Bank Pendana Industri Sawit
Lingkungan & Krisis Iklim
January 16, 2025
Junus Nuh

Peta luasan perkebunan sawit di beberapa negara di dunia. (credits: theoilpalm)
Perbankan berperan dalam pembiayaan industri sawit secara berkelanjutan. Sehingga, juga berkontribusi terhadap dampak negatif perubahan iklim, alam, hak asasi manusia, dan risiko pandemi di masa mendatang. Berikut adalah laporan BankTrack pada 10 Oktober 2024 terkait bank-bank di Indonesia yang mendanai industri sawit, dialihbahasakan untuk pembaca Amira.
PRODUKSI minyak sawit telah meningkat pesat dalam dua dekade terakhir dan menjadi minyak nabati yang paling banyak diperdagangkan di dunia. Produksi miyak sawit saat ini yang mencapai hampir 80 juta ton, dan diproyeksikan akan meningkat dua kali lipat lagi dalam dekade berikutnya.
Karena pohon sawit hanya tumbuh di daerah tropis, maka hampir 90 persen produksi global berasal dari Indonesia dan Malaysia.
Perusakan hutan untuk memperluas perkebunan sawit menyebar dengan cepat di Asia Tenggara dan ke wilayah hutan hujan lainnya di Afrika Tengah dan Amerika Latin. Sekitar 68 persen minyak sawit digunakan untuk makanan, sedangkan sisanya digunakan untuk keperluan industri, termasuk biodiesel.
Sawit dikaitkan dengan 10,5 juta hektar deforestasi sepanjang tahun 2001 hingga 2015. Dan menjadikannya pendorong deforestasi terbesar kedua, setelah peternakan yang mengancam hutan dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia.
Hutan hujan Indonesia adalah satu bentang alam paling kaya secara biologi dan budaya di bumi. Dengan hanya 1 persen dari luas daratan bumi, hutan hujan Indonesia mengandung 10 persen tanaman yang dikenal di dunia, 12 persen mamalia, dan 17 persen dari semua spesies burung yang dikenal.
Tetapi, perkebunan sawit juga dikaitkan dengan kemunculan spesies invasif. Yang dapat menggusur spesies lain dan menyebabkan konflik antara manusia dan satwa. Dimana spesies seperti harimau atau orangutan tergusur.
Metode produksi minyak sawit telah menyebabkan kerusakan ekosistem tropis yang kaya karbon. Artinya, memberikan kontribusi signifikan terhadap perubahan iklim.
Lahan gambut, yang merupakan ekosistem basah kaya karbon yang telah menyerap miliaran ton karbon melalui akumulasi serasah daun dan bahan organik selama ribuan tahun, lalu dikonversi menjadi perkebunan sawit.
Konversi ini telah menyumbangkan sejumlah besar karbon dioksida ke atmosfer. Dan perluasannya yang lebih lanjut akan berisiko melepaskan lebih banyak emisi.

Deforestasi untuk perkebunan kelapa sawit di Indragiri Hulu, Provinsi Riau. (credits: Flikr)
Di Indonesia, sekitar 85 persen emisi yang dilepaskan disebabkan oleh aktivitas penggunaan lahan, 37 persen disebabkan oleh penggundulan hutan dan 27 persen disebabkan oleh kebakaran areal gambut.
Industri sawit tidak hanya memberikan kontribusi besar terhadap perubahan iklim dan kerusakan keanekaragaman hayati saja. Tetapi juga terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia yang terus menerus.
Perampasan tanah oleh perusahaan di hutan adat dan hutan masyarakat untuk perkebunan sawit, dan konflik antara perusahaan dan masyarakat bermunculan dalam industri ini.
SawitWatch, telah mengidentifikasi 663 konflik lahan yang sedang terjadi antara perusahaan sawit dan masyarakat pedesaan. Kekuatan senjata telah dikerahkan untuk mengambil alih dan mempertahankan kendali atas lahan, atas nama perusahaan sawit. Yang mengakibatkan perpindahan, keterpencilan, kecederaan, dan kematian.
