Pemandian Kalitaman Dilingkup Situs Mataram Kuno

Inovasi

April 18, 2024

Jon Afrizal/Ungaran, Jawa Tengah

Pemandian Kalitaman yang berada di Desa Wujil, Bergas, Ungaran. (photo credits : Jon Afrizal/amira.co.id)

LEBARAN adalah saat dibukanya pemandian Kalitaman di Desa Wujil, Kelurahan Bergas Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Desa ini berjarak sekitar 7 kilometer dari Ungaran, ibukota Kabupaten Semarang.

Pemandian Kalitaman, berada di lereng Gunung Ungaran yang berketinggian 2.050 mdpl. Gunung Ungaran memiliki tiga puncak yaitu Gendol, Botak, dan Ungaran. Puncak tertingginya adalah Ungaran.

Ini adalah gunung berapi stratovolcano yang sudah terkikis habis. Sehingga, tidak ada catatan sejarah terkait aktivitas gunung berapi ini.

Diperkirakan gunung ini pernah meletus pada masa lalu Letusan yang hebat dan menghancurkan dua pertiga bagian puncak dari semula.

Sehingga yang dapat dilihat saat ini adalah hanya sepertiga bagian dari Gunung Ungaran berapi purba. Meskipun, senyatanya, gunung berapi ini sedang mengalami masa tidur panjang. Sehingga, dapat aktif kembali sewaktu-waktu.

Masyarakat di kawasan ini adalah penganut Islam yang taat. Beberapa orang menyebut kawasan ini sebagai basis Nahdatul Ulama.

Pemandian Kalitaman sangat jauh dari kesan vulgar. Terdiri dari dua kolam, dangkal dan dalam. Kolam yang dangkal, sekitar 1,5 meter digunakan oleh kanak-kanak.

Sementara kolam yang dalam, sekitar 3 meter atau lebih, digunakan oleh pria.

Anak-anak diawasi oleh orangtua mereka. Meskipun, disediakan peminjaman ban pelampung bagi anak-anak.

Tidak ada pemandian untuk wanita di sini. Sebab, sesuai tradisi Jawa, pemandian untuk wanita letaknya harus terpisah, dan cenderung tertutup.

Sementara menunggu anak-anaknya berenang sepuasnya, para orangtua dapat mengganjal perut di warung-warung di sekitar pemandian. Dan tak lupa, berbilas di dua tempat terpisah, bagi laki-laki dan perempuan.

Jika sudah demikian, maka warga yang hendak mencuci montor harus menghentikan aktifitasnya. Yakni sejak pukul 07.00 WIB hingga 17.00 WIB.

Pemandian Kalitaman hanya dibuka pada saat Lebaran saja. Yakni selama tujuh hari pertama di bulan Syawal saja. Dan, gratis.

Kalitaman adalah upaya swadaya masyarakat. Sejenis wisata lokal, demikian kira-kira.

Namun, dibalik itu semua, terdapat karya dan karsa yang terungkap.

Beberapa tahun lalu, demikian tuturan warga, sebuah perusahaan air mineral ingin membuka usaha di desa ini. Sumber airnya adalah berasal dari Pemandian Kalitaman saat ini.

Musyawarah demi mufakat dilakukan antara perwakilan perusahaan dan masyarakat. Hingga akhirnya, warga pun bersepakat untuk tidak mengizinkan pabrik milik perusahaan berdiri di sini.

“Jika perusahaan itu berdiri, maka mata air akan jadi milik perusahaan. Palingan, kami hanya jadi buruh perusahaan,” kata Purwanto, bukan nama sebenarnya, warga Desa Wujil.

Selain itu, kata Sunarto, warga yang lain, terdapat ketakutan akan rusaknya lingkungan desa yang asri, jika pabrik berdiri.

“Jika airnya dimonopoli perusahaan, lah, sawah milik warga bagaimana?” kata Sunarto.

Pemandian Kalitaman adalah sendang. Yakni mata air yang aliran airnya dengan sengaja dibendung dan dikepung dengan menggunakan tembok atau sejenisnya.

Tujuannya, adalah sebagai sumber persediaan air bersih bagi warga. Sebab, selain digunakan untuk pemandian, mata air Kalitaman juga digunakan untuk irigasi persawahan milik warga.

Pada areal pemandian Kalitaman, terdapat sebuah makam. Makam itu disebut warga dengan Makam Mbah Bubak Wujil. Ada juga yang menyebutnya Mbah Kyai. Ia adalah orang yang dituakan dan dihormati, sehingga nama desa ini pun diambil dari namanya.

Pegiat warisan budaya menyebut Kalitaman sebagai situs era Mataram kuno, yang berada di luar poros Kedu-Prambanan.

Sugeng Riyanto dari Balai Arkeologi Yogyakarta menyatakan terdata sekitar 12 situs Mataram Kuno di Kabupaten Semarang. Dua situs yang terdekat dengan Kalitaman, adalah Candi Gedongsongo dan Candi Ngempon.

Meskipun situs-situs ini terkesan tidak ngetop karena berada di luar poros Kedu-Prambanan, tetapi, dapat mengungkapkan keberadaan Mataram Kuno yang berada di lereng Gunung Ungaran.

Berdasarkan mitologi masyarakat setempat, di lereng gunung di antara jajaran Candi Gedongsongo terdapat kawah berbau belerang yang merupakan makam Dasamuka. Dasamuka yang suka mabuk dikubur di kawah ini oleh Hanoman.

Setelah mengubur Dasamuka, Hanoman, selanjutnya berdiam di Gunung Telomoyo dengan tujuan mengawasi jika sewaktu-waktu Dasamuka bangkit. Dasamuka akan bangkit jika ia mencium bau minuman keras.

Sehingga masyarakat yang berada di sekitar Candi Gedong Songo tidak berani minum minuman keras.

Kendati telah menganut Islam, tetapi mitologi itu tetap akrab dengan warga. Ketika Islam menjadi sebuah anutan yang kuat, maka pemandiaan Kalitaman jauh dari kesan vulgar, seperti kolam renang pada umumnya.*

avatar

Redaksi