Menyoal Keseimbangan Ekologis Di Kota Jambi
Lingkungan & Krisis Iklim
May 15, 2025
Natasha Indreswari/Kota Jambi

Aksi protes Walhi Jambi di aula Rumah Dinas Walikota Jambi, Rabu (14/5). (credits: Walhi Jambi)
WALHI Jambi menggelar aksi protes pada seminar sehari “Pemkot Jambi Mendengar”, di aula Rumah Dinas Walikota Jambi, Rabu (14/5). Aksi dengan cara membentang poster ini bertujuan meminta Pemerintah Daerah Jambi untuk tegas menghukum perusahaan yang merusak lingkungan dan menimbulkan kerugian ekologis.
Direktur Walhi Jambi, Oscar Anugrah, mengatakan bahwa butuh keseriusan untuk menanggulangi persoalan lingkungan di Kota Jambi, dan juga di Provinsi Jambi.
“Sederetan kasus kerusakan lingkungan yang ada di Provinsi Jambi, dan juga beberapa titik pemukiman dan fasilitas umum mengalami banjir yang tidak biasa pada awal April 2025, terutama di kawasan Simpang Mayang dan sekitarnya,” katanya, dalam siaran pers Walhi Jambi, Rabu 14 Mei 2025.
Temuan dari lembaga anggota Walhi Jambi, sedikitnya terdapat tiga titik pembangunan di Kota Jambi yang menjadi penyebab banjir, dan telah secara terang-terangan merusak lingkungan. Yakni; Jambi Business Center (JBC), Jambi Town Square (Jamtos), dan Perumahan Roma Estate.
“Ketiga proyek pembangunan ini telah mengubah sepadan sungai menjadi beton-beton, yang menghilangkan keseimbangan ekologis sungai,” katanya.
Pembangunan JBC, katanya, dilakukan di kawasan khusus rawan bencana banjir. Ini telah diatur dalam Undang-Undang nomor 17 tahun 2019 tentang “Sumber Daya Air”, dan, diperkuat dengan Perda Provinsi Jambi nomor 7 tahun 2024-2044 yang kembali menyatakan bahwa kawasan JBC masuk dalam kawasan rawan bencana banjir.
“Kenyataannya, pembangunan JBC bukannya lebih serius dalam mempertimbangkan daya dukung lingkungan karena wilayahnya masuk dalam kawasan rawan banjir. Tetapi malah menambah parah persoalan dengan menghilangankan keseimbangan ekologis yang sudah tersistematis secara alami,” katanya.
Pun begitu juga dengan proyek pembangunan lainnya, seperti Jamtos dan Perumahan Roma Estate yang mengabaikan daya dukung lingkungan.
“Kami tidak anti pembangunan ekonomi. Sebab telah menciptakan lapangan kerja,” katanya.
Tapi, lanjutnya lagi, Walhi Jambi menolak pembangunan yang merusak lingkungan dan menimbulkan penderitaan masyarakat, yang hanya demi keuntungan pengusaha saja.
Sebab, berdasarkan sudut elevasinya, area JBC dan Jamtos adalah daerah dataran rendah atau cekungan, untuk wilayah Simpang IV Sipin dan sekitarnya. Yang secara fungsi alami wilayah tersebut menjadi terminal sementara bagi air yang mengalir dari drainase-drainase di wilayah sekitarnya.
Ini berselaras dengan seminar bertema “Model Kolaborasi Penanganan Banjir”, yang diselenggarakan Sahabat Alam Jambi. Yang menyebutkan bahwa dalam menyikapi persoalan banjir, maka pemerintah harus tegas menanganinya.*

