Koruptor Indonesia Yang Pertama Dihukum Mati
Ekonomi & Bisnis
September 22, 2025
Jon Afrizal

Teuku Jusuf Muda Dalam. (credits: ANRI)
PADA tanggal 9 September 1966, setelah mendatangkan 175 saksi, Pengadilan Negeri Istimewa Jakarta menjatuhkan vonis hukuman mati dalam perkara subversi nomor 4001/1966 Pid.Subv kepada Teuku Jusuf Muda Dalam.
Namun, sebelum sempat dieksekusi, Teuku Jusuf Muda Dalam meninggal pada tanggal 26 Agustus 1976, karena terinfeksi tetanus.
Teuku Jusuf Muda Dalam lahir di Sigli, Aceh pada tanggal 10 Desember 1914. Teuku Jusuf Muda Dalam adalah Gubernur Bank Indonesia periode 1963 – 1966.
Saat itu, ia juga adalah Menteri Urusan Bank Sentral. Teuku Jusuf Muda Dalam diangkat oleh Presiden Soekarno menjadi Menteri Urusan Bank Sentral berdasarkan Surat Keputusan nomor 232 tanggal 13 November 1963 di Jakarta.
Sebelumnya, mengutip ANRI, Teuku Jusuf Muda Dalam dan Rachmat Muljomiseno diangkat oleh Presiden Sukarno sebagai Direktur Bank Negara Indonesia sejak 1 April 1957 melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 1957. Mereka ditunjuk untuk menggantikan direktur sebelumnya Mr. Hadiono Kusumo Utoyo.
Soeharto, mengutip Kompas, juga membentuk Tim Penertiban Keuangan atau Pekuneg yang diketuai oleh Mayor Jenderal R. Soerjo.
Tugas tim ini adalah mengumpulkan data-data penyelewengan uang negara. Berdasarkan hasil yang diperoleh, ternyata Menteri Jusuf Tuan Dalam didakwa primer telah menggelapkan uang negara sebanyak IDR 97.334.844.515.
Jusuf didakwa telah menyelewengkan uang dari hasil deferred payment khusus yang diberima nama “Dana Revolusi”. Deferred payment adalah sumbangan impor yang kemudian diubah menjadi pinjaman ke beberapa pihak, dan lantas disumbangkan Kembali, termasuk kepada dirinya sendiri.
Setelah ditelusuri, ternyata barang-barang yang diimpor tidak membawa manfaat banyak bagi rakyat Indonesia. Sebaliknya, barang-barang ini ternyata sudah dijadikan bahan spekulasi untuk berdagang. Seperti scooter dan barang-barang mewah lainnya.

Uang “10 Sen” keluaran Bank Indonesia tahun 1964. (credits: Museum Bank Indonesia)
Setelah terbitnya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada 11 Maret 1966, Presiden Soekarno memberikan kewenangan kepada Jenderal Soeharto untuk menertibkan keadaan. Pada 18 Maret 1966, Soeharto pun mengamankan 15 orang menteri kabinet, dengan alasan untuk melindungi mereka dari amarah rakyat karena dianggap terlibat atau terkait dengan PKI.
Satu diantaranya, adalah Menteri Urusan Bank Sentral Jusuf Muda Dalam.
Lalu, pada 15 Agustus 1966, Harian Berita Yudha menyebutkan bahwa pada 13 Agustus 1966 Menteri Utama/Menteri Panglima Angkatan Darat Jenderal Soeharto telah menyerahkan berkas perkara eks Menteri Urusan Bank Sentral Teuku Jusuf Muda Dalam kepada Jaksa Agung Mayjen Sugih Arto.
Selanjutnya, pada 24 Agustus 1966 Jaksa Agung mengumumkan telah membentuk Komando Penyelenggara Peradilan Subversi untuk menyidangkan perkara Jusuf Muda Dalam mulai 30 Agustus 1966 di gedung Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas).
Teuku Jusuf Muda Dalam adalah seorang yang cerdas. Ketika Presiden Soekarno melancarkan politik konfrontasi terhadap kekuatan imperialisme barat pada tahun 1964, Jusuf Muda Dalam pun mengkonsep agar Bank Indonesia dan perbankan nasional berbentuk menjadi Bank Berjuang.
Diakui atau tidak, dari konsep inilah gagasan bank tunggal mulai dirumuskan, direncanakan, dan dilaksanakan pada Juli 1965. Sayangnya, umur bank tunggal tidak lama.
Akibat tekanan demonstrasi Angkatan 66, dengan memperhatikan kondisi perekonomian yang sulit, maka bank tunggal pun dihentikan operasinya.
Mengutip salinan Putusan Mahkamah Agung No.15 K/Kr/1967 tanggal 8 April 1967, Jusuf Muda Dalam diketahui memiliki empat orang istri. Disamping itu, ia pun masih menikahi dua orang wanita lainnya.
Persoalan ini pun masuk ke dalam pertimbangan majelis hakim.
Adapun barang bukti dari kasus ini, adalah; kendaraan roda empat Fiat 1300 sebanyak tiga unit, Volkswagen, Opel Kapitean, dan Forsche.
Lalu, dua pucuk senjata api. Dan, delapan unit rumah dan satu bidang tanah.
Teuku Jusuf Muda Dalam ditahan di rumah, dan bukan di penjara pada umumnya.
Seluruh istrinya, setelah kasusi korupsi ini terkuak, pun menceraikannya. Kecuali istri pertamanya, Sutiasmi.
Di rumahnya di kawasan Cimahi, dalam kondisi sebagai tahanan yang sedang menunggu hukuman mati, Teuku Jusuf Muda Dalam meninggal karena serangan penyakit tetanus, pada tanggal 26 Agustus 1976.*

