Besanak; Sandang Atap dan Lebar Telapak (2)
Hak Asasi Manusia
May 10, 2024
Fachruddin Saudagar
Kelompok Kubu di Air Itam, Jambi, kemungkinan tahun 1920. (credits : Universiteit Leiden)
Masyarakat di era lampau memiliki aturannya sendiri. Pemahaman tentang pembagian tata ruang kehidupan, tidak dapat dipungkiri, sangat terkait dengan persebaran manusia. Berikut bagian terakhir dari dua tulisan tentang indigenous people di Jambi, untuk pembaca Amira.
JIKA dikaji dari segi migrasi penduduk maka SAD termasuk manusia Proto Malay atau Melayu Tua, yang sezaman dengan Suku Kerinci dan Suku Batin. Sedangkan bila dilihat dari segi kebiasaan leluhur ninik-puyang maka SAD yang mendiami hutan pedalaman Jambi dapat dibedakan ke dalam dua kelompok besar.
Yakni SAD kelompok Sandang Atap dan SAD kelompok Lebar Telapak.
SAD yang tergolong kelompok Sandang Atap pada umumnya hidup menyebar di dalam hutan mulai dari wilayah pantai timur Jambi sampai dataran rendah. Mereka ada yang hidup menempati kawasan hutan di sebelah kanan-mudik Sungai Jambi dan ada juga yang hidup menempati kawasan hutan di sebelah kiri mudik sungai Jambi.
Mereka ini disebut kelompok Sandang Atap karena bilamana mereka melakukan kegiatan melangun, maka mereka membawa serta atap sudung yang terbuat dari daun kayu lebar dari jenis Kayu Palas dan atau Sarang Kubung.
Kayu ini mempunyai batang sebesar betis manusia dan tinggi sekitar 5 meter, tergolong jenis palm. Daun kayu ini lebar dan tahan lama. Lokasi permukiman SAD kelompok Sandang Atap ini dapat dibedakan antara lain sebagai berikut.
Yakni kelompok Air Hitam Laut yang mendiami kawasan Sungai Benu, Berbak, dan Kumpeh, Kelompok Parit Culum, Simpang Tuan, Mendahara, Pasar Minggu, Muaro Jambi dan Jambi Kecil dan Kelompok Batin Sembilan. yang mendiami sembilan daerah aliran sungai (Sungai Jebak, Jangga, Bahar, Bulian/Semak), Sekisak, Sekamis, Burung Hantu/Sungai Pemayung, Pemusiran dan Sungai Singoan).
Kelompok Air Hitam Laut sampai saat ini masih ada yang belum hidup membaur dan belum bermukim serta belum tersentuh oleh program pembinaan pemerintah. Mereka ini pada saat ini hidup dalam kelompok kecil di hulu sungai Air Hitam Laut di lokasi Taman Nasional Berbak Sembilang (TNBS).
Kelompok ini sejak puluhan tahun lampau tidak lagi menempati kawasan Kumpeh karena mereka sebagian besar telah hidup berbaur dengan Orang Terang dan sebagain telah bergabung dengan kelompok lainnya.
Sedangkan kelompok pemukim di lokasi sekitar Parit Culum, Simpang Tuan, Mendahara, Pasar Minggu, Muaro Jambi dan Jambi Kecil telah sejak awal kemerdekaan Republik Indonesia berbaur dengan Orang Terang dan sebagian lagi bergabung dengan kelompok lainnya di pedalaman Jambi terutama pindah ke kawasan Bukit Tigapuluh.
Kelompok Batin Sembilan yang mendiami sembilan daerah aliran sungai (Sungai Jebak, Jangga, Bahar, Bulian/Semak), Sekisak, Sekamis, Burung Hantu/Sungai Pemayung, Pemusiran dan Sungai Singoan). Wilayah penyebaran sembilan daerah aliran sungai ini termasuk wilayah dengan topografi dataran rendah.
Dan karena mereka hidup menyebar di sembilan daerah aliran sungai seperti tersebut di atas maka mereka juga sering menyebut dirinya sebagai kelompok Orang Dalam yang termasuk Batin Sembilan.
Sedangkan kelompok SAD yang tergolong Lebar Telapak hidup menempati wilayah hutan di daerah dataran tinggi yang sedikit berbukit namun mereka tidak hidup di wilayah pegunungan Bukit Barisan. Mereka ini tersebar di daerah Kabupaten Merangin, Sarolangun, Bungo, Tebo, dengan konsentrasi permukiman di Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD), dan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT).
