Aboirigin Adalah Petani
Ekonomi & Bisnis
April 20, 2025
Jon Afrizal

Suku Aborigin menggunakan api untuk berburu kanguru. (credits: NLA)
BRUCE Pascoe, yang lahir pada tahun 1947, adalah Profesor Enterprise di Pertanian Pribumi di University of Melbourne. Ia menulis buku Dark Emu: Black Seeds: Agriculture or Accident? Yang terbit pada tahun 2014.
Buku itu, mengulik tentang bagaimana masyarakat tradisional Aborigin dan Torres Strait Islander telah mengenal dalam pertanian, teknik dan konstruksi bangunan permanen. Sehingga, praktik yang mereka lakukan telah memberikan sebuah model bagi pembangunan berkelanjutan di Australia pada masa yang akan datang.
Pascoe berpendapat bahwa banyak kelompok Aborigin pra-kolonial adalah petani. Ia memberikan contoh, seperti; akuakultur belut di Victoria, dan penanaman biji-bijian serta perontokan millet asli di daerah kering.
Sejak terbitnya buku itu, diskusi-diskusi dan perdebatan-perdebatan pun dituainya.
Namun, bagi kelompok arkeolog dan masyarakat pribumi Australia, perdebatan-perdebatan ini menunjukkan adanya “lubang yang kosong” untuk berpikir tentang produksi pangan dan penelitian tentang arkeologi Australia.
Sehingga, mengutip theaustraliatoday, berkat buku ini, terjadilah pemahaman baru tentang bagaimana cara hidup pribumi Australia. Meskipun, bagi banyak orang Aborigin, istilah “bertani” dan “pemburu-pengumpul” tidak menggambarkan realitas produksi pangan mereka di sepanjang 60 ribu tahun.
Sebab, bagaimanapun, bentang alam Australia sangat berbeda. Sejak dari hutan hujan tropis ke pegunungan bersalju, hingga ke daerah perbukitan spinifex yang gersang.
Mengutip foreground, pengetahuan tentang pribumi Aborigin yang dibahas pada saat ini, sangat terbatas pada jurnal-jurnal yang diterbitkan oleh bangsa kolonial saja. Pada jurnal-jurnal ini, sebenarnya, terungkap ekonomi Aborigin yang jauh lebih rumit daripada gaya hidup pemburu-pengumpul primitif yang selama ini didengar.
Gaya hidup sederhana yang kerap dianggap sebagai nasib bagi penduduk asli Australia.

Suku Aborigin memasak dan memakan paus yang terdampar, Newcastle, NSW, tahun 1817. (credits: NLA)
Pemahaman umum, adalah, bahwa penduduk asli Australia, sebagai masyarakat pemburu-pengumpul mencari makan dan berburu makanan.
Mereka tidak menggunakan metode pertanian atau membangun tempat tinggal permanen. Mereka, diperkenalkan sebagai: nomaden.
Namun, setelah ditelalah lebih lanjut di jurnal-jurnal itu, diketahui bahwa penduduk asli telah membangun bendungan dan sumur. Mereka juga menanam, mengairi, dan memanen benih.
Serta, mengawetkan surplus dan menyimpannya di rumah, gudang, atau kapal yang aman. Dan juga, membuat kuburan yang rumit, dan memanipulasi lanskap.
Semua temuan ini, tidak satu pun yang sesuai dengan definisi pemburu-pengumpul.
Sehingga, beberapa capaian dari Archaeology of Food and Foodways, menyebutkan bahwa untuk mengetahui tentang kehidupan pribumi Austalia, maka para arkeolog harus terlibat lebih mendalam di bidang-bidang, seperti; genetika tanaman, etnobotani, arkeobotani, dan bioarkeologi.
Juga, mencari tahu cara pandangan masyarakat Aborigin terhadap dirinya sendiri, terkait produksi pangan, dengan lebih baik.
Penduduk asli Australia adalah berbagai masyarakat pribumi di daratan utama Australia dan banyak pulaunya, tidak termasuk masyarakat yang memiliki kekhasan etnis di Kepulauan Selat Torres.
Manusia pertama kali bermigrasi ke Australia sekitar 50.000 hingga 65.000 tahun yang lalu, dan seiring waktu membentuk sebanyak 500 kelompok berbasis bahasa.

Lukisan pemandangan di bagian atas Mitta Mitta, oleh Eugene von Guerard (1863-1864). (credits: LSV)
Di masa lalu, orang Aborigin tinggal di sebagian besar landas kontinen. Mereka terisolasi di banyak pulau lepas pantai yang lebih kecil, dan Tasmania, ketika daratan itu terendam pada awal periode interglasial Holosen, sekitar 11.700 tahun yang lalu.
Kendati demikian, orang Aborigin mempertahankan jaringan yang luas di dalam benua itu. Dan kelompok-kelompok tertentu memelihara hubungan dengan penduduk Kepulauan Selat Torres dan orang Makassar di Indonesia modern.
Selama ribuan tahun, masyarakat Aborigin mengembangkan jaringan perdagangan yang kompleks, hubungan antarbudaya, hukum dan agama, yang membentuk beberapa budaya tertua, dan mungkin yang tertua, yang masih ada di dunia.
Pada masa penjajahan Eropa di Australia, masyarakat Aborigin terdiri dari masyarakat budaya yang kompleks dengan lebih dari 250 bahasa, dan berbagai tingkat teknologi dan permukiman.
Bahasa atau dialek, dan kelompok masyarakat yang terkait dengan bahasa terhubung dengan wilayah yang dikenal sebagai “Negara”, yang memiliki hubungan spiritual yang mendalam dengan mereka.
Kepercayaan Aborigin kontemporer adalah campuran yang kompleks, bervariasi berdasarkan wilayah dan individu di seluruh benua. Mereka dibentuk oleh kepercayaan tradisional, gangguan kolonisasi, agama baru yang dibawa ke benua tersebut oleh orang Eropa, dan isu-isu kontemporer.
Kepercayaan budaya tradisional diturunkan dan dibagikan melalui tarian, cerita, lagu, dan seni yang secara kolektif menjalin ontologi kehidupan sehari-hari modern dan ciptaan kuno yang dikenal sebagai: mimpi.*

