Simbolisasi Kehidupan Dalam “Gunungan” Wayang Kulit

Inovasi

June 25, 2025

Natasha Indreswari

Wayang Gunungan. (credits: wayangstore)

WAYANG kulit adalah satu warisan budaya Nusantara. Wayang kulit menjadi sarana bercerita dan penyampaian pesan kepada masyarakat luas.

Umumnya, wayang menceritakan sisi kehidupan manusia. Sehingga hikmahnya dapat diambil oleh penonton.

Edward C. Van Ness dan Shita  Prawirohardjo dalam bukunya “Javanese Wayang Kulit: An Introduction” menyatakan, bahwa dalam kepercayaan dan sastra Jawa, wayang kulit diciptakan oleh Kanjeng Sunan Kalijaga. Ia adalah anggota Wali Songo, dan keturunan Bangsawan Ponorogo, Arya Wiraraja.

Kala itu, Kanjeng Sunan Kalijaga melihat masyarakat Indonesia terutama masyarakat suku Jawa yang menggemari pertunjukan Wayang Beber. Sedangkan dalam Islam melukis diatas kertas dianggap Haram.

Maka Sunan Kalijaga pun memodifikasi bahan material dari karakter Wayang yang semula-mula terbuat dari Daluang (kertas Ponoragan), dan diganti dengan menggunakan bahan dasar kulit sapi, atau kerbau. Selain itu, wayang kulit pun digunakan sebagai syiar agama Islam melalui jalur budaya tradisional.

Lantas, Sunan Kalijaga juga menambahkan karakter-karakter baru seperti punakawan yang terdiri atas Semar, Bagong, Petruk, dan Gareng.

Sebelum memulai suatu pertunjukan wayang, biasanya dalang akan mengeluarkan gunungan atau kayon.

Ch. Dwi Anugrah, Ketua Sanggar Seni Ganggadata Jogonegoro, Mertoyudan, Kabupaten Magelang Provinsi Jawa Tengah mengatakan gunungan adalah wayang berbentuk gambar gunung beserta isinya. Di bawahnya terdapat gambar pintu gerbang yang dijaga oleh dua raksasa yang memegang pedang dan perisai di depan gerbang istana.

Lalu, di sebelah atas gunung terdapat pohon kayu yang dibelit oleh seekor ular naga. Kemudian, dalam gunungan juga terdapat juga gambar berbagai binatang hutan. Gambar secara keseluruhan menggambarkan keadaan di dalam hutan belantara.

Pertunjukan wayang kulit. (credits: Wiki Commons)

Gunungan, katanya, melambangkan keadaan dunia beserta isinya. Sebelum wayang dimainkan, gunungan ditancapkan di tengah-tengah layar, condong sedikit ke kanan, yang berarti bahwa lakon wayang belum dimulai, sebagai perumpamaan dunia yang belum beriwayat.

Setelah dimainkan, gunungan dicabut, dan dijajarkan di sebelah kanan.

Gunungan juga digunkan sebagai penanda akan bergantinya lakon/tahapan cerita. Untuk itu gunungan ditancapkan di tengah-tengah condong ke kiri.

Selain itu, gunungan juga digunakan untuk melambangkan api atau angin. Jika gunungan dibalik, terdapat visualisasi gambar cat berwarna merah. Dan, warna inilah yang melambangkan api.

Gunungan juga digunakan untuk melambangkan hutan rimba, dan dimainkan pada waktu adegan rampogan atau pada saat pasukan siap berbaris dengan bermacam senjata untuk maju berperang. Pada kala ini, gunungan dapat berperan multi fungsi; sebagai tanah, hutan rimba, jalanan dan sebagainya.

Sang Dalang berperan sebagai komunikator jalannya cerita. Setelah lakon selesai, gunungan ditancapkan lagi di tengah-tengah layar, melambangkan bahwa cerita telah paripurna.

Terdapat dua jenis gunungan. Yakni; gunungan blumbangan dan gunungan gapuran.

Gunungan blumbangan atau gunungan perempuan telah ada sejak jaman Kerajaan Demak. Kemudian pada zaman Mataram diubah dengan adanya gunungan gapuran atau gunungan laki-laki.

Gunungan juga disebut: kayon. Kayon berasal dari kata kayun (: bahasa Kawi).

Gunungan, katanya, mengandung ajaran filsafat yang tinggi. Yakni ajaran tentang kebijaksanaan dan tuntunan moral. 

Pada dasarnya, gunungan adalah simbol kehidupan manusia. Setiap gambar dalam ornamen di dalamnya melambangkan seluruh alam raya beserta isinya. Seperti; tingkatan kehidupan manusia dengan segala karakternya, hewan, hutan, serta lingkungan sekitar yang melingkupi.

Bentuk gunungan yang meruncing ke atas melambangkan bahwa tujuan akhir dari hidup manusia akan menuju ke atas secara vertikal, yakni berserah diri kepada Tuhan.

Sedangkan rangkaian gambar dalam gunungan memiliki makna yang melambangkan kehidupan manusia. Diantaranya adalah; gambar pohon yang melambangkan kehidupan manusia di dunia, bahwa Tuhan telah memberikan perlindungan kepada umatnya.

Beberapa jenis hewan yang berada di dalamnya melambangkan; sifat, tingkah laku, dan watak yang dimiliki setiap orang.  

Gambar samudra melambangkan pikiran manusia dan juga keinginan belajar yang tidak mengenal batasan usia seperti samudra luas. Ornamen gambar berbentuk rumah pendapa melambangkan suatu tempat tinggal atau negara yang di dalamnya terdapat kehidupan yang aman, tenteram, dan bahagia. 

Adapun detail gambar dua raksasa penjaga pintu gerbang dapat diinterpretasikan sebagai penjaga alam gelap dan alam terang. Karena, di dunia ini selalu ada sifat baik dan buruk. Sedangkan ornamen visualisasi pintu gerbang dengan jenjang bertingkat, melambangkan pintu masuk dari alam fana ke alam baka

Sementara jenjang bertingkat merupakan adalah lambang jalan penuntun agar manusia mentaati tuntunan agama. Pada bagian atas wayang gunungan terdapat gambar mustika sebagai lambang puncak tujuan kehidupan manusia. 

Sehingga, dapat dikatakan, wayang gunungan memuat simbol tuntunan moral kepada manusia selama hidup di dunia.*

avatar

Redaksi