Awal Kemarau, Modifikasi Cuaca Diberlakukan
Lingkungan & Krisis Iklim
June 13, 2024
Zulfa Amira Zaed
Kondisi kekeringan di Kecamatan Muarosebo Kabupaten Muarojambi pada Agustus 2019. (photo credits: Jon Afrizal/amira.co.id)
MEMASUKI awal musim kemarau ini, pemerintah akan melakukan modifikasi cuaca. Modifikasi dilakuakan terhadap daerah-daerah yang mendapatkan perhatian khusus untuk mitigasi dan antisipasi dari dampak kekeringan.
Mengutip indonesia.go.id, saat ini terdapat 19 persen zona di wilayah Indonesia memasuki fase kemarau. Yakni mulai dari sebagian Aceh, Sumatra Utara, Riau, Jawa Barat, dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pemerintah, telah melakukan koordinasi lintas sektoral terkait mitigasi dan antisipasi dampak kekeringan. Terutama di daerah-daerah dengan potensi curah hujan bulanan sangat rendah dengan kategori kurang dari 50 milimeter per bulan.
Yakni sebagian besar Pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Bali, Nusa Tenggara, sebagian Sulawesi dan Maluku, serta Papua.
Pihak-pihak yang terlibat dalam rekayasa cuaca atau Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) ini adalah; Badan Klimatologi, Meteorologi, dan Geofisika (BMKG), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dan TNI Angkatan Udara.
TMC telah diberlakukan sejak tanggal 30 Mei 2024 hingga 10 Juni 2024. Yang berada di empat posko. Yaitu; Jakarta, Bandung, Solo, dan Surabaya.
Operasi ini didukungan empat unit pesawat jenis CASA N-212 TNI-AU yang akan menebarkan natrium klorida (NaCl) atau garam ke bibit awan hujan untuk memperbanyak pasokan air di 35 waduk utama bagi irigasi lahan pertanian di Jawa selama musim kemarau.
“Rekayasa cuaca di atas Pulau Jawa dilakukan serentak, karena sempitnya peluang pertumbuhan awan yang masih memungkinkan untuk disemai agar menjadi hujan,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto, menggutip indonesia.go.id.
Selain itu, direkomendasikan juga penerapan TMC untuk pengisian waduk-waduk di daerah yang berpotensi mengalami kondisi kering saat musim kemarau dan membasahi atau menaikkan muka air tanah. Ini bertujuan untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla), termasuk juga pada lahan gambut.
Deputi Meteorologi BMKG Guswanto mengatakan agar masyarakat dapat memanfaatkan waktu yang tersisa saat ini, dari fase transisi dari musim penghujan menuju musim kemarau ini untuk menampung air. Sebab, setelah masuk kemarau kering, maka curah hujan dapat berkurang hingga sangat rendah, yakni kurang dari 50 milimeter per bulan.
Kemarau diperkirakan akan terjadi sejak awal Juni hingga September 2024. Yang ditandai dengan cuaca fenomena panas terik hingga 40 derajat Celcius di siang hari dan beberapa kali hujan turun di waktu malam hingga dini hari.
Indikasi alami dari akhir musim transisi pertama, adalah, semakin terik suhu udara di siang hari akan diikuti hujan pada malam hari. Meski tidak selebat saat musim penghujan pada umumnya
Meskipun, BMKG telah memprediksi bahwa awal musim kemarau akan terjadi sejak Mei hingga Agustus 2024. Mayoritas wilayah di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara telah mengalami Hari Tanpa Hujan (HTH) sepanjang 21 hingga 30 hari atau bahkan lebih panjang.*