Selain itu, kondisi tenaga kerja di sektor sawit seringkali buruk. Dan perkebunan industri ini dilaporkan kerap menerapkan tekanan bagi pekerja dan juga mempekerjakan pekerja anak.
Produksi minyak sawit juga dikaitkan dengan tingginya tingkat penggundulan hutan serta monokultur.
Semakin banyak bukti yang menunjukkan hubungan antara penggundulan hutan dan meningkatnya resiko wabah penyakit dan pandemi. Penurunan keanekaragaman hayati mengakibatkan hilangnya regulasi penyakit alami dan menimbulkan risiko bagi kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan.
Penggundulan hutan juga menjadi pendorong utama perubahan iklim. Yang dengan sendirinya meningkatkan risiko pandemi di masa mendatang.
Sejauh ini, perbankan juga turut berperan dalam pendanaan berkelanjutan terhadap industri minyak sawit. Sehingga berkontribusi terhadap dampak negatif terhadap iklim, alam, hak asasi manusia, dan resiko pandemi di masa mendatang.
Sejak tahun 2016, lembaga keuangan telah menyediakan USD 38 miliar untuk sektor minyak sawit di Asia Tenggara.
Koalisi Forest & Finance, yang mana BankTrack menjadi bagiannya, telah memberi penilaian terhadap kebijakan dari 200 bank dan investor terbesar yang aktif di enam sektor komoditas utama yang mendorong deforestasi dan degradasi lahan di Asia Tenggara, Afrika Tengah dan Barat, dan beberapa bagian Amerika Latin.
Menurut BankTrack, terdapat tiga bank di Indonesia yang mendanai industri sawit. Yakni; Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Central Asia (BCA) dan Bank Mandiri.
Ketiga bank terkait dengan sejumlah perusahaan dan proyek yang dianggap aneh oleh BankTrack, yang disebut Dodgy Deals. Misalnya; sebagai pemodal saat ini, atau sebelumnya, atau melalui pernyataan penyertaan minat.
Bank Negara Indonesia (BNI) tercatat memberikan fasilitas kredit kepada Sinar Mas (Indonesia) senilai USD 1,905 miliar pada tahun 2013 – 2022. Lalu, memberikan fasilitas kredit pada tahun 2020 – 2022 senilai USD 501 juta. Dan penerbitan obligasi – penjamin emisi pada tahun 2020-2022 senilai USD 268 juta.
Selanjutnya, Bank Central Asia (BCA) tercatat memberikan fasilitas kredit kepada Indofood (Indonesia) sebesar USD 660 juta.
Juga kepada Sinar Mas (Indonesia), dalam bentuk penerbitan obligasi – penjamin emisi senilai USD 557 juta pada tahun 2020 – 2022. Lalu, memberikan fasilitas kredit sebesar USD 1,1 miliar pad atahun 2020. Kemudian, memberikan fasilitas kredit sebesar USD 1.283 miliar pada tahun 2013 – 2019.
Sedangkan Bank Mandiri, tercatat memberikan fasilitas kredit kepada Indofood (Indonesia) senilai USD 850 juta.
Juga memberikan fasilitas kredit kepada Sinar Mas (Indonesia) senilai USD 1,072 miliar pada tahun 2013 – 2019. Lalu, penerbitan obligasi – penjamin emisi senilai USD 186 juta pada tahun 2020 – 2022. Serta memberikan fasilitas kredit USD 1,8 miliar pada tahun 2020 – 2022.
Selain itu, memberikan fasilitas kredit kepada Wilmar Internasional (Singapura) senilai USD 17 juta pada tahun 2017.
Baik BNI, BCA dan Bank Mandiri, ketiganya tidak memiliki atau tidak mengoperasikan mekanisme saluran pengaduan atau keluhan bagi individu atau masyarakat yang mungkin terkena dampak keuangan bank.*

