Mimpi Buruk di Gaza

Hak Asasi Manusia

January 26, 2024

Noam Chomsky*

Jalanan sempit kamp pengungsi Al-Am’ari di Ramallah di Tepi Barat pada 31 Oktober 2023. (: NPR)

KENGERIAN telah dipertontonkan Israel pada serangan-serangan di Gaza saat ini. Tetapi Isreal tetap bersikap diam : demi ketenangan, kembali ke keadaan normal.

Israel terus melanjutkan pembangunan pemukiman dan infrastruktur ilegal di Tepi Barat (West Bank). Agar kawasan ini berintegrasi ke dalam Israel. Sementara itu, Israel menempatkan warga Palestina di wilayah yang tidak layak dan menjadikan mereka sebagai sasaran penindasan dan kekerasan.

Bagi warga di Jalur Gaza, kehidupan yang menyedihkan di bawah pengepungan yang kejam dan destruktif yang dilakukan Israel adalah hal yang dianggap biasa. Warga hanya berbuat untuk keberlangsungan hidup, tidak lebih dari itu.

“Pengabaian yang dilembagakan terhadap kehidupan warga Palestina di Tepi Barat dan juga serangan Israel di Jalur Gaza menjelaskan mengapa warga Palestina melakukan perlawanan,” demikian laporan analis Timur Tengah, Mouin Rabbani.

Pengacara hak asasi manusia Raji Sourani, mengatakan, “Kalimat paling umum yang saya dengar ketika orang-orang mulai berbicara tentang gencatan senjata, adalah, bahwa semua orang mengatakan ini lebih baik bagi kita semua.”

Kami, katanya, tidak menginginkan hal itu terjadi lagi. Sebab, mereka hanyalah sasaran empuk. Entah situasi ini benar-benar membaik bagi mereka, atau lebih baik mati saja.

Masih ada kemungkinan untuk bergerak menuju “solusi abadi” di Gaza yang diserukan oleh Menteri Luar Negeri AS John Kerry, yang akan menimbulkan kecaman histeris di Israel. Sebab frasa tersebut dapat diartikan sebagai seruan untuk mengakhiri pengepungan dan serangan rutin yang dilakukan Israel.

Dan – yang sangat mengerikan – ungkapan itu bahkan dapat diartikan sebagai seruan untuk menerapkan hukum internasional di seluruh wilayah pendudukan.

Empat puluh tahun yang lalu, Israel mengambil keputusan penting untuk memilih ekspansi daripada keamanan. Israel menolak perjanjian perdamaian penuh yang ditawarkan Mesir sebagai imbalan atas evakuasi dari Sinai Mesir yang diduduki, sebagai tempat Israel memulai proyek pemukiman dan pembangunan yang luas. Israel telah mematuhi kebijakan itu sejak saat itu.

Jika AS memutuskan untuk bergabung dengan dunia ini, dampaknya akan sangat besar. Berkali-kali Israel mengabaikan rencana-rencana yang telah mereka rencanakan ketika Washington menuntut hal itu. Begitulah relasi kekuasaan di antara mereka.

Lebih jauh lagi, Israel saat ini tidak punya banyak pilihan lain. Setelah mengadopsi kebijakan-kebijakan yang mengubahnya dari sebuah negara yang sangat dikagumi menjadi negara yang ditakuti dan dibenci.

Kebijakan-kebijakan yang dijalankannya dengan tekad buta. Saat ini sedang menuju kemerosotan moral dan kemungkinan kehancuran total.

Mampukah kebijakan AS berubah? Itu bukan tidak mungkin. Opini publik telah banyak berubah dalam beberapa tahun terakhir. Terutama di kalangan generasi muda, dan hal ini tidak dapat diabaikan begitu saja.

Selama beberapa tahun, terdapat dasar yang baik bagi tuntutan publik agar Washington mematuhi hukumnya sendiri dan menghentikan bantuan militer kepada Israel. Undang-Undang AS mensyaratkan bahwa “bantuan keamanan tidak boleh diberikan kepada negara mana pun yang pemerintahnya terus-menerus melakukan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia yang diakui secara internasional.”

Israel tentu saja bersalah atas pola yang konsisten ini. Dan hal ini telah terjadi selama bertahun-tahun.

Senator Patrick Leahy dari Vermont, penulis ketentuan undang-undang ini, telah mengemukakan potensi penerapannya di Israel dalam kasus-kasus tertentu. Dengan upaya pendidikan, organisasi dan aktivis yang dilakukan dengan baik, inisiatif-inisiatif tersebut dapat dilaksanakan secara berturut-turut.

Hal ini dapat memberikan dampak yang sangat signifikan. Sekaligus menjadi batu loncatan bagi tindakan lebih lanjut untuk memaksa Washington menjadi bagian dari “komunitas internasional” dan mematuhi hukum dan norma internasional.

Tidak ada yang lebih berarti bagi para korban tragis Palestina yang menjadi korban kekerasan dan penindasan selama bertahun-tahun. Selain : kebebasan.*

*Artikel ini adalah saduran dan diedit dari versi asli “Nightmare in Gaza” dari website resmi Noam Chomsky. (Redaksi)

avatar

Redaksi