Tambang Illegal Yang Tak Pernah Berhenti

Lingkungan & Krisis Iklim

January 15, 2025

Jon Afrizal

Kampung Mengkuang Kecil Laman Panjang Kecamatan Bathin III Ulu Kabupaten Bungo Provinsi Jambi. (credits: KKI Warsi)

PENAMBANGAN emas tanpa izin (PETI) hingga hari ini terus terjadi di Provinsi Jambi. Aktifitas yang menyasar anak-anak sungai ini, telah merusak kawasan hutan yang ada.

Catatan KKI Warsi, illegal mining terjadi di enam kabupaten dari 11 Kabupaten/kota di Provinsi Jambi. Yakni, di Kabupaten Sarolangun, Merangin, Bungo, Tebo, Kerinci dan Batanghari.

Aktifitas yang tercatat, mengalami peningkatan terus-menerus. Dari tahun 2016 sebanyak 10.926 hektare, menjadi 52.059 hektare pada tahun 2024.

Areal penambangan emas illegal terluas berada di dua kabupaten; Sarolangun dan Merangin.

“Meskipun, harus kita akui, bahwa terjadi pertumbuhan hutan seluas 34.862 hektare sepanjang tahun 2023 hingga 2024, namun ancaman dari aktifitas illegal mining ini tidak pernah berhenti,” kata Direktur KKI Warsi, Adi Junedi belum lama ini.

Menurutnya, lahan terbuka yang terindikasi akibat tambang yang berada di dalam areal perizinan, tercatat seluas 13.453 hektare. Sementara areal tambang illegal yang berada di luar areal perizinan mencapai 53.893 hektare.

“Lahan terbuka diluar perizinan ini terpantau didominasi oleh tambang emas tanpa izin,” katanya.

Dengan adanya sejumlah kebijakan kehutanan, katanya, dan adanya kesadaran bersama yang telah mulai terbangun, maka tren perubahan hutan dapat ditekan. Bahkan, Provinsi Jambi mampu mneghambat kehilangan hutan seluas 315.000 hektare sejak pada tahun 2024.

Sehingga, Provinsi Jambi mampu meningkatkan serapan karbon dioksida.

Tidak hanya penambangan emas illegal saja, tapi juga terdapat beberapa jenis tambang illegal lainnya di luar areal perizinan. Seperti; batu bara (1.559 hektare), pasir dan batu (159 hektare), tanah urug (42 hektare), batu andesit (32 hektare), dan batuan (2 hektare).

Menurutnya, persoalan ini dapat diatasi dengan upaya perlindungan dan penegakan hukum. Juga, peningkatan pengelolaan hutan berbasis masyaraka.

Termasuk pula kegiatan, reforestasi, rehabilitasi dan reboisasi hutan. Serta, peningkatan kerjasama dan pendanaan ekologi. Dan juga, edukasi dan penumbuhkan kesadaran publik.

Adapun yang telah dilakukan KKI Warsi, adalah dengan mendorong Perhutanan Sosial terkelola dengan baik. Yang selanjutnya, dapat menjadi penghasilan alternatif bagi masyarakat melalui Kelompok Usaha Bersama Perhutanan Sosial (KUPS).

Sebaran tambang legal dan illegal di Provinsi Jambi. (credits: KKI Warsi)

Sebagai tindakan nyata, yakni usaha tanaman kopi masyarakat di lima desa di Bathin III Ulu Kabupaten Bungo. Masyarakat mendirikan KUPS Kopi Agam Maju Bersama, dan menanam dan memproduksi kopi robusta dengan merek “Kopi Delapan”.

KUPS Kopi Agam Maju Bersama berdiri sejak tahun 2019. Mereka menanam kopi robusta di kebun-kebun masyarakat yang berada di sekitar Hutan Desa Dusun Laman Panjang, juga di sepanjang aliran sungai yang mengalir ke arah pemukiman penduduk Dusun Laman Panjang.

Sejak bulan Mei 2024, KUPS dengan anggota aktif 25 orang ini telah memproduksi kopi dengan mereka “Kopi Delapan”. Dalam waktu delapan bulan, penjualan “Kopi Delapan” telah mencapai total IDR 16 juta.

Maka, ketika orang bertanya terkait contoh dari penghasilan alternatif, anggota KUPS Kopi Agam Maju Bersama telah membuktikannya.

Berangkat dari sejarah, penambangan emas, telah lama hadir di Provinsi Jambi. Pengetahuan lokal terkait ini, pun telah ada sejak lama.

Kawasan “Kerinci Rendah” atau yang sekarang disebut Kabupaten Merangin, mengutip Jon Afrizal dalam buku “Belacu Ditukar Lada” telah dikenal sebagai tempat mencari emas, sejak era Cindua Mato di masa Pagarruyung.

“Kerinci Rendah” berada di antara dua gunung; Gunung Kerinci (3.805 mdpl) dan Gunung Masurai (2.916 mdpl).

Mergo (marga) Pangkalan Jambu, adalah satu lokasi yang menjadi incaran para pencari emas. Kala itu, daerah ini disebut dengan nama “Renah Sungai Kunyit”

Cindua Mato adalah orang luar yang pertama yang mengetahui bahwa di kawasan ini terdapat biji emas. Lalu, Bundo Kandung dan Basa Ampek Balai mengutus Datuk Putih dan Datuk Mangkuto Marajo untuk mencari emas ke sana.

Keduanya mendapat izin dari Tiang Bungkuk, menantu Depati Muara Langkap.

Demikian, menurut cerita lisan mayarkat lokal. Dan hingga saat ini, nama Datuk Putih dan Datuk Mangkuto Marajo masih diingat masyarakat lokal, sebagai orang yang mengembangkan Pangkalan Jambu.

Pun tidak dapat dipungkiri di kabupaten-kabupaten lainnya. Dimana biji emas menjadi produk unggulan bahkan sejak era Sriwijaya.

Dan, ketika pengetahuan lokal ini dimanfaatkan oleh cukong dan untuk keuntungan cukong, maka bagi masyarakat lokal dan masyarakat Provinsi Jambi, mercury (air raksa) dari pengolahan biji emas akan mengalir dari wilayah hulu dengan anak-anak sungainya ke hilir Sungai Batanghari.

Malangnya, Kota Jambi yang berada di hilir, dengan cerukan Sungai Batanghari yang berbentuk belanga, akan mengendapkan mercury di dasar sungai yang berlumpur.

Endapan itu, kemudian termakan oleh kepah, udang, kerang dan ikan. Selanjutnya, dikonsumsi oleh manusia.

Efek yang mengerikan, dan berkelanjutan bagi tubuh manusia.*

avatar

Redaksi