Shalat Istisqa’; Bertobat Meminta Turunnya Hujan

Inovasi

October 11, 2023

Farokh Idris/Kota Jambi

Karhutla yang terjadi di Provinsi Jambi telah mengakibatkan munculnya kabut asap yang berbahaya bagi kesehatan manusia. (photo credits : Jon Afrizal/amira.co.id)

KABUT asap, karhutla dan kekeringan tengah melanda Provinsi Jambi, dan juga provinsi tetangga, saat ini. Terlepas dari kategori masing-masing, apakah itu bencana atau bukan, tapi yang jelas, kerusakan yang terjadi di bumi adalah akibat tindakan manusia, yang dengan sesuka hati mengubah bentang alam. Secara kekinian, kondisi yang dialami saat ini dapat disebut dengan Climate Change (perubahan iklim).

Provinsi Jambi yang dihuni oleh mayoritas pemeluk agama Islam, kerap melaksanakan shalat istisqa’ ketika menghadapi kabut asap karhutla, seperti pada tahun-tahun sebelumnya. Cara ini, yang sesuai keyakinan beragama, diharap dapat membuat Penguasa Langit dan Bumi menurunkan titik-titik air hujan, dan menghapus kabut asap karhutla.

Mengutip kemenag.go.id, shalat istisqa’ adalah sunnah muakkadah yang dikerjakan untuk memohon kepada Allah SWT agar menurunkan air hujan. Dalam bahasa Arab, al-istisqa’ berarti meminta curahan air penghidupan (thalab al-saqaya).

Shalat istisqa’ telah dilaksanakan sejak jaman Rasullah Muhammmad SAW.

“Nabi Muhammad SAW keluar rumah pada suatu hari untuk memohon diturunkan hujan, lalu ia salat dua rakaat bersama umatnya, tanpa adzan dan iqamat, kemudian ia berdiri untuk khutbah dan memanjatkan doa kepada Allah Swt dan seketika itu ia mengalihkan wajahnya dari semula menghadap ke arah hadirin lalu menghadap ke kiblat serta mengangkat kedua tangannya, serta membalikkan selendang sorbannya, dari pundak kanan ke pundak kiri, begitupun ujung sorbannya,” kata Abu Hurairah r.a. yang meriwayatkan hadits tentang itu.

Sementara Aisyah ra, isteri Rasulullah meriwayatkan bahwa,”Waktu untuk shalat istisqa’ yang dilakukan Rasulullah adalah setelah matahari muncul di atas permukaan bumi, seperti waktu dimulainya shalat Idul Fitri atau Idul Adha.”

Tetapi, ulama-ulama juga berpendapat bahwa waktu untuk shalat istisqa’ dapat dikerjakan hingga sore hari. Asalkan tidak pada waktu yang diharamkan untuk mengerjakan shalat, yakni pada saat matahari tepat di atas kepala dan pada saat bertepatan dengan matahari terbenam.

Sehingga, tata cara shalat istisqa’ yang dilaksanakan saat ini pun mengikuti apa yang dilakukan oleh Rasulullah.

Adapun tempat yang dipilih adalah di tanah lapang, sama seperti mengerjakan sholat Ied. Lalu, imam dan makmum berniat membaca niat salat istisqa’ tanpa didahului azdan dan iqamat.

Setelah mengangkat kedua tangan untuk takbiratul ihram, imam dan makmum melakukan takbir masing-masing sebanyak tujuh kali pada rakaat pertama, dan lima kali takbir pada rakaat kedua. Pada tiap-tiap rakaatnya, imam membaca surat al-fatihah dan satu surat pendek secara jelas yang dapat didengarkan oleh para makmum. Dilanjutkan dengan rukuk, dua sujud dan duduk di antara dua sujud.

Pada rakaat kedua setelah sujud, imam dan makmum melakukan duduk tahiyyat akhir dan membaca bacaan tahiyyat, tasyahhud, dan salawat seperti yang dibaca dalam shalat wajib. Diakhiri dengan bacaan salam dengan menolehkan wajah dan kepala ke kanan dan ke kiri.

Imam, lalu, menyampaikan khutbah dan didengarkan oleh jamaah yang hadir. Khutbah salat istisqa’ terdiri dari dua khutbah yang disampaikan khatib dengan cara berdiri dan sekali duduk di antara kedua khutbah. Rukun khutbah dan tatacaranya dalam salat istisqa’ sama dengan yang dilakukan khatib sesudah shalat Ied. Diantaranya membaca takbir sebanyak sembilan kali pada khutbah pertama dan takbir tujuh kali pada khutbah kedua.

Adapun materi khutbah, khatib lebih dianjurkan untuk mengajak umat Islam untuk bertobat, dan meminta ampun atas segala dosa, serta memperbanyak istighfar. Ini dengan harapan Allah SWT mengabulkan apa yang menjadi kebutuhan umat Islam dan makhluk hidup lainnya pada saat kemarau panjang, yakni turunnya hujan.

Dalam tiap-tiap mengakhiri khutbah pertama dan khutbah kedua, khatib disunnahkan membaca doa dengan cara dirinya membalikkan badan dan membelakangi jamaaah untuk menghadap kiblat, menukar posisi selendang sorban di pundaknya, seraya mengangkat kedua tangannya.

Tobat, adalah cara setiap manusia untuk introspeksi diri dan melakukan oto kritik terhadap hal-hal buruk yang telah dilakukan terhadap alam, yang menjadi tempat tinggal manusia hingga hari ini.*

avatar

Redaksi