Bara Api Di Gaza (2)
Hak Asasi Manusia
June 24, 2025
Junus Nuh

Relief Kemenangan Shoshenq I di dekat Portal Bubastite di Karnak. (credits: Public Domain)
PADA bulan Agustus 2005 Israel mengevakuasi seluruh pasukan dan pemukim dari Gaza. Pada saat itu Gaza benar-benar dipagari dari dunia luar oleh Israel. Palestina merobohkan bangunan dan infrastruktur yang ditinggalkan untuk dibuang.
Penghapusan permukiman membuat warga bebas bergerak yang lebih luas di Gaza. Dan menghidupkan “ekonomi terowongan”, ketika kelompok-kelompok bersenjata, penyelundup dan pengusaha dengan cepat menggali begitu banyak terowongan menuju ke Mesir.
Penarikan pasukan juga menghapus pabrik-pabrik pemukiman, rumah kaca dan bengkel yang telah mempekerjakan beberapa warga Gaza.
Pada tahun 2006, Hamas menang dalam pemilihan parlemen Palestina dan merebut kendali penuh atas Gaza, dan, menggulingkan pasukan yang setia kepada pengganti Yaseer Arafat, Presiden Mahmoud Abbas.
Imbasnya, adalah sebagian besar masyarakat internasional memotong bantuan kepada Palestina di daerah-daerah yang dikuasai Hamas. Sebab mereka menganggap Hamas sebagai organisasi teroris.
Israel pun menghentikan puluhan ribu pekerja Palestina yang memasuki negara itu, yang telah berakibat memotong sumber pendapatan penting. Serangan udara Israel melumpuhkan satu-satunya pembangkit listrik Gaza, menyebabkan pemadaman listrik yang meluas.

Serangan udara militer Israel di kamp pengungsi Jabalia. (credits: Associated Press)
Israel dan Mesir juga memberlakukan pembatasan yang lebih ketat pada pergerakan orang dan barang melalui penyeberangan Gaza.
Hamas yang terkesan sangat ambisius merencanakan untuk berfokus kembali pada megambilalihan perekonomian Gaza dari Israel, yang telah dilaukan bahkan sebelum mereka memulai.
Melihat Hamas sebagai ancaman, pemimpin militer Mesir Abdel Fattah al-Sisi, yang mengambil alih kekuasaan pada tahun 2014, menutup perbatasan dengan Gaza. Dan juga meledakkan sebagian besar terowongan. Sekali lagi terisolasi, ekonomi Gaza kembali terpuruk.
Sisi perekonomian Gaza telah berulang kali menderita dalam siklus konflik, serangan dan pembalasan antara Israel dan kelompok militan Palestina. Sebelum 2023, beberapa pertempuran terburuk terjadi pada 2014, ketika Hamas dan kelompok-kelompok lain meluncurkan roket di kota-kota di Israel.
Israel melakukan serangan udara dan pemboman artileri yang menghancurkan lingkungan di Gaza. Lebih dari 2.100 warga Palestina tewas, sebagian besar warga sipil.
Israel menyebutkan jumlah korban tewas di 67 tentara dan enam warga sipil.
Sementara Israel percaya bahwa mereka menahan Hamas yang lelah perang, dengan memberikan insentif ekonomi kepada pekerja Gaza, pejuang kelompok itu dilatih secara rahasia.
Pada tanggal 7 Oktober, anggota bersenjata Hamas melakukan serangan lintas batas yang mengejutkan terhadap Israel melalui udara, darat dan laut. Hamas memenuhi perbatasan Israel, dan mengamuk di kota-kota, kibbutzim dan pangkalan militer.
Serangan Hamas menewaskan sekitar 1.200 orang dan membawa sekitar 250 sandera kembali ke Gaza.

Pelabuhan di Gaza. (credits: Associated Press)
Israel membalas dendam, menghancurkan Gaza dengan serangan udara dan artileri terberatnya, dan kemudian meluncurkan invasi darat setelah memobilisasi ratusan ribu tentara cadangan. Serta menempatkan Gaza di bawah blokade sebagai upaya untuk menghancurkan Hamas.
Israel menginstruksikan warga sipil Palestina untuk bergerak ke selatan ketika pasukannya mencoba untuk membersihkan Hamas dari Gaza utara. Pasukan Israel berperang melawan Hamas dan kelompok militan Palestina lainnya, dengan Hamas yang berbasis di reruntuhan dan jaringan terowongan yang luas yang telah dibangun di bawah Gaza.
Israel menuduh Hamas menyembunyikan infrastruktur militernya di bawah bangunan sipil, dan menggunakan penduduk Gaza sebagai perisai manusia. Sementara Palestina dan pendukung mereka menuduh Israel menggunakan kekuatan yang tidak proporsional.
Kedua belah pihak saling tuding, dan saling bantah.
Dilakukan gencatan senjata singkat pada bulan November, dimana pasokan bantuan memasuki Gaza dan Hamas membebaskan beberapa sandera. Tetapi perang tetap berlanjut.
Menurut kementerian kesehatan di Gaza, lebih dari 33.000 warga Palestina tewas pada tanggal 4 April. Dengan ribuan lainnya tewas yang tidak ditemukan dalam puing-puing. Israel mengatakan pada 3 April, bahwa 256 tentaranya telah tewas di Gaza.
Pada awal 2024, badan-badan bantuan mengatakan bahwa bencana kemanusiaan sedang berlangsung di Gaza, dan sebagian besar dari 2,3 juta penduduknya mengungsi.
Di tengah pemboman terberat dalam sejarah Gaza, banyak keluarga terpaksa pindah ke perkemahan tenda besar yang bermunculan di selatan Gaza, dengan keterbatasan makanan, air, perawatan medis, bahan bakar atau tempat berlindung yang aman.
Dengan begitu banyak bantuan ke daerah sekitar Rafah, kota paling selatan Gaza, maka World Health Organization (WHO) memperingatkan bahwa serangan militer Israel terhadap Rafah akan menimbulkan “bencana yang tak terduga”.
Selama tiga bulan pertama tahun 2024, pembicaraan tentang gencatan senjata yang diperpanjang dengan tujuan mendatangkan lebih banyak bantuan dan membebaskan lebih banyak sandera belum membuahkan hasil.*

