Indonesia dengan produksi 74.000 ton pada tahun 2022, dan cadangan 800.000 ton atau setara dengan 17 persen total cadangan dunia.

Bor bangka buatan AJ Akeringa tahun 1885. (credits: Indoneisa Kaya)

Selanjutnya, Myanmar dengan 31.000 ton pada tahun 2022. Kemudian, Peru dengan produksi 29.000 ton pada tahun 2022. Terakhir, Bolivia dengan produksi 18.000 ton pada tahun 2022.

Timah adalah unsur kerak bumi yang relatif langka. Yakni sekitar 2 bagian per juta (ppm). Semnatara 94 ppm untuk seng, 63 ppm untuk tembaga, dan, 12 ppm untuk timah.

Timah adalah unsur yang relatif langka dengan berbicara di kerak bumi sekitar dua bagian per juta (ppm). Perbandingannya; 94 ppm untuk seng, 63 ppm untuk tembaga, dan 12 ppm untuk timah.

Saat ini, peran tiah semakin kuat. Timah adalah bahan baku pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Yakni sebagai  baterai lithium untuk kendaraan listrik, dengan timah sebagai komponen utama.

Namun, sama seperti setiap areal pertambangan, penambangan timah juga menimbulkan efek buruk.

Mengutip penelitian Universitas Bangka Belitung, tercatat dua persoalan utama dalam penambangan timah.

Pertama, air asam tambang mengandung logam-logam berat.  Ketika air asam tambang terbentuk maka akan sangat sulit untuk menghentikannya, karena sifat alamiah dari reaksi yang terjadi pada batuan.

Air asam tambang berpotensi mencemari air permukaan dan air tanah.

Kedua, tailing dihasilkan dari operasi pertambangan dalam jumlah besar. Sekitar 97 persen dari bijih yang diolah oleh pabrik pengolahan bijih akan berakhir sebagai tailing.

Tailing mengandung logam-logam berat dalam kadar yang cukup mengkhawatirkan. Seperti tembaga, timbal atau timah hitam, merkuri, seng, dan arsen.

Ketika masuk ke dalam tubuh makhluk, maka logam-logam berat itu akan terakumulasi di dalam jaringan tubuh dan dapat menimbulkan efek yang membahayakan bagi kesehatan.

Sehingga, butuh untuk lebih bijaksana ketika mengolah alam.*

avatar

Redaksi