Di dalam hubungan antar etnis Melayu di Jambi maka SAD termasuk salah satu etnis asli Melayu Jambi yang tentunya memiliki hubungan historis dengan lainnya. Oleh karena itu antara SAD dengan Orang Terang memiliki kesamaan akar sejarah, kesamaan akar budaya, kesamaan akar bahasa, kesamaan akar adat-istiadat, kesamaan ciri-ciri fisik, dan kesamaan, dan seterusnya.
Dengan dasar ini maka budaya, bahasa, adat istiadat SAD di daerah Jambi adalah mewakili kebudayaan asli etnis Melayu Jambi.
Di dalam perbendaharaan bahasa Melayu Jambi khususnya bahasa Melayu yang dikembangkan oleh Orang Terang memang ada dijumpai kata “Kubu” . Kata Kubu berawal dari kata Ngubu atau Ngubun yang artinya bersembunyi di dalam hutan. Lalu timbul pertanyaan mengapa mereka bersembunyi ke dalam hutan?
Mereka SAD memasuki wilayah hutan pedalaman Jambi diperkirakan sekitar abad 11 Masehi karena faktor penyerangan terhadap Sriwijaya oleh Angkatan Laut Cola dari India tahun pada 1017, 1025, dan 1030 Masehi.
Serangan angkatan laut Cola yang Hindu ini berhasil melumpuhkan kerajaan Sriwijaya yang Budhis dan menyebabkan adanya perubahan di dalam kerajaan Sriwijaya. Etnis Melayu Jambi pada masa kerajaan Sriwijaya yang tidak bersedia hidup dibawah tekanan dan penjajahan kerajaan Cola yang Hinduisme itulah lalu mereka menyingkir ke hutan pedalaman Jambi.
Inilah faktor awal mula proses terpolarisasinya etnis Melayu Jambi yang dikenal dengan sebutan Orang Kubu atau Orang Dalam atau Orang Rimba, atau Orang Kelam atau Suku Anak Dalam.
Pada periode yang sama disatu sisi kerajaan Sriwijaya yang Budhistis mengalami kemunduran maka dipihak lain pada periode yang sama (akhir abad 11 M) agama Islam di Jambi mengalami perkembangan pesat.
Hal ini terjadi (akhir abad 11 M) sejak kedatangan seorang penyebar Islam dari Turki bernama Ahmad Barus II atau dikenal dengan Datuk Paduko Berhalo berhasil menyebarkan ajaran Islam di tengah-tengah masyarakat Melayu Jambi.
Penyebaran agama Islam di tengah-tengah masyarakat Melayu Jambi ini menjadikan faktor kedua penyebab terpolarisasinya SAD dan Orang Terang. Bahkan antara Orang Dalam dengan Orang Terang mengikat suatu perjanjian (piagam) dengan pembagian wilayah hukum adat.
Yakni; SAD dan Orang Terang adalah bersaudara (besanak/sanak), dan SAD tetap akan hidup mempertahankan adat lamo (Melayu Kuno) ninik-puyang dengan segala atributnya.
Lalu, SAD tetap hidup tidak berdusun, tidak berkampung, dan tidak bersangsko, dan SAD akan hidup menempati kawasan hutan pedalaman Jambi dengan batas-batas adat (ulayat) tertentu.
Kemudian, SAD akan patuh dan tunduk kepada Jenang dari Orang Terang, dan Orang Terang akan hidup memeluk adat baru (Ajaran Islam) dengan hidup berdusun.
Selanjutnya, Orang Terang tidak akan mengkonsumsi makanan tradisional ninik-puyang seperti tenuk/tapir, babi (jukut/nangui), ular, cingkuk, dan lainnya yang dilarang oleh Islam, dan Orang Terang mengatur dan melindungi Orang Dalam.
Antara SAD dengan Orang Terang adalah bersaudara atau disebut besanak. Mereka memiliki kesamaan latar belakang budaya, asal-usul, bahasa, dan adat istiadat.
Yaitu; adanya kesamaan akar budaya, bahasa, adat istiadat, bunyi sloko adat, kesamaan ciri fisik dan kesamaan struktur masyarakat adat, adanya kesamaan asal usul (sejarah) yakni sebagai etnis asli Melayu Jambi yang mendiami pedalaman Jambi, dan berasal dari satu keturunan dan asal-usul yang sama yakni etnis Melayu dari Proto Malay.*