Bercerita Dalam Tulisan

Inovasi

August 26, 2023

Jon Afrizal

ADA banyak definisi, jika anda surfing di mesin pencari internet, terkait cerita. Sehingga membuat anda tidak sebagai penulis.

Jika anda menenggelamkan diri ke definisi, maka anda akan jadi linguist, pustakawan, hacker atau cracker. Anda akan sibuk menyimpulkan sekian banyak definisi tentang cerita yang beredar di internet, dan tidak bakal cukup waktu untuk itu.

Sesungguhnya, cerita adalah teknik seseorang untuk mengungkapkan suatu informasi. Sangat teknis untuk dijelaskan secara teknis (lho!).

Setiap orang memiliki cara sendiri untuk bercerita. Aku tidak hendak bicara bakat. Terbukti, bakat hanya pegang kendali palingan 10 persenlah untuk menjadi ahlinya.

Tetapi belajar dan berekpresimen terus menerus. Itu yang membuat seorang penulis dapat menciptakan “karya tulis”. Untuk mengangkat sebuah cerita hingga dipublish, membutuhkan semangat ekstra.

Recycle Bin di perangkat tulis menulis milik-ku, misalnya, harus ku bersihkan setiap tiga hari sekali. Begitu banyak naskah yang, ehm, weird!

Ok, so far so good? Menulislah setiap hari. Itu maksudku, jika anda telah menganggap ini sebagai sebuah profesi yang harus anda jalani hari ini dan selanjutnya.

Aku bukan seorang motivator, dan aku tidak berharap siapapun anda untuk berpikir dengan cara-ku. Tetapi, berpikirlah!

Karena jika anda tetap ragu, seperti kata bapak-bapak tentara di sebelah rumah-ku, “Lebih baik mundur”.

Nah, ku lihat anda mulai kesal  dengan tulisanku. Tetapi anda tetap membacanya huruf demi huruf. Hahaha, anda telah terjebak!

Begitulah juga cara ber-cerita. Kembangkan style sendiri, karena setiap individu penulis memiliki “trade mark” dalam setiap karya-nya.

Aku bukan sok English-english-an. Tetapi, maaf, aku memang akrab dengan naskah-naskah dari daratan empat musim itu, baik orisinil maupun saduran, sejak usia dini.

Banyak sekali cerita di negeri ini yang akhirnya harus di-sidang-kan banyak orang karena terkait berbagai hal. Itulah alasan utamanya.

Tetapi, jika boleh ku sarankan, pilihlah karya-karya Pramoedya Ananta Toer sebagai rujukan cara menulis. Tidak, aku tidak sedang bicara soal politik kanan-kiri, depan-belakang, atas-bawah, dan seterusnya, tetapi  Cara Menulis.

Sebagai penulis, anda sangat tidak berhak untuk mem-brainwash pikiran orang lain dalam tulisan anda. Dan, secara redaksional, tulisan begitu Tidak Layak Terbit.

Entahlah jika anda menulis untuk sebuah media yang sehaluan politik dengan anda. Dan, tetap saja, hanya untuk kalangan sendiri.

Mau marah? Kenapa anda marah? Anda harus ingat, ya, anda adalah penulis. Tugas utama anda adalah menulis. Jika anda selalu menganggap setiap tulisan anda layak terbit, oh,anda lebih baik jadi publisher saja, jangan jadi penulis.

Ayo, semakin marah, ya, baca tulisan ini? Ok. Kembali ke Pram. Kenapa setiap calon dari calonnya calon penulis ku beri rekomendasi nama itu, hanya karena dua hal.

Pertama, Pram adalah Jurnalis. Setiap jurnalis harus jujur melihat setiap persoalan, dan jujur pula me-report-nya.

Kedua, Pram adalah Penguasa Bahasa. Ambillah salah satu karyanya, dan baca.  Anda akan mendapatkan cara menjelaskan suatu peristiwa dengan bahasa yang sangat baik. Dan, anda akan terjebak untuk tetap membacanya hingga lembaran-lembaran kertas buku itu habis terbaca semua.

Membaca. Setiap penulis harus memaksakan diri untuk banyak membaca. Tidak hanya terkait informasi, tetapi juga text book dari berbagai macam disiplin ilmu. Combine-lah semua secara sangat baik, sehingga jadi tulisan yang menarik.

Tentu, aku sadari, aku sedang bicara soal pola kebiasaan. Generasi saat ini tidak suka membaca sesuatu yang berfisik buku, majalah, koran dan sejenisnya.

Tetapi toh banyak book store yang online dan offline di banyak applikasi di internet. Anda tinggal men-download saja. Dan, tidak bakal ada karya Pram di sana.

Ah, serius, coba saja, dan kita lihat bersama-sama, siapa yang tampil sebagai Penulis.*

avatar

Redaksi